A. Pendahuluan
Pembaharuan pendidikan atau inovasi pendidikan adalah konsep yang sering didengar dalam dunia pendidikan Indonesia. Hal ini pula yang sejak lama sudah didambakan oleh masyarakat. Usaha ke arah pembaharuan pendidikan dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan berbagai cara, antara lain melalui pengubahan kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan zaman (Fajaroh, 2003). Perubahan kurikulum telah terjadi beberapa kali, dan perubahan paling akhir adalah sesuai Peraturan Mendiknas ditetapkan kurikulum operasional Tingkat Satuan Pendidikan atau sekarang disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pembelajaran berlangsung secara efektif, peserta didik (siswa) memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya, dan produk pendidikan merupakan individu-individu yang bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan bangsa. Selain itu peserta didik berbeda dalam berbagai hal, terutama intelegensinya. Intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Banyak siswa yang prestasi belajarnya kurang bukan disebabkan oleh kemampuan intelegensi yang belum optimal. Namun hal ini lebih disebabkan kemampuan berfikir untuk memanfaatkan apa yang mereka ketahui atau disebut juga dengan kemampuan metakognisi, kurang berkembang.
Oleh karena itu 3 aspek penting dalam pelaksanaan pembelajaran yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, yaitu teaching of thinking, teaching for thinking, dan teaching about thinking harus terus ditumbuhkembangkan sehingga dibutuhkan metode pembelajaran yang menekankan pada pengalaman berfikir operasional formal yang memungkinkan seseorang untuk mempunyai tingkah laku problem solving dan sebuah konsep pembelajaran sistematik atau sering disebut juga dengan metode pembelajaran learning cycle. Dengan adanya kedua penekanan ini diharapkan siswa akan dapat mengembangkan keterampilan metakognisinya sehingga menyebabkan prestasi belajarnya meningkat.
B. Pengertian Learning Cycle
Model Learning Cycle pertama kali dikenalkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study (SCIS). Model siklus belajar (Learning Cycle) merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siklus belajar merupakan tahapan-tahapan kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahami kompetensi – kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.siklus belajar terdidri dari fase eksplorasi, klarifikasi dan aplikasi (Rustaman, 2005 :176).
Model siklus belajar (Learning Cycle) merupakan salah satu strategi mengajar yang menerapkan model konstruktivis (Herron, 1988 dalam Dahar, 1988: 197). Menurut paradigma konstruktivistik, belajar merupakan proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Oleh karena itu, belajar adalah kegiatan aktif pebelajar untuk membangun pengetahuannya, dimana pebelajar sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Pebelajar sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna. Dengan demikian ada upaya optimalisasi pengalaman belajar siswa melalui penerapan model siklus belajar.
Berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale, bahwa pengalaman yang paling tinggi nilainya adalah direct purposeful experience, yaitu pengalaman yang diperoleh dari hasil kontak langsung dengan lingkungan, objek, binatang, manusia dan sebagainya, dengan cara melakukan perbuatan langsung. Sedangkan verbal symbol yang diperoleh melalui penuturan dengan kata-kata merupakan pengalaman belajar yang paling rendah tingkatannya. Oleh karena itu, agar pembelajaran dapat memberikan pengalaman yang lebih berarti bagi siswa, maka perlu dirancang model pembelajaran yang dapat membawa siswa kepada pengalaman yang lebih konkrit. Hal ini, karena setiap siswa mempunyai cara yang optimal dalam mempelajari informasi tertentu. (DePorter dan M. Hernacki, 2002: 110).
Beberapa siswa perlu diberikan cara-cara yang lain, yang berbeda dengan metode mengajar yang pada umumnya disajikan. Oleh karena itu guru dituntut dapat mengembangkan kreativitasnya untuk menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir, daya analisis, dan hasil belajar siswa. Salah satu keterampilan berpikir yang signifikan ditumbuhkembangkan dalam konteks pembelajaran di sekolah adalah keterampilan berpikir kritis. Peningkatan keterampilan berpikir kritis sangat bersinergi dengan kemampuan pemahaman konsep siswa terhadap materi-materi pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, maka model siklus belajar relevan diterapkan dalam pembelajaran di sekolah.
