BAB
I
PENDAHULUAN
Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang
sangat penting yang diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika
perlu diberikan kepada peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Matematika merupakan salah satu diantara
pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah dengan frekuensi jam
pelajaran yang lebih banyak dibanding
dengan mata pelajaran lainnya. Tetapi banyak
siswa yang merasa kurang mampu dalam mempelajari matematika karena dianggap
sulit sehingga minat untuk mempelajari kembali matematika di luar
sekolah kurang. Hal ini menyebabakan hasil belajar matematika masih
tergolong rendah.
Dalam kenyataannya, banyak siswa di setiap jenjang
pendidikan menganggap
matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga matematika menjadi
momok bagi para siswa dan pelajaran yang paling tidak disukai oleh sebagian
siswa. Hal ini dibuktikan dengan nilai mata pelajaran matematika selalu di
bawah rata-rata dibanding dengan mata pelajaran lainnya. Berdasarkan kabar
harian Joglosemar, Dinas Pendidikan ( Disdik ) Sukoharjo mencatat penurunan
satu persen tingkat kelulusan hasil UN, hal itu didasarkan atas perbandingan
angkat tingkat kelulusan tahun 2011 yang mencapai 96,69 %, sedangkan pada tahun
2010 mencapai 97,76 % ( Joglosemar, 2011 ).
Hasil belajar matematika
yang dicapai siwa pada jenjang menengah pertama dan menengah atas masih
tergolong rendah, padahal sudah banyak usaha yang dilakukan guru dan sekolah supaya
hasil belajar matematika dapat meningkat. Rendahnya hasil belajar matematika
tidak mutlak disebabkan oleh kurangnya kemampuan siswa dalam matematika, tetapi
ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Hasil belajar di pengaruhi beberapa
faktor antara lain: faktor internal ( dalam dri siswa ) faktor eksternal ( luar
diri siswa ). Adapun faktor internal antara lain: minat, motivasi, kemampuan
dasar, dan kemampuan kognitif. Faktor eksternal meliputi tenaga pendidik,
metode pembelajaran atau model pembelajaran yang dipakai oleh guru dalam
mengajar, kurikulum, sarana prasarana dan lingkungan. Hasil belajar dapat
menggambarkan pembelajaran tersebut berhasil atau tidak.
Penyebab yang berasal
dari guru, kinerja guru yang rendah akan
menyebabkan pembelajaran di dalam kelas menjadi kurang efektif.
Ketidakprofesionalisme guru dalam mengajar turut menjadi penyebab rendahnya
hasil belajar matematika. Guru yang bersifat otoriter dan kurang
bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang berminat untuk
memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Kemampuan guru menyampaikan
materi yang kurang memadai dapat menyebabkan siswa kurang menarik dan pembelajaran
cenderung membosankan.
Faktor dari dalam diri
siswa salah satunya adalah kurangnya perhatian siswa saat guru menerangkan
materi. Siswa kurang termotivasi untuk belajar
matematika. Disamping itu kurangnya kemampuan siswa dalam menerima materi yang
disampaikan oleh guru juga menjadi menyebabkan
rendahnya minat belajar matematika berdampak pada hasil belajar matematika yang
masih tergolong rendah.
Metode pembelajaran yang
kurang efektif dan efisien menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu
kewaktu sehingga siswa merasa bosan dan kurang berminat. Metode pembelajaran
matematika yang umumnya digunakan oleh guru matematika adalah metode konvensional yang mengandalkan
ceramah dan alat bantu utama papan tulis, sehingga siswa cenderung pasif dan
kurang dilibatkan dalam pembelajaran di kelas. Ketidaktepatan penggunaan metode
pembelajaran matematika dapat menghambat
pencapaian hasil belajar matematika. Faktor
lain penyebab rendahnya minat belajar matematika adalah lingkungan, lingkungan
yang tidak kondusif dapat menghambat proses pembelajaran matematika. Guru
kurang mampu mengkondisikan kelas, sehingga siswa membicarakan hal lain di luar
topik pelajaran yang disampaikan oleh guru, lingkungan yang gaduh membuat
pembelajaran kurang efektif dan efisien. Hal tersebut berdampak terhadap hasil
belajar matematika yang tidak optimal. Dalam rangka meningkatkan
minat siswa terhadap materi pelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran
agar hasil belajar memuaskan diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang ditawarkan adalah Probing Prompting. Model pembelajaran Probing Prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan
serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi
proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamanya
dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa
mengkonstruksikan konsep, prinsip, aturan menjadi pengetahuan baru, dengan
demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan(Lutfizulfi , 2008).
