BAB
I
PENDAHULUAN
Pembelajaran
matematika saat ini juga masih cenderung menggunakan pendekatan konvensional.
Pendekatannya lebih ditekankan pada keterampilan berhitung daripada penguasaan
konsep-konsep matematika. Akibatnya keterampilan berpikir tinggi seperti
kemampuan kreatif matematika dan kemampuan pemecahan masalah kurang berkembang.
Menurut
Hariman (Huda, 2011), berpikir kreatif adalah suatu pemikiran yang berusaha
menciptakan gagasan yang baru. Berpikir kreatif dapat juga
diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk
membangun ide atau pemikiran yang baru. Pendapat lain dari Pehkonen
(Huda,2011), beliau memandang berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari
berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih
dalam kesadaran.
Berkaitan
dengan masalah ini maka diperlukan suatu upaya nyata untuk menggunakan
pendekatan atau model pembelajaran yang berbasis pada pengembangan kreativitas
dan pemecahan masalah matematika. Menurut Pehkonen (Mahmudi, 2010:3),
kreativitas tidak hanya terjadi pada bidang-bidang tertentu, seperti seni,
sastra, atau sains, melainkan juga ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan
termasuk matematika. Pembahasan mengenai kreativitas dalam matematika lebih
ditekankan pada prosesnya, yakni proses berpikir kreatif.
Suatu model
pembelajaran yang berbasis berpikir kreatif dan pemecahan masalah adalah model
Treffinger. Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang
menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran
praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Dengan melibatkan, baik ketrampilan
kognitif maupuan afektif pada setiap tingkat dari model ini, model Treffinger
menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong
belajar kreatif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Model Pembelajaran
Treffinger
Model Treffinger untuk Mendorong
Belajar Kreatif merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah
kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai
keterpaduan. Denagan melibatkan, baik keterampilan kognitif maupun afektif pada
setiap tingkat pada model ini, Treffinger menunjukan saling hubungan dan
ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif.
Apa yang dimaksudkan dengan belajar
kreatif? Apa yang dimaksudkan dengan belajar pada umumnya? Belajar dapat
dibatasi sebagai suatu perubahan perilaku yang relatif tetap yang terjadi
sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan belajar kreatif berhubungan erat
dengan penghayatan terhadap pengalaman belajar yang sangat menyenangkan.
Menurut Donald J. Treffinger dalam bukunya Encoureging Creative Learning for
The Gifted and Talented, belajar kreatif (creative learning) adalah
proses pembelajaran yang mengupayakan proses belajar mengajar dibuat
sekomunikatif mungkin sehingga situasi belajar menjadi menyenangkan bagi siswa
(1980 :1). Dalam pembelajaran ini, penyajian materi dilakukan melalui
permainan, diskusi, bermain peran, dan lain-lain. Dengan demikian siswa tidak
semata-mata dituntut untuk belajar sesuatu materi dari suatu bahan ajar. Dampak
dari hal tersebut di atas adalah memotivasi kreativitas siswa dan pada akhirnya
siswa akan mendapatkan rasa senang, puas dan pengalaman terbaik dalam hidupnya.
Torrance dan
Myers, dikutip oleh Treffinger berpendapat bahwa belajar kreatif adalah “menjadi
peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur
yang tak ada, ketidakharmonisan, dan sebagainya; mengumpulkan informasi yang
ada; mengidentifikasi (menemutunjukkan) unsur-unsur yang belum lengkap, mencari solusi, membuat hipotesis,
memodifikasi dan menguji ulang; menyempurnakannya; dan akhirnya
mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil-hasilnya” (1980:5).