Model siklus belajar pertama kali dikembangkan oleh Robert Karplus dari Universitas California, Barkley tahun 1970-an. Karplus mengidentifikasi adanya tiga fase yang digunakan dalam model pembelajaran ini yaitu preliminary exploration, invention, dan discovery. Berkaitan dengan tiga fase dalam learning cycle, Charles Barman dan Marvin Tolman menggunakan istilah exploration, concept introduction, dan concept application. Joseph Abruscato menggunakan istilah exploration, concept acquisition, dan concept application. Sedangkan Edmund Marek menggunakan istilah exploration, term introduction, dan concept application (Dasna, 1997: 201). Walaupun disebutkan dengan istilah yang berbeda, namun pada dasarnya mempunyai makna yang sama. Bahkan, model siklus belajar yang terdiri dari tiga fase tersebut selanjutnya dikembangkan dan diperinci kembali sehingga muncullah model siklus belajar lima fase (5E) yang meliputi: engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation (Dasna dan Sutrisno, 2004:205).
Oleh karena model siklus belajar adalah suatu model pembelajaran yang dilandasi oleh paradigma konstruktivistik, maka mengajar merupakan proses untuk mengubah gagasan-gagasan yang telah dimiliki peserta didik. Model siklus belajar adalah model pembelajaran yang dilaksanakan dengan tiga fase, yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Kegiatan pembelajarannya dilakukan baik secara individual maupun berkelompok. Namun, secara umum langkah-langkah pembelajarannya, meliputi 1) menyelidiki suatu fenomena dengan bimbingan minimal, untuk membawa siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang diselidiki (fase eksplorasi), 2) mendiskusikan konsep-konsep yang berhubungan dengan fenomena yang diselidiki (fase pengenalan konsep), dan 3) menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk penyelidikan lebih lanjut (fase aplikasi konsep). Implementasi ketiga fase pembelajaran pada siklus belajar tersebut, berpotensiuntuk melibatkan lebih banyak indera siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu indera saja. Jika permasalahan telah terdefinisikan secara matematis dalam suatu pembelajaran, maka perlu divisualisasikan atau digambarkan secara komprehensip. (Dryden dan Jeannette, 2002: 195). Akibatnya, kemampuan daya analisis siswa berkembang, sehingga akan memunculkan kreativitas siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi guru saat ini yakni bagaimana membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir (thinking skills), melangkah dari pengalaman konkret ke berpikir abstrak yang dapat menghasilkan “loncatan intuitif” melalui sebuah desain pembelajaran aktif. Piagetian-based education mengakui pentingnya menyiapkan lingkungan di mana anak dapat melangkah dari pengalaman konkret menuju ke menemukan konsep, dan mengaplikasikan konsep. Mengetahui sebuah objek atau peristiwa, tidak sesederhana melihatnya dan menggambarkannya. Mengetahui objek berarti berbuat terhadapnya, memodifikasinya, mentransformasi dan memahami proses transformasinya, dan sebagai konsekuensi dari pemahaman terhadap objek adalah mengkontruksinya.
Pembelajaran meliputi tiga hal utama yaitu fakta, konsep dan nilai. Fakta-fakta yang dieksplorasi harus dapat dikonseptualisasi untuk melahirkan nilai-nilai yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Dengan demikian, ketika anak belajar maka sesungguhnya diharapkan dapat melatih dan mengembangkan skill belajar (soft skill) yang meliputi self management skills, thinking skills, research skills, communication skills, social skills, dan problem solving skills.
Dengan semakin meningkatnya tantangan kehidupan di masa depan, menuntut pengembangan teori dan siklus belajar secara berkesinambungan. Siklus belajar yang dikembangkan dalam sebuah sistem pembelajaran menentukan terbentuknya karakter yang diharapkan pada diri anak. Karakter berpikir yang kreatif dan membebaskan dapat menjadi modal utama bagi anak untuk menjadi manusia mandiri dalam kehidupan masa depan yang kompetitif. Proses pembelajaran yang berkarakter, membiasakan anak belajar dan bekerja terpola dan sistematis, baik secara individual maupun kelompok dengan lingkungan yang menyediakan ruang bagi anak untuk berkreasi dan mencipta.