Penggunaan teknik probing oleh guru dalam
pembelajaran matematika sangat memungkinkan, bahkan dalam
pembelajaran mata pelajaran yang lain. Hal ini mengingat bahwa semua guru
tentunya telah menguasai jenis-jenis pertanyaan, ketrampilan bertanya yang
meliputi penggunaaan pertanyaan/ teknik bertanya, tujuan bertanya maupun
menanggapi jawaban siswa. Disinilah ruang gerak guru dalam mengembangkan
kreativitasnya, untuk memvariasikan metode pembelajaran. Dengan memvariasikan
metode pembelajaran diharapkan minat belajar siswa dapat meningkat.
Peningkatan minat belajar matematika memunculkan peningkatan hasil belajar yang
dapat memberikan motivasi untuk berprestasi baik pada guru maupun siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Model Pembelajaran Probing Promting
Probing secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak, sedangkan menurut istilah probing berarti
berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di
kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami
gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru (Wijaya, 197).
Prompting secara bahasa “prompting” berarti “mengarahkan, menuntut”, sedangkan menurut istilah promting adalah pertanyaan yang
diajukan untuk memberi arah kepada murid dalam proses berfikirnya. Bentuk pertanyaan prompting dibedakan
menjadi 3, yaitu:
1.
Mengubah susunan pertanyaan dengan
kata-kata yang lebih sederhana yang membawa mereka kembali pada pertanyaan semula.
2.
Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan
kata-kata berbeda ataulebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan
muridmuridnyasaja.
3.
Memberikan suatu review informasi yang
diberikan dan pertanyaanyang membantu murid untuk mengingat atau melihat
jawabannya (E. C.Wragdan George Brown, 1997: 43).
Dengan kata lain prompting adalah cara lain dalam merespon (menanggapi) jawaban siswa apabila siswa
gagal menjawab pertanyaan, atau jawaban kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk prompting adalah menanyakan pertanyaan lain yang lebih sederhana yang
jawabannya dapat dipakai menuntun siswa untuk menemukan jawaban yang tepat
(Suwandi dan Tjetjep S, 1996: 18).
Sedangkan menurut sumber buku yang lain pengertian
model pembelajaran probling promting adalah.
Menurut bahasa probing adalah penyelidikan, pemeriksaan
dan prompting adalah mendorong atau menuntun. Penyelidikan atau
pemeriksaan disini bertujuan untuk memperoleh sejumlah informasi yang telah ada
pada diri siswa agar dapat digunakan untuk memahami pengetahuan atau konsep
baru.
Model pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara
guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Suherman, 2008:6).
Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip dan aturan menjadi pengetahuan
baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
B.
Prinsip Model Pembelajaran Probing Promting
Pembelajaran
probing prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan. Prinsip dasar dari semua pengajaran efektif adalah
mengajukan pertanyaan dalam ruang kelas, guru mengajukan pertanyaan karena
berbagai alasan. Alasan-alasan meliputi berikut ini :
a) Memeriksa
pemahaman siswa tentang pengajaran.
b) Mengevaluasi
efektivitas pelajaran.
c) Meningkatkan
pola pikir tingkat tinggi.
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan merupakan salah satu
strategi pengajaran dasar yang dapat diterapkan pada hampir semua bidang materi
pelajaran, tingkatan kelas, atau kepribadian guru. Jika dilakukan dengan
efektif, hal ini dapat mendorong keterlibatan, meningkatkan pembelajaran,
memotivasi siswa, dan menyediakan umpan-balik tentang kemajuan pembelajaran,
baik kepada guru maupun siswa (Jacobsen, dkk., 2009).
Pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan pada saat pembelajaran ini disebut probing question. Probing
question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban
lebih lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban,
sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman dkk,
2001:160). Probing question ini dapat memotivasi siswa untuk memahami
lebih mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses
pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha
menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan
pertanyaan yang akan dijawabnya.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk
siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi
aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia
bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana
tegang, namun demikian bisa dibiasakan untuk mengurangi kondisi tersebut, guru
hendaknya memberi serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara
menyejukkan, dan nada yang lembut. Ada canda, senyum dan tertawa sehingga
menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu diingat bahwa jawaban siswa yang
salah harus dihargai karena salah adalah ciri siswa sedang belajar dan telah
berpartisipasi. (Pristiadiutomo,
2010).
Teknik probing-prompting memerlukan kekuatan
dalam mengembangkan pertanyaan. Guru perlu menguasai keterampilan bertanya
karena:
1. Guru cenderung mendominasi kelas dengan ceramah,
2. Murid belum terbiasa mengajukan pertanyaan,
3. Murid harus dilibatkan secara mental-intelektual
secara maksimal, dan
4. Adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi
untuk menguji pemahaman siswa.
Pertanyaan-pertanyaan yang tersusun dengan baik dan
disampaikan dengan baik pula oleh guru dapat mencapai beberapa tujuan sebagai
berikut :
1. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa
2. Memusatkan perhatian siswa
3. Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang
menghambat siswa belajar
4. Mengembangkan cara belajar siswa aktif (CBSA)
5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengasimilasikan informasi
6. Mendorong siswa mengemukakan pandangannya dalam
memecahkan suatu masalah
7. Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan
belajar mengajar
8. Menguji dan mengukur hasil belajar siswa (Unit
program pengalaman lapangan, 2011)
Keterampilan bertanya dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut.
Keterampilan bertanya dasar terdiri dari komponen-komponen:
1. Pertanyaan
jelas dan singkat (clarity and brevity)
2. Pemberian acuan
(structuring)
3. Kecepatan dan
selang waktu (pause)
4. Pemindahan
giliran (redirecting)
5. Penyebaran (distribution)
6. Pemberian
tuntunan (prompting)
Keterampilan
bertanya lanjut terdiri dari komponen:
1. Pengubahan
tuntutan kognitif dalam menjawab pertanyaan
2. Pengaturan
urutan pertanyaan
3. Penggunaan
pertanyaan pelacak
4. Peningkatan
terjadinya interaksi
Dua hal yang perlu diperhatikan pada saat guru
menggunakan keterampilan bertanya dalam proses belajar mengajar baik
keterampilan bertanya dasar maupun lanjut, sebagaimana di jelaskan berikut ini
:
1.
Kehangatan
dan keantusiasan guru dalam mengajukan pertanyaan kepada siswa harus
menunjukkan sikap dan gaya yang sungguh-sungguh, tidak dibuat-buat atau karena
keterpaksaan.
2.
Menghindari
kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik sewaktu mengajukan pertanyaan, seperti
berikut :
a.
Mengulang-ulang
pertanyaan sendiri bila siswa tidak mau dan tidak mampu mendengar atau menjawabnya.
b.
Mengulang-ulang
jawaban siswa sehingga siswa lain tidak memperhatikan jawaban temannya.
c.
Menjawab
pertanyaan sendiri sebelum siswa menjawabnya, sehingga siswa menjadi frustasi
dan acuh terhadap pelajaran.
d.
Mengajukan
pertanyaan yang memancing jawaban serentak.
e.
Menentukan
siswa tertentu untuk menjawab sebelum pertanyaan diajukan guru.
Hal ini membuat siswa lain tidak memikirkan
jawaban atas pertanyaan guru (Unit program pengalaman lapangan, 2011). Adapun
saat mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada siswa yang membutuhkan proses
pemikiran yang “mendalam”, kita tentu saja ingin mereka berpikir. Salah satu
cara untuk melakukan hal ini adalah melalui proses “waktu tunggu”. Manfaat
waktu menunggu adalah meningkatkan partisipasi dalam diskusi, meningkatkan
penyampaian alasan-alasan untuk mempertahankan jawaban dan meningkatkan
jawaban-jawaban yang berdasarkan pemikiran. (Jacobsen, dkk., 2009).