Torrance dan Myers juga melihat proses belajar kreatif
sebagai :
“Keterlibatan dengan sesuatu yang berarti. Rasa ingin tahu dan ingin mengetahui dalam kekaguman, ketidaklengkapan, kekacauan, kerumitan, ketidakselarasan, ketidakteraturan, dan sebagainya. Kesederhanaan dari struktur atau mendiagnosis suatu kesulitan dengan mensintesiskan informasi yang telah diketahui, membentuk kombinasi baru, atau mengidentifikasi kesenjangan. Merinci dan mendivergensi dengan menciptakan alternatif-alternatif baru, kemungkinan-kemungkinan baru, dan sebagainya. Mempertimbangkan, menilai, memeriksa, dan menguji kemungkinan. Menyisihkan pemecahan yang tidak berhasil, salah, dan kurang baik. Memilih pemecahan yang paling baik dan membuatnya menarik atau menyenangkan secara estetis. Mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada orang lain” (Treffinger, 1980 :6).
“Keterlibatan dengan sesuatu yang berarti. Rasa ingin tahu dan ingin mengetahui dalam kekaguman, ketidaklengkapan, kekacauan, kerumitan, ketidakselarasan, ketidakteraturan, dan sebagainya. Kesederhanaan dari struktur atau mendiagnosis suatu kesulitan dengan mensintesiskan informasi yang telah diketahui, membentuk kombinasi baru, atau mengidentifikasi kesenjangan. Merinci dan mendivergensi dengan menciptakan alternatif-alternatif baru, kemungkinan-kemungkinan baru, dan sebagainya. Mempertimbangkan, menilai, memeriksa, dan menguji kemungkinan. Menyisihkan pemecahan yang tidak berhasil, salah, dan kurang baik. Memilih pemecahan yang paling baik dan membuatnya menarik atau menyenangkan secara estetis. Mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada orang lain” (Treffinger, 1980 :6).
Sebagaimana halnya dengan pengalaman
belajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif siswa terlibat secara
aktif dan ingin mendalami bahan yang dipelajari. Dalam proses belajar secara
kreatif digunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah
dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses berpikir konvergen
(proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat), berpikir
kritis Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif (Treffinger, 1986)
menggambarkan susunan tiga tingkat yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan
menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Seperti dalam
Model Penggayaan Renzulli (Renzulli, 1977, dikutip oleh Parke), siswa terlibat
dalam kegitan membangun keterampilan pada dua tingkat pertama untuk kemudian
menangani masalah kehidupan nyata pada tingkat ketiga.
Ciri-Ciri
Model Pembelajaran Treffinger
Model pembelajaran Treffinger
telah dapat menumbuhkan kreativitas siswa, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
§
Lancar dalam menyelesaikan
masalah.
§
Mempunyai ide jawaban lebih
dari satu.
§
Berani mempunyai jawaban
"baru".
§
Menerapkan ide yang dibuatnya
melalui diskusi dan bermain peran.
§
Membuat cerita dan menuliskan
ide penyelesaian masalah.
§
Mengajukan pertanyaan sesuai
dengan konteks yang dibahas.
§
Menyesuaikan diri terhadap
masalah dengan mengidentifikasi masalah.
§
Percaya diri, dengan bersedia
menjawab pertanyaan.
§
Mempunyai rasa ingin tahu
dengan bertanya.
§
Memberikan masukan dan terbuka
terhadap pengalaman.
§
Kesadaran dan tanggung jawab
untuk menyelesaikan masalah.
§
Santai dalam menyelesaikan
masalah.
§
Aman dalam menuangkan pikiran.
§
Mengimplementasikan soal cerita
dalam kehidupannya, dan mencari sendiri sumber untuk menyelesaikan masalah.(http://yusrin orbit.blogspot.com/2012/04/pembelajaran
–kreatif.html)
Modifikasi Konten, Proses, Produk
dan Lingkungan
Model Mendorong Belajar Kreatif dari
Trefffinger paling efektif jika diadaptasi untuk penggunaan kerikulum secara
menyeluruh, karena memungkinkan modifikasi baik dari konten, proses, produk,
maupun lingkungan. Namun, kekuatannya yang terbesar adalah dalam modifikasi
proses dan produk.