Model siklus belajar (Learning Cycle) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis (Wena, 2011 : 170). Menurut Suparno Trianto (2010 : 75) salah satu prinsip pendekatan kontruktivis adalah proses pembelajaran berpusat pada siswa dan tekanan dalam proses belajar lebih pada bukan hasil belajar melainkan proses belajar. Hal ini sesuai dengan implikasi dari pandangan kontruktivisme di sekolah ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari fikiran guru kesiswa. (Rustaman, 2005:170).
Siklus belajar merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis yang pada mulanya terdiri dari 3 tahap, yaitu : eksplorasi (eksploration), pengenalan konsep (concept Introduction) dan peneran konsep (concept aplication). Pada proses selanjutnya, 3 tahap tersebut mengalami perubahan menjadi 5 tahap. Lorbarch dalam Wina ( 2011:170) menyatakan bahwa 3 tahap siklus belajar dikembangkan menjadi 5 tahap, yang terdiri atas pembangkitan minat (engagement), eksplorasi (eksploration), penjelasan (explanation), elaborasi (elaboration) dan evaluasi (evaluation).
C. Tahapan Learning Cycle
Untuk membentuk karakter kreatif dan produktif menuju terciptanya kemandirian bagi anak, maka dikembangkan siklus belajar yang meliputi lima aspek pengalaman belajar sebagai berikut:
1) Exploring, merespon informasi baru, mengeksplorasi fakta-fakta dengan petunjuk sederhana, melakukan sharing pengetahuan dengan orang lain, atau menggali informasi dari guru, ahli/pakar atau sumber-sumber yang lain.
2) Planning, menyusun rencana kerja, mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan, menentukan langkah-langkah, desain karya dan rencana lainnya.
3) Doing/acting, melakukan percobaan, pengamatan, menemukan, membuat karya dan melaporkan hasilnya, menyelesaikan masalah.
4) Communicating, mengkomunikasikan/mempresentasikan hasil percobaan, pengamatan, penemuan, atau hasil karyanya, sharing dan diskusi.
5) Reflecting, mengevaluasi proses dan hasil yang telah dicapai, mencari kelemahan-kekurangan guna meningkatkan efektivitas perencanaan
Siklus Belajar (Learning Cycle) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pembelajar (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application) (Karplus dan Their dalam Renner et al, 1988).
? Fase exploration
Pada tahap eksplorasi, pembelajar diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain.
? Fase concept introduction / Expalanation
Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi.
? Fase concept application (elaboration)
Siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan
Lorsbarch 2002 dalam Wena (2011:171) tahapan pembelajarn Learning Cycle adalah sebagai berikut :
a. Pembangkitan Minat (engagement)
Tahap pembangkit minat merupakan tahap awal dari siklus belajar. Pada tahap ini guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang berhubugan dengan topik bahasan). Dengan demikian siswa akan memberikan respon kemudian jawaban siswa tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang topik bahasan. Kemudian guru perlu mengidentifikasi ada atau tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Dalam hal ini guru harus membangun keterkaitan antara pengalaman keseharian pada siswa dengan topik pembahasan yang akan dibahas.
b. Eksplorasi (eksploration)
Eksplorasi merupakan tahap ke-2 model siklus belajar. Pada tahap eksplorasi dibentuk kelompok-kelompok kecil antara 2-4 siswa, kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa pembelajaran langsung dari guru. Dalam kelompok ini siswa didorong untuk menguji dan membuat hipotesis baru, melakukan dan mencatan pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang di kelompok kecil. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Pada dasarnya tujuan tahap ini adalah mengecek pengetauan yang dimiliki iswa apakah sudah benar, masih salah atau mungkin sebagian sala sebagian benar.
c. Penjelasan (explanation)
Penjelasan merupakan tahap ke-3 pada model siklus belajar. Pada tahap penjelasan, guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat /pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa dan mendengar secara kritis antar siswa atau guru. Dengan adanya diskusi tersebut, guru memberi didkusi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas, dengan memakai enjelasan siswa yang terdahulu sebgai dasar diskusi.