Untuk dapat menggunakan teknik probing-prompting dalam
pembelajaran, seorang guru matematika hendaknya sudah berbekal keterampilan bertanya
yang merupakan salah satu dari keterampilan proses sains. Guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran khususnya dalam pembelajaran mata pelajaran matematika,
sejak merancang pembelajaran mulai dari pengembangan silabus maupun pembuatan
rencana pelaksanaan pembelajaran tentunya sudah merencanakan pengalaman belajar
apa yang akan diperoleh siswa dalam mencapai kompetensi dasar. Sejumlah
pertanyaan diperlukan untuk membimbing siswa dengan teknik probing-prompting
meliputi pertanyaan tingkat rendah sampai tinggkat tinggi, berkaitan dengan
kegiatan fisik maupun kegiatan mental berfikir untuk membangun pengetahuannya.
Untuk dapat
memilih pertanyaan yang diperlukan, guru perlu mengetahui jenis-jenis
pertanyaan karena setiap jenis pertanyaan mempunyai kaitan dengan proses
berfikir yang terjadi pada siswa. Sebagai gambaran mengenai jenis-jenis
pertanyaan, berikut ini adalah jenis pertanyaan berdasarkan taksonomi kognitif
dari Bloom :
1.
Pertanyaan
pengetahuan (knowing question), yakni pertanyaan yang menuntut siswa
menyebutkan kembali informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
2.
Pertanyaan
pemahaman (comprehensive question), yakni pertanyaan yang menuntut siswa
menjawab dengan jalan mengorganisasikan informasi yang pernah diterima dengan
menggunakan kata-kata sendiri membuat perbandingan, menterjemahkan bahan
informasi dan komunikasi verbal kedalam bentuk lain (misalnya dalam bentuk
grafik, skema, dll).
3.
Pertanyaan
penerapan (aplication question), yakni pertanyaan yang menuntut siswa
menerapkan informasi, berupa aturan, pengetahuan, kriteria atau prinsip-prinsip
tertentu yang pernah dipelajari dalam situasi konkrit.
4.
Pertanyaan
analisis (analitical question), yakni pertanyaan yang menuntut murid
untuk berpikir lebih kritis dan mendalam.
5.
Pertanyaan
sintesis (synthesize question), yakni pertanyaan yang menuntut siswa
menyusun suatu pemikiran mandiri dan kreatif.
6.
Pertanyaan
evaluasi (evalution question), yakni pertanyaan yang menuntut siswa
membuat keputusan tentang baik tidaknya suatu ide/gagasan, pemecahan masalah
atau karya seni. (Unit program pengalaman lapangan, 2011)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna (Sudarti, 2008) menyimpulkan
bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh
tantangan, membutuhkan konsentrasi dan keaktifan sehingga aktivitas komunikasi
matematika cukup tinggi. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap pembelajaran
yang sedang dipelajari cenderung lebih terjaga karena siswa selalu
mempersiapkan jawaban sebab mereka harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh
guru. Hal yang sama diungkapkan oleh Suherman (2001) bahwa dengan menggunakan
metode tanya jawab siswa menjadi lebih aktif daripada belajar mengajar dengan
metode ekspositori.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing
prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan
aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru
yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang
memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman,
2001:55).
C.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Probing Promting
Suatu strategi maupun teknik yang
diberikan tidak akan pernah lepas dari kelebihan dan kelemahan, begitu juga dengan teknik Probing Prompting. Adapun kelebihannya antara lain:
a. Mendorong siswa aktif berfikir.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan
kembali.
c. Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan pada suatu diskusi.
d. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekali pun ketika itu siswa sedang ribut, yang mengantuk, kembali tegar dan
hilangkantuknya.
e. Sebagai cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang lampau.
f. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
Sedangkan kelemahannya:
a.
Siswa merasa takut, apalagi bila guru
kurang dapat mendorong siswauntuk berani, dengan menciptakan suasana yang tidak
tegang, melainkan akrab.
b.
Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai
dengan tingkat berfikir dan mudah dipahami siswa.
c.
Waktu sering banyak terbuang apabila siswa
tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
d.
Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak
mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada tiap siswa.
e.