Dalam model ini baik proses kognitif
maupun afektif dikembangkan dengan rentangan dalam tingkat kompleksitas. Siswa
yang lebih cepat mengusai keterampilan tingkat I atau tingkat II dapat
melanjutkan kegiatan tingkat III, menerapkan apa yang telah mereka ketahui
terhadap masalah atau keadaan baru yang berbeda dalam hidup mereka. Dengan demikian
siswa belajar keterampilan yang beragam dan mampu menggunakannya jika
diperlukan.
Produk belajar juga membuka dimensi baru. Produk belajar tidak
hanya menyangkut perkembangan keterampilan baru, tetapi menggunakan ketermpilan
itu untuk tantangan kehidupan nyata. Jadi, produk belajar adalah baik masalah
yang dipecahkan maupun belajar proses memecahkan masalah. Dengan menggunakan
ketiga tingkat dari model Treffinger, siswa membangun keterampilan menggunakan
kemampuan kreatif mereka dan menemukan penyaluran untuk mengungkapkan
kreativitas selama hidup.
Penggunaan Model Treffinger
Mungkin sumbangan terbesar dari
model mendorong belajar kreatif adalah terhadap pengembangan kurikulum siswa
berbakat yang menunjukan peningkatan dari keterampilan tidak terbatas pada
keterampilan dasar. Model ini menunjukan secara grafis bahwa belajar kreatif
mempunyai tingkat dari yang relatif sederhana sampai dengan yang majemuk. Anak
berbakat kreatif dapat menguasai keterampilan tingkat I dan tingkat II lebih
cepat dari siswa lainnya. Bagi mereka proporsi waktu dan energi untuk tingkatan
yang rendah dapat dikurangi. Semua siswa didalam kelas dapat dilibatkan dalam
kegiatan tingkat I dan II, tatapi hanya beberapa yang dapat melanjutkan ke
tahap penerapan (tigkat III).
Disamping itu, model ini hendaknya
digunakan secara menyeluruh dalam kurikulum. Berfikir kreatif merupakan bagian
dari semua subjek yang diajarkan di sekolah. Kemajuan dalam profesi diperoleh
melalui proses kreatif. Oleh karena itu model ini dapat diterapkan pada semua
segi dari kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan konflik sampai dengan
pengembangan teori ilmiah. Siswa akan melihat kemampuan mereka untuk
menggunakan kreativitas dalam hidup dan diberi kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan mereka dalam lingkungan yang mendorong dan memungkinkan penggunaannya
(Munandar, 2004:172-175).
Selain memiliki sintak-sintak
pembelajaran, model pembelajaran inipun memiliki karakteristik-karakteristik.
Karakteristik pertama dari model pembelajaran Treffinger ini adalah melibatkan
siswa dalam suatu permasalahan dan menjadikan siswa sebagai partisipan aktif
dalam pemecahan masalah.
Masalah yang dihadapkan pada siswa
ini diperoleh melalui data atau fakta-fakta yang disajikan pada siswa yang
dapat menunjukkan fenomena atau gejala fisis yang dapat disajikan secara
konseptual. Selanjutnya masalah tersebut dapat diselesaikan melalui kegiatan
penyelidikan (investigation) dan penemuan (inquiry). Karakteristik yang paling dominan dari model
pembelajaran Treffinger ini adalah mengintegrasikan dimensi kognitif dan
afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk
memecahkan permasalahan (Sarson, 2005:23). Artinya siswa diberikan keleluasaan
untuk berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara
yang ia kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang
ditempuh oleh siswa ini tidak keluar dari permasalahan.
Ciri yang lain adalah siswa melakukan
penyelidikan untuk memperkuat gagasannya/hipotesisnya. Artinya siswa harus
berperan aktif dalam menyelesaikan masalah melalui penyelidikan yang didasarkan
metode ilmiah. Kegiatan penyelidikan merupakan suatu kebutuhan dalam memahami
suatu konsep. Siswa diarahkan untuk menemukan dan membangun sendiri konsepnya.
Menemukan dalam hal ini bukanlah menemukan dalam arti menemukan hal yang baru
melainkan hanya reinvitation.
Diharapkan dari kegiatan ini siswa
dapat mengumpulkan dan menganalisis informasi serta menarik kesimpulan. Ciri
berikutnya adalah siswa menggunakan pemahaman yang telah diperoleh untuk
memecahkan permasalahan lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Artinya setelah siswa memperoleh pemahaman dari hasil penyelidikan, siswa
selanjutnya mengaplikasikan konsep yang telah ia milki pada persoalan yang
lain. Satu lagi ciri lain yang membedakan model ini dengan model pembelajaran
yang lain adalah model pembelajaran yang sangat fleksibel, dikarenakan tidak
harus selalu menggunakan setiap tahapan yang ada pada model ini. Kita bisa menggunakan
tahapan-tahapan yang kita perlukan saja. Selain itu juga, tahapannya tidak
harus berurut, bisa maju ke tahap berikutnya dan kembali lagi ke tahap
sebelumnya, hal tersebut disesuaikan dengan tujuan yang kita inginkan.
(repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_040201_chapter2).
Treffinger memberikan empat alasan mengapa belajar kreatif itu
penting:
1. Belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil-guna
jika kita tidak bersama mereka. Belajar kreatif adalah aspek penting dari upaya
kita membantu siswa agar mereka lebih mampu menangani dan mengarahkan belajar
bagi mereka sendiri. Dengan pesatnya perubahan masyarakat dan teknologi, kita
tidak mungkin mengajarkan anak-anak sesuatu yang harus mereka tahu untuk hari
depan mereka. Kita pun tidak hanya mengajarkan agar anak-anak dapat mengulang
kembali ide-ide. Kita mengharapkan anak-anak dapat belajar hal-hal yang
berharga dan bermanfaat bagi dirinya sehingga mereka mampu dan siap menghadapi
masalah-masalah pada waktu kita tidak bersama mereka.
2. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan
untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu kita ramalkan, yang timbul di
masa depan. Dunia kita cepat sekali berubah. Pada sepuluh tahun terakhir ini
kita saksikan perkembangan yang cepat di segala bidang : teknologi, ekonomi,
sosial, pendidikan, dan sebagainya. Masalah-masalah yang kita hadapi sekarang
ini sangat berbeda dengan masalah-masalah yang kita hadapi dua puluh tahun yang
lalu.
3. Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar
dalam kehidupan kita. Banyak pengalaman belajar kreatif yang lebih daripada
sekedar hobi atau hiburan bagi kita. Kita makin menyadari bahwa belajar kreatif
dapat mempengaruhi, bahkan mengubah karir dan kehidupan pribadi kita. Di
samping itu, belajar kreatif dapat menunjang kesehatan jiwa dan kesehatan jasmani
kita.
4. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan
kesenangan yang besar. Terdapat gambaran yang salah tentang orang-orang yang
amat kreatif. Mereka dikenal sebagai orang yang terganggu pikirannya, hidup
menyendiri, tidak bisa bergaul, dan tidak dapat menangani tekanan hidup.
Gambaran semacam ini dapat pula kita temukan pada orang-orang yang tidak
kreatif. Banyak orang kreatif menjadi orang yang terkenal, penuh semangat, dan
berbahagia. Semangat mereka terhadap pekerjaannya dan terhadap gagasan-gagasannya
dapat langsung kita saksikan, dan kesenangan mereka terhadap belajar kreatif
dapat menular kepada kita (Treffinger,1980: 9-13).
Di samping alasan-alasan yang disampaikan Treffinger itu, dapat pula
dikemukakan alasan bahwa belajar kreatif memungkinkan timbulnya ide-ide baru,
cara-cara baru, dan hasil-hasil baru yang dapat memberikan sumbangan yang
berharga bagi kehidupan. Nursisto yang mengutip pendapat David Campbell,
menyatakan bahwa orang yang kreatif memiliki kelincahan mental, bisa berpikir
dari segala arah, maupun ke segala arah. Mereka juga mempunyai keluwesan
konseptional, orisinalitas, menyukai kompleksitas daripada simplisitas, serta
mempunyai latar belakang yang merangsang (Nursisto,2000:2). Menurut Bambang
Kaswanti Purwo, orang yang kreatif tidak mengandalkan diri pada daya hafal,
tetapi pada kemampuan untuk melihat apa yang tidak dilihat orang lain,
kemampuan untuk menghubung-hubungkan berbagai hal atau benda yang kelihatannya
tidak saling berkaitan (Purwo.K,1997:33).