d. Elaborasi (elaboration)
Elaborasi merupakan tahap ke-4 model pembeljran siklus. Pada tahap elaborasi siswa, menerapkn konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Dengan demikian, siswa akan dapat belajar secara bermakna karena telah dapat menerapkan/mengaplikasikan konsep yang baru dipelajari dalam situasi yang baru. Jika tahap ini dapat dirancang dengan baik oleh guru maka motivasi belajar siswa tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
e. Evaluasi(evaluation)
Evaluasi merupakan tahap akhir dari siklus belajar. Pada tahap evaluasi, guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan konsep baru. Siswa dapt meakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban dengan menggunakan observasi, bukti, penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi tentang proses penerapan metode siklus belajar yang sedang diterapkan, apakah sudah berjalan sangat baik, cukup baik atau masih kurang. Demikian pula melalui evluasi diri, siswa akan dapat mengetahui kekurangan dan kemajuan dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan.
Berdasarkan tahapan dalam strategi pembelajaran Learning Cycle seperti yang telah dipaparkan, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dpat berperan aktif untuk menggali, mengaanalisis, mengevaluasi pemahaman terhadap konsep yng dipelajari. Perbedaan mendasar antara model pembelajaran Learning Cycle dengan pembelajaran konvensional adalah guru lebih banyak bertanya daripada memberi tahu.
D. Macam – Macam Learning Cycle
Menurut Lawson (1988), terdapat tiga macam siklus belajar, yakni deskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis-deduktif (Dahar, 1988: 198). Ditinjau dari segi penalaran, siklus belajar deskriptif menghendaki pola-pola deskriptif, seperti seriasi, klasifikasi, dan konservasi. Siklus belajar hipotesis-deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi, seperti mengendalikan variabel, penalaran korelasional, dan penalaran hipotetis-deduktif. Sedangkan siklus belajar empiris-induktif bersifat intermediet, yakni penggabungan antara pola-pola
deskriptif dan tingkat tinggi.
Dalam siklus belajar deskritif, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, dan ini merupakan fase eksplorasi. Guru memberi nama pada pola tersebut, dimana kegiatan ini termasuk fase pengenalan konsep. Selanjutnya, pola tersebut ditentukan dalam konteks-konteks lain yang merupakan fase aplikasi konsep. Bentuk siklus belajar deskriptif hanya memberikan sebatas apa yang diamati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatannya (Dahar, 1988: 199).
Dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, yang merupakan fase eksplorasi. Selanjutnya, para siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya pola tersebut, sehingga diperlukan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Dengan bimbingan guru, para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk mengetahui apakah sebab-sebab yang dihipotesiskan sesuai dengan data dan fenomena lain yang dikenal, dan ini merupakan fase aplikasi konsep. Dengan demikian dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa melakukan pengamatan secara deskriptif, mengemukakan sebab dan menguji sebab-sebab tersebut (Dahar, 1988: 199).
Dalam siklus belajar hipotesis-deduktif, pembelajaran dimulai dengan suatu pertanyaan sebab, kemudian para siswa merumuskan jawaban-jawaban atau hipotesis-hipotesis yang mungkin. Selanjutnya, para siswa menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis tersebut dan merencanakan dan melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hoptesis, dimana kegiatan ini termasuk fase eksplorasi. Analisis hasil eksperimen menyebabkan hipotesis ditolak atau diterima sehingga konsep-konsep dapat diperkenalkan, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Akhirnya, dilakukan penerapan konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan pada situasi-situasi lain, dimana kegiatan ini termasuk fase aplikasi konsep.
E. Fase-fase Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle)
Menurut Abraham (et al, 1986) dalam pembelajaran model siklus belajar (learning cycle) terdapat 3 fase penting yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan penerapan konsep.
1) Fase eksplorasi
Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi materi secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati, membandingkan, mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang lainnya, sehingga menemukan konsep-konsep penting sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Ada kalanya konsep yang ditemukan sudah sesuai dengan konsepsi awal mereka sehingga langsung diasimilasikan ke dalam struktur kognitifnya tetapi ada juga konsep yang tidak sesuai sehingga menimbulkan konflik kognitif. Melalui diskusi dan bertanya pada teman maupun guru, siswa mengakomodasi konsep tersebut untuk dapat diasimilasikan. Dengan cara demikian siswa mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Pada fase ini aktivitas kebanyakan dilakkan oleh siswa sedang guru hanya memberikan orientasi tentang apa yang harus dilakukan siswa, mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan kegiatan siswa, memberikan motivasi, serta mengidentifikasi dan membimbing siswa yang mengalami konflik kognitif. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan guru membimbing siswa mengumpulkan data untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari. Disinilah guru mempunyai banyak peluang untuk melatih keterampilan proses dan sikap ilmiah para siswa sesuai dengan apa yang ditargetkan dalam rencana pembelajaran.
Pada fase eksplorasi, siswa terlibat secara aktif untuk mengeksplorasi objek, peristiwa atau situasi menarik melalui pengamatan (observasi) atau penggunaan panca indera. Melalui kegiatan dalan fase ini, siswa diharapkan mampu menetapkan hubungan-hubungan, mengamati pola, mengidentifikasi variabel dan bertanya tentang suatu peristiwa. Tujuan dari fase eksplorasi ini adalah melibatkan siswa secara aktif dalam suatu kegiatan yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, motivasi untuk belajar, berinteraksi dengan teman dan guru serta meningkatkan komunikasi yang bermakna dalam mengembangkan konsep tertentu (Dasna dan Sutrisno, 2004). Serangkaian kegiatan belajar yang dapat dilakukan siswa pada fase eksplorasi, seperti: melakukan pengamatan (observasi), membaca uraian, membaca dan menganalisa artikel, membaca tabel dan berdiskusi
2) Fase Pengenalan Konsep
Pada fase pengenalan kosnep peran guru lebih dominan. Dengan menggunakan metode yang sesuai, guru membantu siswa mengidentifikasi konsep, prinsip, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan pengalaman pada fase eksplorasi. Dalam tahap ini guru berperan lebih tradisional. Guru mengumpulkan informasid ari murid-murid yang berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi. Bagian pelakaran ini merupakan waktu untuk menyusun pembendaharaan kata. Materi-materi seperti buku, alat pandang dengar dan materi tertulis lainnya diperlukan untuk penyusunan konsep.
Pada fase pengenalan konsep, siswa diberi paparan untuk memperkenalkan konsep inti pelajaran yang dikaitkan langsung dengan fase eksplorasi. Dalam fase ini guru membimbing siswa untuk mempresentasikan data yang telah diperoleh pada fase eksplorasi. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mendapatkan penjelasan tentang konsep yang ditemukan dan memperoleh informasi yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Berbagai kegiatan pembelajaran dapat digunakan dalam fase ini seperti: penggunaan bacaan kutipan dari buku teks, contoh soal, dan model pengayaan lain untuk memperjelas konsep yang telah ditemukan sebelumnya. Uraian pengayaan diarahkan untuk menyamakan presepsi, definisi atau hubungan antar konsep (Dasna dan Sutrisno, 2004).
3) Fase Penerapan Konsep
Fase terakhir adalah penerapan konsep. Pada fase ini siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan berbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas. Pada fase ini, peserta didik diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkakan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena peserta didik mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.
Pada fase penerapan konsep, kepada siswa diberi kesempatan untuk menerapkan konsep yang dipelajari dalam situasi baru serta memahami hubungan antara konsep yang dipelajari dengan konsep-konsep lain. Siswa diberi kegiatan yang dapat memperkuat dan memperluas konsep yang telah dipelajari. Kegiatan ini dapat berupa pemberian masalah dan proyek (penelitian) yang dikembangkan dari dua kegiatan sebelumnya. Pada kegiatan ini, diharapkan adanya penerapan konsep yang telah dipelajari siswa dalam kehidupan sehari-hari (Dasna dan Sutrisno, 2004). Serangkaian kegiatan belajar yang dapat dilakukan siswa untuk menerapkan konsep yang dipelajari dalam situasi baru, seperti: memecahkan masalah, melakukan percobaan, dan menganalisis masalah yang terdapat di dalam artikel.
Dengan menggunakan pendekatan siklus/daur belajar, dapat diciptakan kesempatan untuk memberikan pengalaman fisik, interaksi sosial, danr euglasi sendiri. Dengan kata lain, dengan menggunakan pendekatan ini dapat diciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang menginkorporasikan tiga variabel yang berperanan dalam pembentukan konsep. Tahap eksplorasi memberikan murid-murid pengalaman fisik dan interaksi sosial. Pengalaman ini mendorong asimilasi atau mungkin menyebabkan murid untuk bertanya tentang pemikiran mereka mengenai konsep tertentu, menciptakan disekuilibrasi. Pengalaman fisik juga membantu murid dalam menumbuhkan image mental dari gagasan baru atau istilah-istilah baru yang disampaikan dalam tahap pengenalan konsep.
Karena gagasan-gagasan atau istilah-istilah baru disampaikan dalam pengenalan konsep, murid-murid mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan gagasan baru dan dengan guru serta dengan teman. Interaksi ini cukup untuk membantu murid mengasimilasi atau mengakomodasi gagasan tertentu.
Tahap penerapan konsep mendorong interaksi fisik dan sosial tambahan dengan memberikan kesempatan mereka untuk menggunakan agasan-gagasan dan istilah-istilah baru ini dalam situasi yang berbeda. Pengalaman-pengalaman ini membantu menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama tahap eksplorasi dan pengenalan konsep, memberikan kesempatan tambahan untuk terjadinya regulasi sendiri.
Di samping yang telah disebutkan di atas, tahap penerapan konsep ini penting bagi beberapa murid untuk memperluas penerapan konsep baru tersebut. Tanpa adanya berbagai macam variasi penerapan konsep, makna konsep itu akan tinggal terbatas pada contoh yang dibicarakan saja. Sebagai tambahan, kegiatan penerapan konsep membantu murid-murid yang pembentukan konsepnya berjalan lambat dari pada murid-murid lainnya. Dan akhirnya, penerapan konsep memberikan kesempatan kepada murid-murid untuk menemukan penerapan konsep sendiri dalam konteks yang baru.
Dengan perhatian tetap diarahkan pada murid-murid, variabel pembentukan konsep (kematangan fisik) dapat juga diakomodasi dengansiklus belajar. Menurut para pakar teori kognitif, murid-murid hanya dapat menginternalisasi konsep bilamana mereka telah “siap mental”. Oleh karena itu, dengan pemilihan konsep-konsep/topik yang tepat dari masing-masing pelajaran, murid-murid dapat diberi pengalaman-pengalaman belajar yang cocok dengan kemampuan penalarannya.
F. Kelebihan dan kekurangan Learning Cycle
Cohen dan Claugh dalam Wibowo (2010:2) menyatakan bahwa penerapan model Learnng Cycle memberi keuntungan sebagai berikut :
1) Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2) Membantu mengemblikn sikap ilmiah siswa
3) Pembelajaran menjadi lebih bermakna
Adapun kekurangan penerapan model Learning Cyvle yang harus selalu diantisipasi adalah sebagai berikut :
1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
2) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran
3) Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
4) Memerlukn waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam enyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang : UM Press
DePorter dan M. Hernacki, 2002
Dasna, 1997 Christie, 2002 dalam Dasna dan Sutrisno, 2004.Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wena, M. 2011. Strategi pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara
Trianto. 2011. Model Pembelajaran terpadu. Jakarta : Bumi Aksara
Wibowo, A. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Bersiklus 5E. Tersedia di http://cs.upi.edu.com diakses 08 Des 2012
M. Cholik Adinawan dan Sugijono. 2007. Matematika untuk SMP Kelas IX 3B Semester 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sukino dan Wilson Simangunsong. 2007. Matematika untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dahar, 1988. Penerapan model Siklus belajar. Jakarta
Tatag Yuli Eko Siswono dan Netti Lastiningsih. sih. 2007. Matematika SMP dan MTs untuk Kelas IX. Jakarta: Esis
Dryden dan Jeannette, 2002
0 komentar:
Posting Komentar