Dapat menghambat cara berfikir anak bila
tidak/kurang pandai membawakan, misalnya guru meminta siswanya menjawab persis seperti yang di kehendaki, kalau tidak dinilai
salah.
D.
Langkah - langkah Model Pembelajaran Probing Promting
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui
tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang dikembangkan dengan
prompting adalah sebagai berikut:
1. Guru
menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan gambar,
rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
2.
Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan
kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
3.
Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
4.
Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan
kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
5.
Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
6.
Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan
kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa
terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut
mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat,
tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang
jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan
pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai
dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator.
Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada
beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing
prompting.
7.
Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang
berbeda untuk lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah
dipahami oleh seluruh siswa.
Pola umum dalam pembelajaran
matematika dengan menggunakan teknik probing melalui tiga tahapan (Rosnawati,
2008:24), yaitu sebagai berikut:
1.
Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat
yang sudah dimiliki siswa dengan menggunakan teknik probing. Hal ini berfungsi
untuk introduksi, revisi dan motivasi. Apabila prasyarat telah dikuasi siswa
maka langkah yang keenam dari tahapan teknik probing tidak perlu
dilaksanakan. Untuk memotivasi siswa, pola probing cukup tiga langkah
saja yaitu langkah 1, 2, dan 3.
2.
Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan
materi dilakukan dengan menggunakan teknik probing.
3.
Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk
mengetahui keberhasilan siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai melakukan
kegiatan inti yang telah ditetapkan sebelumnya. Pola meliputi ketujuh langkah
itu dan diterapkan terutama untuk ketercapaian indikator. (Nurindahca, 2011)
E.
Contoh Model Pembelajaran Probling Promting dalam Pembelajaran Matematika
Bangun Ruang Sisi Datar
Materi bangun ruang sisi datar merupakan
materi matematika yang berkaitan dengan bangun 3 dimensi. Akan tetapi pada
materi bangun sisi datar ini dibatasi oleh bangun ruang sisi datar , yaitu
kubus dan balok. Standar kompetensi ini, yaitu memahami sifat – sifat kubus dan
balok serta menentukan ukuranya. Pada materi ini juga akan dipelajari mengenai
bidang, rusuk, diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal dari masing
– masing bangun ruang.
a.
Kubus
Kubus merupakan salah satunbangun ruang
yang semua sisinya berbentuk persegi dan semua rusuknya sama panjang. Adapun
gambar dari bangun kubus dilihat pada gambar di bawah ini:
1)
Unsur – unsur
kubus
Unsur
– unsur kubus adalah sebagai berikut:
a)
Sisi atau
bidang
Sisi kubus adalah bidang yang membatasi kubus. Dari gambar di atas
terlihat bahwa kubus memiliki 6 buah sisi yang semuanya berbentuk persegi,
yaitu ABCD ( sisi bawah ), EFGH ( sisi atas ), ABFE ( sisi depan ), CDHG
( sisi belakang ), BCGF (sisi samping
kiri ) dan ADHE (sisi samping kanan
).
b)
Rusuk
Rusuk adalah garis potong antara dua sisi bidang kubus yang
terlihat seperti kerangka yang menyusun kubus. Kubus ABCD. EFGH memiliki 12 rusuk, yaitu: AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG dan DH.
c)
Titik sudut
Titik sudut kubus adalah titik potong antara 2 rusuk. Dari gambar
diatas terlihat kubus ABCD, EFGH
memiliki 8 buah titik sudut, yaitu: titik A,
B, C, D, E, F, G, dan H.
d)
Diagonal
bidang
Diagonal bidang adalah garis yang menghubungkan 2 titik sudut yang
saling derhadapan dalam satu sisi atau bidang. Diagonal bidang dari kubus
berjumlah 12 buah.
e)
Diagonal
ruang
Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan 2 buah titik
sudut yang saling berhadapan dalam 1 ruang. Jumlah diagonal ruang dari kubus
adalah 4 buah.
f)
Bidang
diagonal kubus
Bidang diagonal kubus adalah bidang yang terbentuk antara dua
diagonal bidang yang saling sejajar dan sisinya saling berhadapa. Jumlah bidang
diagonal dari kubus ada 4 buah.