B.
Prinsip Model Pembelajaran
Treffinger
Karena
model pembelajaran treffinger merupakan salah satu cabang dari model
pembelajaran kooperatif maka Menurut Nur (2000), maka prinsip dasar dalam
pembelajarannya adalah sebagai berikut :
1.
Setiap anggota kelompok (siswa)
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2.
Setiap anggota kelompok (siswa)
harus mengetahui semua anggotanya.
3.
Kelompok mempunyai tujuan yang
sama.
4.
Setiap anggota kelompok (siswa)
harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.
Setiap anggota kelompok (siswa)
akan dikenai evaluasi
6.
Setiap anggota kelompok (siswa)
berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama
proses belajarnya.
7.
Setiap anggota kelompok (siswa)
akan mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok.
C.
Kelebihan dan Kelemahan Model
Pembelajaran Treffinger
Ø Kelebihan
Model pembelajaran Treffinger ini
selain mempunyai karakteristik seperti yang telah disebutkan sebelumnya, juga
mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:
1.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-
konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan.
2.
Membuat siswa aktif dalam pembelajaran .
3.
Mengembangkan kemampuan berpikir siswa, karena disajikan
masalah pada awal pembelajaran dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk
mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri.
4.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah,
mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis dan percobaan untuk
memecahkan suatu permasalahan.
5.
Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah
dimilikinya ke dalam situasi baru (repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_040201_
chapter2).
Ø Kekurangan
Selain kelebihan , model pembelajaran Treffinger ini
mempunyai beberapa kekurangan, menurut Dess (1991:411) diantaranya:
1) Untuk materi tertentu, waktu yang
tersita lebih lama.
2) Tidak semua siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah
mengerti dengan model ceramah.
3) Tidak semua topik cocok disampaikan
dengan model ini.
4) Kalau didalam kelompok itu kemampuan
anggota heterogen, maka siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang
siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.
D.
Langkah-langkah pembelajaran model Treffinger :
Model Treffinger terdiri dari
langkah-langkah berikut: basic tools,
practice with process, dan working
with real problems .
Tingkat I, basic tools atau teknik-teknik kreativitas tingkat I (Munandar,
dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) meliputi keterampilan divergen
(Guilford, 1967, dikutip Parke, 1989) dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan
dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berfikir serta
kesediaan mengungkapakan pemikiran kreatif kepada orang lain.
v
Kegiatan pembelajaran
tingkat I, yaitu :
(1) Pemberian masalah terbuka.
(2) Siswa melakukan diskusi untuk
menyampaikan gagasan atau idenya.
(3) Guru memberikan suatu masalah terbuka dengan jawaban lebih dari satu
selesaian.
(4) Guru memberikan lembar tugas, untuk menuliskan gagasan dengan
cara mendaftar sesuai kreativitas.
Tingkat II, practice with process atau teknik-teknik krativitas tingkat II
(Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) memberi kesempatan
kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari ada tingkat I dalam
situasi praktis. Untuk tujuan ini digunakan strategi seperti bermain peran,
simulasi, dan studi kasus. Keahiran dalam berfikir kreatif menuntuut siswa
memiliki keterampilan untuk melakukan fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi,
imajinasi, dan fantasi.
v
Kegiatan pembelajaran
tingkat II, yaitu :
(1) Memberikan kegiatan yang menantang.
(2) Berdiskusi untuk bermain.
(3) Memberikan contoh analog atau
kiasan dari kata penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
(4) Memberikan suatu cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari
tentang materi yang akan diajarkan.
(5) Membuat kesimpulan terhadap penyelesaian masalah.
Tingkat III, working with real problems atau teknik kreatif tingkat III
(Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) menerapkan keterampilan
yang dipelajari dua tingkat pertama terhadap tantangan dunia nyata. Seperti
pada kegiatan Tipe III pada Model Enrichment
Triad dari Renzulli, siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara yang
bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berfikir
kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan
mereka.
v
Kegiatan pembelajaran
tingkat III, yaitu :
(1) Memberikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Siswa membuat cerita yang berkaitan dengan materi dan membuat
pertanyaan serta penyelesaian secara mandiri
(3) menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
(4) Siswa menyebutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah.
(5) Memberikan suatu masalah dalam bentuk narasi, kemudian diselesaikan
siswa sesuai dengan ide kreatifnya.
(6) Pemberian reward.
E.
Aplikasi Model Pembelajaran
Treffinger dalam Pembelajaran Matematika
Aplikasi
Model Pembelajaran Treffinger dalam Pembelajaran Matematika yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah penerapan pada bab Bilangan Pecahan
dalam Bentuk Aljabar
Berpangkat dimana materi ini diajarkan pada kelas IX di SMP / MTs. Model
pembelajaran ini dianggap cocok apabila
diterapkan pada saat latihan soal untuk melatih kemampuan dan memperdalam
pemahaman materi, sehingga siswa bisa menyerap materi secara maksimal karena di
dalam pembelajaran Treffinger ini menggabungkan tiga aspek penting yaitu
kreatif, aktif dan kognitif siswa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Demikianlah, telah penulis uraikan model pembelajaran matematika
secara Treffinger atau kreatif. Model pembelajaran yang telah penulis jabarkan
di atas, dapat diyakini bahwa kreativitas siswa akan berkembang. Jika guru
senantiasa menggunakan model pembelajaran yang mengembangkan daya kreasi siswa,
dapat diyakini pula bahwa pelajaran matematika akan dirasakan siswa sebagai
pelajaran yang menyenangkan bahkan favorit. Bila kondisi itu terjadi maka
dapatlah kita berharap mutu pembelajaran matematika akan meningkat lebih baik.
Saran :
Selamat berkreasi dalam pembelajaran matematika untuk
mengembangkan kreativitas siswa serta meningkatkan mutu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
v Dees, Robert L. “The
Role of Cooperative Learning in Increasing Problem Solving Ability in a
College Remedial Course. Journal for Research in Mathematics Education.
1991.
v Kaswanti Purwo, Bambang. Pokok-Pokok
Pembelajaran Bahasa dan Kurikulum 1994: Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat
Perbukuan Depdikbud, 1997.
v Mahmudi, A. Mengukur Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis. Makalah, Yogyakarta.2010.
v Muklis. Matematika Kelas IX SMP
dan MTs.Klaten:Intan Pariwara.2005.
v Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta: Rineka Cipta. 2004.
v Nur Muhammad. “Pembelajaran
Kooperatif”. Surabaya: IKIP Surabaya. 1996.
v Nursisto. Kiat Menggali
Kreativitas. Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 2000.
v Renzulli,J.The Three_Ring
Conception of Giftedaness:A Developmental Model for Creative Productivity.In
R.J.Stenberg and J.E.Davidson(eds), Conception of Giftedaness New York :
Cambridge University Press.1977.
v Semiawan, Conny. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat.
Jakarta: Gramedia.1997.
v Treffinger, D.J. Encouraging
Creative Learning for the Gifted and Talented : a handbook of methods and
technique. Ventura, California, 1980
v
http://new.kidevo.com/materi-lengkap.php?id=821
v
Huda, C. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika dengan Model Pembelajaran
TreffingerpadaMateriPokokKelilingdanLuasPersegipanjang.[Online].Tersediahttp://digilib.sunanampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--chotmilhud
9908
v repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_040201_chapter2.pdf
0 komentar:
Posting Komentar