BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Guru
sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan suatu bidang profesi,
mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar untuk
membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang luas.
Dalam
proses pembelajaran terjadi saling keterkaitan antara komponen yang satu dengan
komponen yang lain. Komponen-kompon tersebut meliputi: tujuan, materi, metode
dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh
guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran. Belajar dapat dipandang sebagai proses
yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Dalam
kegiatan belajar ini dilakukan oleh dua pelaku yaitu guru dan siswa. Perilaku
guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Model pembelajaran
dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Miskonsepsi atau kekeliruan konsepsi
merupakan fenomena yang sering terjadi terhadap siswa. Miskonsepsi diduga kuat
terbentuk pada masa anak dalam interaksi otak dengan alam di sekitarnya. Adanya
miskonsepsi ini jelas akan sangat menghambat pada proses penerimaan dan
asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru dalam diri siswa, sehingga akan
menghalangi keberhasilan siswa dalam proses belajar lebih lanjut. Persoalan yang kerap muncul ketika
akan dilakukan upaya pengobatan adalah adanya kesulitan dalam membedakan apakah
seorang siswa mengalami miskonsepsi atau justru tidak tahu konsep. Karena cara
mengobati siswa yang mengalami miskonsepsi akan sangat berbeda dengan cara
mengobati siswa yang tidak tahu konsep. CRI dikembangkan untuk mengidentifikasi
terjadinya miskonsepsi sekaligus dapat membedakannya dengan tidak tahu konsep.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
konsep/teori model pembelajaran Certainty of Response Index?
2.
Bagaimana
prinsip Certainty of Response Index?
3.
Apa
saja kelebihan dan kelemahan Certainty of Response Index?
4.
Bagaimanakah
langkah-langkah Certainty of Response index?
5.
Bagaimana
aplikasi Certainty of Response index pada pembelajaran Matematika?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui
konsep/teori tentang model pembelajaran Certainty of Response Index.
2.
Mengetahui prinsip
Certainty of Response Index.
3.
Mengetahui
kelebihan dan kelemahan Certainty of Response Index.
4.
Mengetahui
langkah-langkah Certainty of Response index.
5.
Mengetahui
aplikasi Certainty of Response index pada pembelajaran Matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX
Certainty of Response Index (CRI) merupakan teknik untuk
mengukur miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau
kepastian seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan (http://id.scribd.com/doc/73084789/artikel-winny-miskonsepsi-).
Hal yang
sangat penting untuk diperhatikan dalam penggunaan CRI adalah kejujuran siswa
dalam mengisi CRI untuk jawaban suatu soal, karena nantinya akan menentukan
pada keakuratan hasil identifikasi yang dilakukan.
Secara sederhana
(Certainty of Response Index) CRI dapat diartikan sebagai ukuran tingkat
keyakinan/kepastian responden (dalam hal ini adalah peserta didik) dalam
menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan.
CRI sering digunakan dalam survei-survei terutama yang
meminta rensponden untuk memberikan derajat kepastian yang dia miliki dari
kemampuannya untuk memilih dan membangun pengetahuan, konsep-konsep, atau
hukum-hukum yang terbentuk dengan baik dalam dirinya untuk menentukan
jawaban dari suatu pertanyaan. Dengan kata lain CRI juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi sekaligus dapat membedakannya dengan
tidak tahu konsep. Oleh karena itu, akan dibahas mengenai apa itu konsep,
konsepsi dan miskonsepsi.
1)
Konsep
Menurut Piaget, “manusia memiliki struktur pengetahuan dalam
otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang
berbeda-beda” (Trianto, 2009:114). Pengalaman yang sama bagi beberapa orang
akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam
kotak-kotak yang berbeda.
Sedangkan menurut Dahar (2001:80), “Konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang
sama”. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan
benda-benda, symbol-simbol atau peristiwa tertentu kedalam contoh dan bukan
cotoh dari ide abstrak tersebut itu. Dahar berpendapat bahwa konsep merupakan
penyajian internal dari sekelompok stimulus. Konsep- konsep tidak dapat
diamati, konsep-konsep harus disimpulkan dari perilaku.
Dengan demikian konsep merupakan buah pemikiran seseorang
atua sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk
pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori.
2)
Konsepsi
Tafsiran seseorang terhadap konsep disebut konsepsi.
Konsepsi seseorang terhadap suatu objek dianggap benar jika konsep tersebut
memiliki atribut-atribut dan struktur objek yang relevan dengan konsep yang
disepakati bersama. Pemahaman konsep diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap
arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Seorang siswa dikatakan mampu
memahami konsep jika dapat melakukan: a) translasi (menterjemahkan), yaitu
kemampuan untuk menggunakan suatu komunikasi kedalam bahasa lain, seperti
kemampuan berkomunikasi dengan grafik; b) interpretasi, yaitu kemampuan untuk
menyimpulkan dari suatu ide atau materi, kemudian diungkapkan berdasarkan
data-data yang ada menurut pandangan individu tersebut kedalam bentuk yang
lain; c) ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk meramalkan akibat dan
implikasi-implikasi serta sebagainya (Usman dan Setiawati, 2001:112).
Sedangkan Hartati (2001:22) menjelaskan bahwa makna
pemahaman sebagai kemampuan untuk menerangkan dan menginterpretsikan sesuatu.
Suparno (2001:97) mengemukakan bahwa pemahaman konsep dibedakan atas pemahaman
instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental adalah pemahaman
atas konsep yang saling terpisah dan hanya dapat menghpal rumus dalam
perhitungan sederhana, sedangkan dalam pemahaman relasional termuat suatu skema
atau struktur yang dapat digunakan dalam
menyelesaikan makalah yang lebih luas.
3)
Miskonsepsi
Sebagian besar pembelajaran secara tradisional telah
terpisah menjadi beberapa bagian dan kemudian terfokus pada masing-masing
bagian. Tetapi beberapa siswa tidak mampu membentuk konsep dan kemamapuan dari
bagian-bagian yang terpisah tadi (Yatim Riyanto, 2009:148).
Van Den Berg mendefinisikan
‘miskonsepsi sebagai pertentangan atau ketidakcocokan konsep yang dipahami
seseorang dengan konsep yang dipakai oleh para pakar ilmu yang bersangkutan‘.
Sedangkan menurut Brown ‘miskonsepsi didefinisikan sebagai suatu pandangan yang
naif, suatu gagasan yang tidak cocok dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima’.
Pendapat lain tentang miskonsepsi dikemukanan Fowler Paul Supar, bahwa
‘miskonsepsi memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak akurat akankonsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi
contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda.
(http://id.pdfsb.com/readonline/6256424566517430586e78354433706855513d3d-208597).
Miskonsepsi atau kekeliruan konsepsi merupakan fenomena yang
sering terjadi terhadap siswa, karena keberadaan miskonsepsi dipercaya dapat
menghambat pada proses asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru pada benak para
siswa. Miskonsepsi diduga kuat terbentuk pada masa anak dalam interaksi otak
dengan alam di sekitarnya. Persoalan yang kerap muncul ketika akan dilakukan
upaya pengobatan adalah adanya kesulitan dalam membedakan apakah seorang siswa
mengalami miskonsepsi atau justru tidak tahu konsep. Karena cara mengobati
siswa yang mengalami miskonsepsi akan sangat berbeda dengan cara mengobati
siswa yang tidak tahu konsep. CRI dikembangkan untuk mengidentifikasi
terjadinya miskonsepsi sekaligus dapat membedakannya dengan tidak tahu konsep.
CRI biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan
bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal. Tingkat kepastian jawaban tercermin
dalam skala CRI yang diberikan, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan
konsep pada diri responden dalam menjawab suatu pertanyaan, dalam hal ini
jawaban biasanya ditentukan atas dasar tebakan semata. Sebaliknya CRI yang
tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada diri
responden dalam menjawab pertanyaan, dalam hal ini unsur tebakan sangat kecil.
Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat dibedakan
secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal.
Dalam Saleem Hasan (1999:295) skala yang digunakan adalah
skala enam (0-5)
0
|
Totally Guessed Answer
|
1
|
Almost Guess
|
2
|
Not Sure
|
3
|
Sure
|
4
|
Almost Sure
|
5
|
Certain
|
Keterangan:
1) Skala CRI (0-2) menandakan derajat
kepastian rendah. Hal ini menggambarkan faktor penebakan dalam menjawab sangat
tinggi tanpa memandang jawaban tersebut benar atau salah. Hal ini menandakan
bahwa siswa tidak tahu sama sekali tentang konsep-konsep yang ditanyakan.
2) Nilai CRI yang sedang yaitu memiliki skala
(3-4). Hal ini menggambarkan faktor dalam menjawab cukup tinggi, namun masih
belum memiliki tingkat ketepatan sangat tinggi dalam menjawab pertanyaan
sehingga mengalami kesalahan dalam memahami suatu konsep.
3) Nilai CRI yang sangat tinggi yaitu
memiliki skala (5). Angka 5 menunjukkan tingkat kepercayaan siswa dalam
menjawab pertanyaan sangat tinggi. Mereka menjawab pertanyaan dengan
pengetahuan dan konsep-konsep.
Nilai- nilai tersebut merupukan nilai yang diberikan oleh siswa
sendiri mengenai keyakinannya ketika menjawab setiap pertanyaan. Dengan kata
lain ketika siswa memberikan nilai CRI sebenarnya siswa telah memberikan
penilaiannya terhadap dirinya sendiri.
Dari ketentuan tersebut maka CRI dapat digunakan untuk membedakan
antara siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami konsep-konsep, siswa yang
memahami konsep dan siswa yang tidak mengetahui konsep.
B. PRINSIP CERTAINTY OF RESPONSE INDEX
1. Mengukur tingkat kepastian atau
kepercayaan pada setiap jawaban siswa.
2. Membedakan antara siswa yang mengalami
kesalahan konsep dalam memahami suatu konsep dengan siswa yang tidak mengetahui
konsep.
3. Didasarkan pada suatu skala dan dibedakan
bersamaan dengan jawaban suatu soal yang telah di isi oleh responden (dalam hal
ini berarti siswa).
4. Siswa memberikan penilaian terhadap
dirinya sendiri akan keyakinan yang dimilikinya dalam menjawab soal.
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN CERTAINTY OF
RESPONSE INDEX
Sebagai suatu teknik yang
digunakan untuk mengukur tingkat keyakinan siswa dalam menjawab pertanyaan.
Certainty of Response Index dalam penggunaannya memiliki beberapa kelebihan
yaitu sebagai berikut:
1. Dapat
membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak tahu konsep.
Dengan dapat teridentifikasinya seorang siswa mengalami miskonsepsi atau tidak
tahu konsep maka dapat ditentukan dengan mudah langkah untuk mengatasinya.
2. Tidak terlalu sulit dalam proses persiapan
dan pelaksanaannya.
3. Mudah dan cepat dalam penganalisisan.
Selain itu CRI
juga memiliki kelemahan yaitu:
1. Ketidakjujuran siswa dalam menjawab
pertanyaan yang berpengaruh terhadap penganalisisan.
2. Terjadinya kesalahan dalam pengisian CRI.
3. Penganalisisan hasil CRI akan mengalami
kesulitan jika belum mengetahui cara perhitungan CRI.
D. LANGKAH-LANGKAH CERTAINTY OF RESPONSE
INDEX
Menurut Saleem Hasan langkah-langkah dalam
mengidentifikasi pemahaman konsep siswa dengan menggunakan CRI pada soal
pilihan ganda adalah sebagai berikut:
1. Siswa memilih salah satu jawaban yang
dianggap benar dari alternatif pilihan yang ada.
2. Siswa memberikan nilai pada setiap soal antara
0-5 sesuai dengan tingkat keyakinan siswa dalam menjawab pertanyaan yang telah
disediakan.
3. Nilai jawaban yang benar dan nilai CRI
dimasukan dalam matrik kriteria CRI.
Ketentuan untuk perorangan
siswa dan untuk setiap pertanyaan yang diberikan didasarkan pada kombinasi dari
jawaban benar atau salah dan tinggi rendahnya CRI. Untuk suatu pertanyaan yang
diberikan, total CRI untuk jawaban salah diperoleh dengan cara menjumlahkan CRI
dari semua siswa yang jawabannya salah untuk pertanyaan tersebut. Rata-rata CRI
untuk jawaban salah untuk suatu pertanyaan yang diberikan diperoleh dengan cara
membagi jumlah CRI untuk jawaban salah tiap siswa dengan jumlah siswa yang
jawabannya salah untuk pertanyaan tersebut.
Dengan cara yang sama total CRI untuk jawaban benar diperoleh dengan
menjumlahkan CRI dari semua siswa yang jawabannya benar untuk pertanyaan tersebut.
Sedangkan rata-rata CRI untuk jawaban benar suatu pertanyaan yang diberikan
diperoleh dengan cara membagi jumlah CRI untuk jawaban benar tiap siswa dengan
jumlah siswa yang jawabannya benar utuk pertanyaan tersebut.
Pengidentifikasian miskonsepsi untuk kelompok responden dapat
dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk kasus tiap responden secara
individu, kecuali harga CRI diambil merupakan hasil perata-rataan CRI tiap
responden. Dalam kasus kolompok, pada umumnya sebagian jawaban dari pertanyaan
yang diberikan benar dan sebagian lagi salah , tidak seperti pada kasus
responden secara individu.
Tabel
Ketentuan Untuk Membedakan
Antara Tahu Konsep, Miskonsepsi Dan Tidak Tahu Konsep
Kriteria Jawaban Siswa
|
Cri Rendah (<2,5)
|
Cri Tinggi (>2,5)
|
Jawaban Benar
|
Tidak Tahu Konsep
(Lucky Guess/Menebak)
|
Menguasai Konsep Dengan Baik
|
Jawaban Salah
|
Tidak Tahu Konsep
(Lucky Guess/Menebak)
|
Miskonsepsi
|
Tabel diatas menjelaskan bahwa jika
siswa menjawab benar dengan CRI rendah maka menandakan bahwa siswa tidak tahu
konsep, jika siswa menjawab benar dengan CRI tinggi maka menunjukkan bahwa
siswa memahami konsep dengan baik dan jika siswa menjawab salah dengan CRI
rendah maka menandakan siswa tidak tahu konsep. Sementara jika siswa menjawab
salah dengan CRI tinggi maka menandakan siswa mengalami miskonsepsi.
Yuyu R. Tayubi (Rohendi, 2007:37)
memberikan pengoperasionalan kriteria CRI tersebut yang dinyatakan dengan
presentase unsur tebakan dalam menjawab suatu pertanyaan.
Tabel
Pengoperasionalan Kriteria CRI
CRI
|
Kriteria
|
0
|
Jika menjawab soal 100% ditebak
|
1
|
Jika dalam menjawab soal presentase unsur
tebakan antara 75,99%
|
2
|
Jika dalam menjawab soal presentase unsur
tebakan antara 50,74%
|
3
|
Jika dalam menjawab soal presentase unsur
tebakan antara 25,49%
|
4
|
Jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan
antara 1,24%
|
5
|
Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama
sekali (0%)
|
E.
APLIKASI
CERTAINTY OF RESPONSE INDEX PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Logika Matematika dapat diartikan sebagai tata cara berpikir
atau pola berpikir matematika (ST. Negoro dan B. Harahap, 2010:183). Maksud
mempelajari matematika anatara lain agar kita lebih cermat, lebih teliti dalam
membahas dan memcahkan soal-soal matematika, dan diharapkan agar lebih disiplin
dalam pemakaian bahasa matematika. Dalm logika matematika kemampuan menalarkan
sangat berpengaruh terhadap pemahaman konsep itu sendiri. Kemampuan menalarkan
sesuatu merupakan salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Dengan kemampuannya itu peradaban manusia berkembang pesat hingga
sekarang. Penalaran merupakan proses mendapatkan kebenaran yang bersandarkan
pada kebenaran-kebenaran yang telah ada. Kebenaran yang baru ini nantinya dapat
digunakan pula untuk menurunkan kebenaran baru yang lainnya (Sukino, 2006:1). Untuk
menggunakan kebenaran yang telah ada dalam menurunkan kebenaran baru lainnya
maka siswa tidak boleh mengalami miskonsepsi karena akan bertentangan dengan
kebenaran yang telah ada.
Untuk dapat mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi,
tidak tahu konsep atau mengatahui konsep dalam pembelajaran matematika pada
materi Logika Matematika, maka dapat dilakukan dengan metode CRI.
Aplikasi CRI dalam pembelajaran matematika (dalam hal ini
yaitu pada materi Logika Matematika) dapat dilihat seperti dibawah ini.
a.
Merumuskan
Tujuan Pembelajaran
Standar Kompetensi
Menggunakan logika matematika dalam
pemecahan masalah yang bekaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan
berkuantor.
Kompetensi dasar
Merumuskan pernyataan yang setara
dengan pernyataan majemuk atau pernyataan berkuantor yang telah diberikan.
Indikator
1)
Siswa dapat memeriksa kesetaraan
antara dua pernyataan majemuk dengan cepat.
2)
Siswa dapat membuktikan kesetaraan antara
dua pernyataan majemuk dengan cepat.
3)
Siswa dapat menentukan hubungan
antara konvers, invers dan kontraposisi dari sebuah implikasi.
4)
Siswa dapat menyebutkan contoh
pernyataan majemuk dengan menghubngkannya pada masalah sehari-hari.
5)
Siswa dapat menentukan nilai
kebenaran dari pernyataan majemuk yang bersifat tautologi, kontradiksi atau
bukan keduanya.
b.
Menentukan
Isi Pembelajaran
1)
Kesetaraan dalam pernyataan majemuk
2)
Konvers, invers dan kontraposisi
Andaikan
pernyataan “Jika hari hujan, saya memakai jas hujan” bernilai benar, maka itu
tidak berarti bahwa pernyataan “Saya memakai jas hujan berarti hari hujan” juga
bernilai benar; sebab mungkin saja saya memakai jas hujan walaupun hari tidak
hujan.
Demikian pula pernyataan “Jika hari tidak hujan, saya tidak memakai jas hujan” belum tentu bernilai benar. Sedangkan pernyataan “Jika saya tidak memakai jas hujan, hari tidak hujan” akan bernilai benar. Definisi :
Demikian pula pernyataan “Jika hari tidak hujan, saya tidak memakai jas hujan” belum tentu bernilai benar. Sedangkan pernyataan “Jika saya tidak memakai jas hujan, hari tidak hujan” akan bernilai benar. Definisi :
a.
Konvers dari implikasi p ⇒ q adalah q ⇒ p
b. Invers dari implikasi p
⇒ q adalah ~ p ⇒ ~ q
c. Kontraposisi dari implikasi p ⇒ q adalah ~ q ⇒ ~ p
c. Kontraposisi dari implikasi p ⇒ q adalah ~ q ⇒ ~ p
Untuk
melihat hubungan nilai kebenaran antara implikasi, konvers, invers dan
kontraposisi perhatikanlah tabel kebenaran berikut :
P
|
q
|
Implikasi
p
⇒ q |
Konvers
q
⇒ p |
Invers
~p
⇒ ~q |
Kontraposisi
~q
⇒ ~p |
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
Dari
tabel di atas ternyata: Implikasi ekuivalen dengan kontraposisinya atau ditulis
p
⇒
q ≡
~q ⇒
~p dengan kata lain jika implikasi bernilai
benar maka kontraposi-sinya juga bernilai benar atau jika implikasi bernilai
salah maka kontraposisinya juga bernilai salah.
Konvers
suatu implikasi ekuivalen dengan inversnya atau ditulis
q
⇒
p ≡
~p ⇒
~q
Contoh:
Tentukanlah konvers, invers dan kontraposisi dari pernyataan:
Jika harga bahan bakar minyak naik maka harga beras naik.
Tentukanlah konvers, invers dan kontraposisi dari pernyataan:
Jika harga bahan bakar minyak naik maka harga beras naik.
Penyelesaian:
Konvers : Jika harga beras naik maka harga bahan bakar minyak naik.
Invers : Jika harga bahan bakar minyak tidak naik maka harga beras tidak naik.
Konvers : Jika harga beras naik maka harga bahan bakar minyak naik.
Invers : Jika harga bahan bakar minyak tidak naik maka harga beras tidak naik.
Kontraposisi:
Jika harga beras tidak naik maka harga bahan bakar minyak tidak naik.
Jelas
konvers (p
invers (p
kontraposisi (p
∧
q)~ ⇒
r ≡
r ⇒
(p ∧
q),~invers (p
∧
q)~ ⇒
r ≡
~(p ∧
q)~ ⇒
r~ ≡
p~( ∨
q) ⇒
r,~kontraposisi (p
∧
q)~ ⇒
r ≡
r~ ⇒
~(p ∧
q)~ ≡
r~ ⇒
(~p ∨
q).
3)
Tautologi dan kontradiksi
Dalam
logika
matematika, tautologi
adalah suatu pernyataan majemuk yang bernilai benar untuk setiap kemungkinan. Hal
ini dapat dibuktikan menggunakan tabel kebenaran ataupun sifat-sifat logika.
Contoh
tautologi adalah:
P
|
q
|
~p
|
~q
|
p → q
|
(p → q) ∧ ~q
|
[(p → q) ∧ ~q] → ~p
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
Dari
tabel di atas, bisa dilihat bahwa apapun nilai kebenaran premis p dan q,
pernyataan di atas tetap bernilai benar semua, sehingga digolongkan sebagai
tautologi.
Kontradiksi adalah hubungan dua pernyataan yang selalu
berlawanan. Misalnya jika a berkontradiksi dengan b maka a salah jika dan hanya
jika b benar. Dan a benar jika dan hanya jika b salah.Tentu, contoh sederhana
dari kontradiksi adalah suatu pernyataan dengan negasinya sendiri. Pernyataan p
pasti berkontradiksi dengan ~p (negasi p).
Meski konsep kontradiksi tampak sederhana tetapi aplikasinya
sangat luas dan berguna. Sering kita sulit membuktikan apakah pernyataan p itu
benar atau salah. Dengan konsep kontradiksi, kita dapat mengasumsikan bahwa
negasi p bernilai benar. Lalu dengan beberapa proses kita berhasil menunjukkan
bahwa ~p ternyata bernilai salah (seringnya karena terjadi kontradiksi).
Karena ~p bernilai salah maka kita dapat menyimpulkan bahwa p
bernilai benar (terbukti, dengan prinsip kontradiksi).
Contoh:
Buktikan bahwa setiap bilangan komposit (bukan bilangan prima) selalu dapat
dinyatakan sebagai hasil kali dari beberapa bilangan prima.
Misal,
6 = 2.3
8 = 2.2.2
40 = 2.2.2.5
70 = 2.5.7
1000 = 2.2.2.5.5.5
6 = 2.3
8 = 2.2.2
40 = 2.2.2.5
70 = 2.5.7
1000 = 2.2.2.5.5.5
c.
Penilaian
Kemampuan Awal Siswa
1)
Guru memberikan pretest
Pretest
dilakukan untuk mengetahui apa yang sudah dan belum diketahui siswa tentang Kesetaraan
dari Pernyataan Majemuk, Konvers, Invers dan Kontraposisi serta Tautologi dan
Kontradiksi.
2)
Data tentang pengetahuan awal dan
kesiapan
Apakah
anda telah memahami materi yang telah anda kerjakan? Jika ya, jawablah
pertanyaan berikut:
Jelaskan
dengan singkat materi yang telah anda pahami tersbut!
Adakah
manfaat yang anda dapatkan dari materi tersebut untuk kegiatan sehari-hari
anda?
d.
Metode
Pembelajaran
CRI,
ekspositori, demonstrasi, latihan praktik.
e.
Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan awal
-
Apresepsi/ Motivasi
Kegiatan Inti
Tahap I Ekspositori, tentang Kesetaraan dari
Pernyataan Majemuk, Konvers, Invers dan Kontraposisi serta Tautologi dan
Kontradiksi.
Tahap II Demonstrasi, tentang Kesetaraan dari
Pernyataan Majemuk, Konvers, Invers dan Kontraposisi serta Tautologi dan
Kontradiksi.
Tahap III Latihan Praktik,
penggunaan Kesetaraan dari Pernyataan Majemuk, Konvers, Invers dan Kontraposisi
serta Tautologi dan Kontradiksi.
Tahap IV CRI, tentang Kesetaraan dari Pernyataan Majemuk, Konvers, Invers dan
Kontraposisi serta Tautologi dan Kontradiksi.
Kegiatan Penutup
Guru mengulang kembali
kegiatan yang telah dilakukan memberikan kesimpulan kemudian memberikan pekerjaan rumah dan menginformasikan materi
yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
f. Alat/Bahan dan Sumber
Belajar
Buku Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Kelas
6 .
LKS Matematika SD untuk Kelas VI 6B
Soal
Petunjuk:
1)
Pilihlah satu jawaban yang
tepat
2)
Berikan nilai pada setiap
soal antara 0-5 sesuai dengan tingkat keyakinan dalam menjawab soal
0 jika menjawab soal dengan semata-mata menebak
1 jika menjawab soal dengan hampir menebak
2 jika menjawab soal dengan tidak yakin benar
3 jika menjawab soal dengan yakin benar
4 jika menjawab soal dengan hampir pasti benar
5 jika menjawab soal dengan pasti benar
1.
Jika invers pernyataan p → ~q bernilai salh maka konvers
pernyataan berikut yang bernilai salah adalah….
a.
p →
q d. ~q → ~p
b.
q →
q e. ~p → ~q
c.
q →
~q
Tingkat keyakinan:
2.
ingkaran dari pernyataan
(p ∧ q) → r adalah….
a.
~p ∨
~q ∨ r d.
~p ∧ ~q ∧ r
b.
(~p ∧ ~q) ∨ r e.
.
~p ∨
~q ∧ r
c.
p ∧ q ∧ ~r
Tingkat
keyakinan:
3.
Kontraposisi
dari pernyataan
(p ∧ q) → ~r adalah…
a.
r →
(~p→ ~q) d.
(~p→ ~q) → r
b.
r →
(p→ ~q) e.
(~p→ q) → r
c.
r →
(~p→ q)
Tingkat keyakinan…
4.
Invers
dari p
→ (q→
r)
ekuivalen dengan…a.
q ∨ (p
∧ ~r) d.
p ∧ (q ∨
~r)
b.
p ∨ (q
∧ ~r) e.
q ∧ (r ∨
~p)
c.
q ∧ (p ∨
~r)
Tingkat keyakinan…
5.
Konvers p
→ (q ∨
r) ekuivalen dengan…
a.
(p
∧ q)
→ p d. ~p →
~(p ∨
q)
b.
(p ∨
q)
→ p e. ~(p ∨
q)
→ ~pc.
(p ∨
q)
→ ~p
Tingkat keyakinan…
6.
Perhatikan kalimat “jika
ia berusaha maka ia berhasil”. Kontraposisi dari kalimat ini adalah…
a.
“jika ia tidak berusaha
maka ia tidak berhasil”
b.
“jika ia berhasil maka ia
berusaha”
c.
Jika ia tidak berhasil
maka ia tidak berusaha”
d.
“ia tidak berusaha tetapi
ia berhasil”
e.
“ia tidak berusaha tetapi
ia tidak berhasil”
Tingkat keyakinan…
7.
Diketahui dua buah
hipotesis
Hipotesis 1: jika Badu
seorang pegawai negeri maka ia mendapat gaji bulanan
Hipotesis 2: Badu seorang pegawai negeri
Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua hipotesis
tersebut adalah…
a.
Badu seorabg pegawai
negeri
b.
Badu seorang pegawai
swasta
c.
Badu mendapat gaji bulanan
d.
Badu tidak mendapat gaji
bulanan
e.
Badu mendapat gaji bulanan
ataupun tidak
Tingkat keyakinan…
dst
.
Penilaian
CRI
Ketentuan untuk perorangan siswa dan untuk setiap
pertanyaan yang diberikan didasarkan pada kombinasi dari jawaban benar atau
salah dan tinggi rendahnya CRI. Untuk suatu pertanyaan yang diberikan, total
CRI untuk jawaban salah diperoleh dengan cara menjumlahkan CRI dari semua siswa
yang jawabannya salah untuk pertanyaan tersebut. Rata-rata CRI untuk jawaban
salah untuk suatu pertanyaan yang diberikan diperoleh dengan cara membagi
jumlah CRI untuk jawaban salah tiap siswa dengan jumlah siswa yang jawabannya
salah untuk pertanyaan tersebut.
Dengan cara yang sama
total CRI untuk jawaban benar diperoleh dengan menjumlahkan CRI dari semua
siswa yang jawabannya benar untuk pertanyaan tersebut. Sedangkan rata-rata CRI
untuk jawaban benar suatu pertanyaan yang diberikan diperoleh dengan cara
membagi jumlah CRI untuk jawaban benar tiap siswa dengan jumlah siswa yang
jawabannya benar utuk pertanyaan tersebut.
Ketentuan Untuk Membedakan
Antara Tahu Konsep, Miskonsepsi Dan Tidak Tahu Konsep
Kriteria Jawaban Siswa
|
Cri Rendah (<2,5)
|
Cri Tinggi (>2,5)
|
Jawaban Benar
|
Tidak Tahu Konsep
(Lucky Guess/Menebak)
|
Menguasai Konsep Dengan Baik
|
Jawaban Salah
|
Tidak Tahu Konsep
(Lucky Guess/Menebak)
|
Miskonsepsi
|
Tabel diatas menjelaskan bahwa jika
siswa menjawab benar dengan CRI rendah maka menandakan bahwa siswa tidak tahu
konsep, jika siswa menjawab benar dengan CRI tinggi maka menunjukkan bahwa
siswa memahami konsep dengan baik dan jika siswa menjawab salah dengan CRI
rendah maka menandakan siswa tidak tahu konsep. Sementara jika siswa mwnjawab
salah dengan CRI tinggi maka menandakan siswa mengalami miskonsepsi.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan paparan
diatas dapat diketahui bahwa Certainty of Response Index (CRI) merupakan teknik untuk
mengukur miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau
kepastian seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. CRI
biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap
jawaban suatu soal. Tingkat kepastian jawaban tercermin dalam skala CRI yang
diberikan, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan konsep pada diri responden
dalam menjawab suatu pertanyaan, dalam hal ini jawaban biasanya ditentukan atas
dasar tebakan semata. Sebaliknya CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan
kepastian konsep yang tinggi pada diri responden dalam menjawab pertanyaan,
dalam hal ini unsur tebakan sangat kecil. Seorang responden mengalami
miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat dibedakan secara sederhana dengan cara
membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal.
Sebagai suatu metode CRI juga memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihannya diantaranya yaitu:
1. Dapat
membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak tahu konsep. Dengan
dapat teridentifikasinya seorang siswa mengalami miskonsepsi atau tidak tahu
konsep maka dapat ditentukan dengan mudah langkah untuk mengatasinya.
2. Tidak terlalu sulit dalam proses persiapan
dan pelaksanaannya.
3. Mudah dan cepat dalam penganalisisan.
Selain itu CRI
juga memiliki kelemahan yaitu:
1. Ketidakjujuran siswa dalam menjawab
pertanyaan yang berpengaruh terhadap penganalisisan.
2. Terjadinya kesalahan dalam pengisian CRI.
3. Penganalisisan hasil CRI akan mengalami
kesulitan jika belum mengetahui cara perhitungan CRI.
Kak mau nanya, buat model cri ini ada bukunya enggak ya
BalasHapus