2)
Luas
permukaan kubus
Luas
permukaan kubus adalah 6 x luas sisi kubus.
|
3)
Volume kubus
|
b. Balok
Balok merupakan bangun ruang sisi datar yang
mempunyai 3 sisi berhadapan yang sama bentuk dan ukuranya dimana setiap sisinya
berbentuk persegi panjang. Adapun gambar balok dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
1) Unsur – unsur balok
a)
Sisi atau
bidang
Sisi balok adalah bidang yang membatasi suatu balok. Dari
gambar balok di atas terlihat bahwa balok
ABCD. EFGH memiliki 6 buah
sisi berbentuk persegi panjang. Keenam
sisi tersebut adalah ABCD ( sisi
bawah ), EFGH ( sisi atas ), ABFE ( sisi depan ), DCGH ( sisi belakang ), BCGF ( sisi samping kiri ), dan ADHE (sisi samping kanan ). Sebuah balok
memiliki 3 pasang sisi yang berhadapan yang sama bentuk dan ukurannya. Ketiga
pasang sisi tersebut adalah ABFE
dengan DCGH, ABCD dengan EFGH, dan BCGF dengan ADHE.
b)
Rusuk
Sama seperti kubus, balok ABCD. EFGH memiliki
12 rusuk. Berdasarkan gambaran balok di atas maka rusuk – rusuk balok ABCD.
EFGH adalah AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH,
HE, AE, BF, CG, dan HD.
c)
Titik sudut
Balok memiliki jumlah titik sudut sama dengan
kubus yaitu 8 buah.
d)
Diagonal
bidang
Jumlah diagonal bidang dari balok adalah 12 buah.
e)
Diagonal
ruang
Jumlah dari diagonal ruang balok 4 buah.
f)
Bidang
diagonal balok adalah 4 buah.
2)
Luas
permukaan balok
Luas permukaan balok = 2 x ( p.l + p.t + l.t
)
3)
Volume balok
Volume balok = p x l x t
Penyampaian materi di atas sangat efektif apabila cara penyampaian
materinya dilakukan secara sistematis sesuai langkah – langkah dalam model
pembelajaran probing promting. Hal
ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi yang disampaikan.
Selain itu contoh penggunaan
teknik probing-prompting dapat dilakukan pada soal cerita persamaan kuadrat,
hal ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca teks dan
menentukan solusinya.
BAB III
PENUTUP
Pembelajaran matematika selama ini cenderung
menghafalkan rumus, mengulang dan menyebutkan definisi tanpa memahami
konsepnya. Sehingga diperlukan strategi pembelajaran
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut karena trategi pembelajaran merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dalam
pemilihan strategi pembelajaran, guru hendaknya lebih selektif, sebab pemilihan
strategi pembelajaran yang tidak tepat justru menghambat tercapainya tujuan
pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang dapat digunakan
guru diantaranya yaitu Probing Prompting.
Strategi pembelajaran Probing Prompting adalah
pembelajaran guru menyajikan serangkaian
pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir
yang mengkaitkan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa
mengkonstruksikan konsep – prinsip – aturan menjadi pengetahuan baru, dengan
demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Faktor lain yang ikut berperan dalam hasil
belajar adalah minat belajar siswa. Dalam kegiatan pembelajaran kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika tidak lepas dari seberapa besar minat
siswa untuk mendalami matematika. Sehingga guru dituntut untuk membangkitkan
minat siswa dengan melaksanakan proses pembelajaran yang menyenangkan sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Dengan minat seseorang akan terdorong untuk
melakukan sesuatu yang diinginkan. Semakin besar keinginan untuk mempelajari
matematika semakin besar pula perhatian terhadap materi pelajaran yang
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Rosnawati, H. 2008. Penggunaan
Teknik Probing Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP.
Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sudarti, T. 2008. Perbandingan
Kemampuan Penalaran Adatif Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran
Matematika Melalui Teknik Probing dengan Metode Ekspositori. Skripsi pada
Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Suherman, E. 2008. Belajar dan
Pembelajaran Matematika. Hand Out. Bandung:tidak diterbitkan.
Suherman, dkk. 2001. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Nurdin,
Mochamad. 1998. Buku Paket Matematika Kelas 2 SMP. Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar