BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika
merupakan suatu ilmu yang sudah dipelajari mulai dari TK, SD, SMP, hingga SMA.
Namun sebagian siswa masih beranggapan bahwa matematika itu sulit, padahal
matematika merupakan ilmu yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari.
Bahkan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi pemahaman dalam
matematika merupakan salah satu persaratan utama. Sejalan dengan
kontruktivisme plaget, pengetahuan bukan suatu yang sudah jadi, tapi suatu
proses yang harus digeluti, dipikirkan dan di kontruksi siswa, dan tidak dapat
di transfer dengan menerima secara.
Pentingnya
kemampuan berpikir kritis adalah supaya manusia dapat memecahkan masalah
yang di hadapi lebih mudah dan dengan kemampuan berpikir kritis manusia dapat
bersaing dalam mengisi pasar kerja.
B. Tujuan
Ø Untuk
meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dan prestasi belajar matematika.
Ø Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis
siswa dngan menggunakan strategi the learning cycle.
Ø Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika
dngan menggunakan strategi the learning cycle
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model
Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle)
Siklus belajar (learning cycle) adalah suatu
model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student
centered). Pengembangan model ini pertama kali di lakukan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974. Model di landasi
oleh pandangan kontruktivisme dari Piaget yang beranggapan
bahwa belajar pengetahuan itu dibangun sendri oleh anak dalam struktur kognitif
melalui interaksi dengan lingkungannya. Siklus Belajar
(Learning Cycle) merupakan rangkaian
tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga
pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
LC pada mulanya
terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept
introduction), dan aplikasi konsep (concept application) (Karplus dan Their
dalam Renner et al, 1988).Dalam hal ini pembelajar diberi kesempatan
untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan,
mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan
informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau
memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda.
Implementasi teori Piaget oleh Karplus dikembangkan menjadi fase eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Unsur-unsur teori belajar Piaget
(asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai korespondensi dengan fase-fase
dalam Siklus Belajar (abraham et al, 1986).
Siklus
belajar ( learning cycle ) merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada
teori Piaget dan teori pembelajaran kognitif serta aplikasi model pembelajaran
konstruktivis. Model ini dikembangkan oleh Robert Karplus dan koleganya dalam
rangka memperbaiki kurikulum sains SCIS ( Science Curriculum Improvement
Study) dengan tahapan-tahapannya : exploration, invention dan discovery, namun
kemudian dikembangkan oleh Charles R. Barman dengan tahapan-tahapannya : exploration
phase, concept introduction, dan concept application. Selanjutnya model ini
kemudian dikembangkan lagi dan dewasa ini lebih dikenal dengan model siklus
belajar sains 4-E ( 4-E science learning cycle ), dengan tahapan-tahapan :
exploration phase, explanation phase, expansion phase, evaluation phase (Carin
1993:87)
Teori belajar LC yakni teori yang berbasis
konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek
kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah
organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk
memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon
masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan
intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995). Adaptasi
terdiri atas asimilasi dan akomodasi. Pada proses asimilasi individu
menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon terhadap
rangsangan yang diterimanya. Dalam asimilasi individu berinteraksi dengan data
yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses
ini struktur mental individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada
kondisi ini individu melakukan modifikasi dari struktur yang ada, sehingga
terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak
pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan
konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan
antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsep-konsep lain
yang telah dimiliki.
Implementasi LC dalam pembelajaran sesuai
dengan pandangan kontruktivis yaitu:
1.
Siswa
belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja
dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.
2.
Informasi
baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang
dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.
3.
Orientasi
pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.
(Hudojo, 2001)
Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan
dari guru ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme, tetapi merupakan
proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara
aktif dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan
menjadikan skema dalam diri pebelajar menjadi pengetahuan fungsional yang
setiap saat dapat diorganisasi oleh pebelajar untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan
sekolah menengah tentang implementasi LC dalam pembelajaran sain menunjukkan
keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
siswa (Budiasih dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004). Marek dan Methven
(dalam Iskandar, 2005) menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan
LC mempunyai ketrampilan menjelaskan yang lebih baik dari pada siswa yang
gurunya menerapkan metode ekspositori
Menurut
Lawson (1989) dalam Bybee (1996:205) siklus belajar sains adalah
satu cara berpikir dan bertindak yang cocok untuk siswa belajar. Penggunaan siklus
belajar (learning cycle) memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengungkapkan pengetahuan sebelumnya dan kesempatan untuk menyanggah, mendebat
gagasan-gagasan mereka, proses ini menghasilkan ketidakseimbangan kognitif,
sehingga mengembangkan tingkat penalaran yang lebih tinggi, dan merupakan
suatu pendekatan yang baik untuk pembelajaran sains.
Menurut
Renner dan Marek dalam Martin (1994:202-203) bahwa dari riset yang
mereka lakukan tentang penggunaan model siklus belajar (learning
cycle) pada pembelajaran ternyata hasilnya dapat meningkatkan
prestasi anak-anak dan meningkatkan pengembangan keterampilan prosesnya.
Mereka juga mengakui bahwa siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan
intelektual anak. Bagaimanapun juga mereka menyimpulkan bahwa model
siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara untuk membantu anak-anak
menerapkan matematika, keterampilan ilmu kemasyarakatan, menginterpretasikan
grafik, tabel, dan poster serta asimilasi data untuk memecahkan masalah, dan
menentukan maksud atau arti kalimat. Para peneliti mengungkapkan bahwa
siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara alami untuk belajar dan memenuhi
tujuan pendidikan utama membantu
anak-anak belajar bagaimana cara berpikir.
Pembelajaran
Bersiklus (cycle learning) pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari
eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan
aplikasi (aduktif). Eksplorasiberarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi
berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi
berarti menggunakan konsepdalam konteks yang berbeda. (http://media-grafika.com/model-model-pembelajaran)
B. Prinsip – Prinsip Model Pembelajaran
Bersiklus (Learning Cycle)
1. Faseeksplorasi
Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi materi secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati, membandingkan, mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang
lainnya, sehingga menemukan konsep-konsep penting sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Ada kalanya konsep yang ditemukan sudah sesuai dengan konsep siswa mereka sehingga langsung diasimilasikan kedalam struktur kognitifnya tetapi ada jug akonsep yang tidak sesuai sehingga menimbulkan konflik kognitif. Melalui diskusi dan bertanya pada teman mau pun guru, siswa mengakomodasi konsep tersebut untuk dapat diasimilasikan.Dengan cara demikian siswa mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.
Pada fase ini aktivitas kebanyakan dilakukan oleh siswa sedang guru hanya memberikan orientasi tentang apa yang
harus dilakukan siswa, mengajukan pertanyaa untuk mengarahkan kegiatan siswa, memberikan motivasi, serta mengidentifikasi dan membimbing siswa yang mengalami konflik kognitif.
Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan guru membimbingsiswamengumpulkan data untuk memecahkan masalah yang
sedangdipelajari.Disinilah guru mempunyai banyak peluang untuk melatih keterampilan proses dan sikap para siswa sesuai dengan apa yang
ditargetkan dalam rencana pembelajaran.
2. pengenalan konsep
Peran guru lebih dominan. Dengan menggunakan metode yang sesuai, guru membantu
siswa mengidentifikasi konsep, prinsip, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan
pengalaman pada fase eksplorasi.
Dalam tahap ini guru berperan lebih tradisional. Guru mengumpulkan informasi
dari murid-murid yang berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi.
Bagian pelakaran ini merupakan waktu untuk menyusun pembendaharaan kata.
Materi-materi seperti buku, alat pandang dengar dan materi tertulis lainnya
diperlukan untuk penyusunan konsep.
3. penerapan konsep.
Pada fase ini siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami
untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru
bertugas untuk menyiapkan berbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan
dengan konsep yang sedang dibahas.
Pada fase ini, peserta didik diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui
kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih
lanjut. Penerapan konsep dapat meningkakan pemahaman konsep dan motivasi
belajar, karena peserta didik mengetahui penerapan nyata dari konsep yang
mereka pelajari.
Dengan menggunakan pendekatan siklus/daur belajar, dapat diciptakan kesempatan
untuk memberikan pengalaman fisik, interaksi sosial, danr euglasi sendiri.
Dengan kata lain, dengan menggunakan pendekatan ini dapat diciptakan
pengalaman-pengalaman belajar yang menginkorporasikan tiga variabel yang
berperanan dalam pembentukan konsep. Tahap eksplorasi memberikan murid-murid
pengalaman fisik dan interaksi sosial. Pengalaman ini mendorong asimilasi atau
mungkin menyebabkan murid untuk bertanya tentang pemikiran mereka mengenai
konsep tertentu, menciptakan disekuilibrasi. Pengalaman fisik juga membantu
murid dalam menumbuhkan image mental dari gagasan baru atau istilah-istilah
baru yang disampaikan dalam tahap pengenalan konsep.
Karena gagasan-gagasan atau istilah-istilah baru disampaikan dalam pengenalan
konsep, murid-murid mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan gagasan baru
dan dengan guru serta dengan teman. Interaksi ini cukup untuk membantu murid
mengasimilasi atau mengakomodasi gagasan tertentu.
Tahap penerapan konsep mendorong interaksi fisik dan sosial tambahan dengan
memberikan kesempatan mereka untuk menggunakan agasan-gagasan dan
istilah-istilah baru ini dalam situasi yang berbeda.
Pengalaman-pengalaman ini membantu menemukan jawaban-jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama tahap eksplorasi dan pengenalan
konsep, memberikan kesempatan tambahan untuk terjadinya regulasi sendiri.
Di samping yang telah
disebutkan di atas, tahap penerapan konsep ini penting bagi beberapa murid untuk memperluas penerapan konsep baru
tersebut. Tanpa adanya berbagai macam variasi penerapan konsep, makna konsep
itu akan tinggal terbatas pada contoh yang dibicarakan saja. Sebagai tambahan,
kegiatan penerapan konsep membantu murid-murid yang pembentukan konsepnya
berjalan lambat dari pada murid-murid lainnya. Dan akhirnya, penerapan konsep
memberikan kesempatan kepada murid-murid untuk menemukan penerapan konsep
sendiri dalam konteks yang baru.
Dengan perhatian tetap diarahkan pada murid-murid, variabel pembentukan konsep
(kematangan fisik) dapat juga diakomodasi dengansiklus belajar. Menurut para
pakar teori kognitif, murid-murid hanya dapat menginternalisasi konsep bilamana
mereka telah “siap mental”. Oleh karena itu, dengan pemilihan
konsep-konsep/topik yang tepat dari masing-masing pelajaran, murid-murid dapat
diberi pengalaman-pengalaman belajar yang cocok dengan kemampuan penalarannya.
4.
Exploration (penyelidikan)
Pada
fase ini para siswa belajar melalui keterlibatan dan tindakan-tindakan,
gagasan-gagasan mereka dan hubungan-hubungan dengan materi baru diperkenalkan
dengan bimbingan guru yang minimal agar memungkinkan siswa menerapkan
pengetahuan sebelumnya, mengembangkan minat, menumbuhkan dan memelihara rasa
ingin tahu terhadap materi itu. Materi perlu disusun secara cermat sehingga
sasaran belajar itu menggunakan konsep dan gagasan yang mendasar. Selama fase
ini guru menilai pemahaman para siswa terhadap sasaran pelajaran. Menurut Bybee
bahwa, tugas guru disini tidak boleh memberitahukan atau menerangkan konsep. Pada fase ini bekerja sama dalam kelompok kelompok
kecil, menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide,
seperti
•
Demonstrasi
•
Praktikum
•
Mengerjakan LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
5.
Explanation (Pengenalan)
Pada
fase ini para siswa kurang terpusat dan ditunjukkan untuk mengembangkan mental.
Tujuan dari fase ini guru membantu para siswa memperkenalkan konsep sederhana,
jelas dan langsung yang berkaitan dengan fase sebelumnya, dengan berbagai
strategi para siswa disini harus terfokus pada pokok penemuan konsep-konsep
yang mendasar secara kooeperatif dibawah bimbingan guru (guru sebagai
fasilitator) mengajukan konsep-konsep itu secara sederhana, jelas dan langsung.
Pada fase ini juga
siswa menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, guru meminta
bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka dan mengarahkan kegiatan diskusi,
pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari, seperti:
•
Mengkaji literatur
•
Diskusi Kelas
6.
Expansion (Perluasan)
Pada
fase ini para siswa mengembangkan konsep-konsep yang baru dipelajari
untuk diterapkan pada contoh-contoh lain, dipakai sebagai ilustrasi konsep
intinya dapat membantu para siswa mengembangkan gagasan-gagasan mereka
dalam kehidupannya.
7.
Evaluation (Evaluasi)
Pada
fase ini ingin mengetahui penjelasan para siswa terhadap siklus pembelajaran
ini. Evaluasi dapat berlangsung setiap fase pembelajaran, untuk menggiring
pemahaman konsep juga perkembangan keterampilan proses. Evaluasi bukan hanya
pada akhir bab. Dari fase-fase yang disebutkan di atas menurut Carin dan
Martin tujuan pedagoginya adalah sama.
Mengevaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya ; evaluasi terhadap
pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar dalam konteks baru yang
kadang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut, seperti:
•
Refleksi pelaksanaan pembelajaran
•
Tes tulis
•
Problem solving
8.
Engagement
Pada fase ini para siswa menyiapkan
(mengkondisikan) diri pebelajar, mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi,
membangkitkan minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar, seperti:
•
Demonstrasi oleh guru atau siswa
• Tanya jawab dalam rangka mengeksplorasi
pengetahuan awal, pengalaman, dan ide-ide pebelajar
• Pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi
tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.
9.
Elaboration (extention)
siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam
situasi baru.
•
Demontrasi lanjutan
•
Praktikum lanjutan
•
Problem solving
C. Kelebihan dan Kekurangan Model
Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle)
Ø Kelebihan
1.
Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik
dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2.
Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.
3.
Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
4.
Meningkatkan
motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran.
5.
Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar.
6.
Pembelajaran menjadi lebih bermakna
Ø Kekurangan
Efektifitas
pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah
pembelajaran.
Menurut
kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran.
Memerlukan
pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
efektifitas pembelajaran
rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru
dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih
terencana dan terorganisasi.
Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak
dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak
dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran
D. Langkah – Langkah Model Pembelajaran
bersiklus (learning cycle)
v Engage:
Siswa
mencari tau tentang semua yang berkaitan dengan logika matemaika
v Explore
Siswa secara
berkelompok membahas konsep materi logika matematia.
v Explain :
Siswa
menjelaskan solusi yang masuk akal.Extend
Masing–masing
kelompok memaparkan hasil diskusi di dpan kelas dan kelompok lain menanggapi
hasil dari kelompok yang presentasi.
v Evaluate
Guru menarik kesimpulan bersama-sama
dengan siswa tentang apa pengertian logika himpunan,operasi dan juga sifat-sifatnya. (Agung, Rama. 2009)
Sedangkan Lawson
(1995) mengemukakantigatipe learning cycle yaitu:
1.
Deskriptif;
Para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks
khusus, dan ini merupakan
fase eksplorasi. Guru memberi nama
pada pola tersebut, dimana kegiatan ini termasuk fase pengenalan konsep. Selanjutnya, pola tersebut\ ditentukan dalam konteks-konteks lain yang merupakan fase aplikasi konsep. Bentuk siklus belajar deskriptif hanya memberikan sebatas apa yang diamati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatannya.
2.
Empiris-induksi
Para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris
dalam suatu konteks khusus, yang
merupakan fase eksplorasi. Selanjutnya, para siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya pola tersebut, sehingga diperlukan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari
dalam konteks-konteks lain pada konteks baru, dan ini
merupakan fase pengenalan konsep. Dengan bimbingan guru, para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk mengetahui apakah sebab-sebab yang dihipotesiskan
sesuai dengan data dan fenomena lain yang dikenal, dan ini
merupakan fase aplikasi konsep. Dengan
demikian dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa melakukan pengamatan secara deskriptif, mengemukakan sebab dan menguji sebab-sebab tersebut
3.
Hipotesis deduktif;
pembelajaran dimulai dengan suatu pertanyaan sebab,
kemudian para siswa merumuskan jawaban-jawaban atau hipotesis-hipotesis yang mungkin. Selanjutnya, para siswa menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis tersebut dan merencanakan dan melakukan eksperimen eksperimen untuk menguji hoptesis, dimana kegiatan ini termasuk fase eksplorasi. Analisis hasil eksperimen menyebabkan hipotesis ditolak atau diterima sehingga konsep konsep dapat diperkenalkan, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Akhirnya, dilakukan penerapan konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan pada situasi-situasi lain, dimana kegiatan ini termasuk fase aplikasi konsep.
kemudian para siswa merumuskan jawaban-jawaban atau hipotesis-hipotesis yang mungkin. Selanjutnya, para siswa menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis tersebut dan merencanakan dan melakukan eksperimen eksperimen untuk menguji hoptesis, dimana kegiatan ini termasuk fase eksplorasi. Analisis hasil eksperimen menyebabkan hipotesis ditolak atau diterima sehingga konsep konsep dapat diperkenalkan, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Akhirnya, dilakukan penerapan konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan pada situasi-situasi lain, dimana kegiatan ini termasuk fase aplikasi konsep.
E. Penerapan Model Pembelajaran Bersiklus (Learning
Cycle)
Matematika wajib dipelajari oleh
siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas dan bahkan
sampai perguruan tinggi. Namun, masalah yang biasanya muncul dalam dunia
pendidikan matematika yaitu masih banyaknya siswa yang kurang memahami
pelajaran matematika, bahkan diantara mereka ada yang kurang tertarik belajar
matematika. Selain itu, sebagian siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika
adalah mata pelajaran yang sulit dipahami atau dimengerti.
Salah satunya logika matematika
logika adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji penurunan penurunan kesimpulan
yang sahih (valid,correct) dan yang tidak sahih (tidak valid,incorrect).
Disjungsi, konjungsi, implikasi, biimplikasi dan negasinya
Negasi : Jika p
adalah “Surabaya ibu kota Jawa Timur.”, maka negasi atau ingkaran dari
pernyataan p tersebut adalah ~p yaitu: “Surabaya bukan ibu kota Jawa Timur.
“Atau” Tidak benar bahwa Surabaya ibukota Jawa Timur.”. Dari contoh diatas
Nampak jelas bahwa p merupakan pernyataan yang bernilai benar karena Surabaya
pada kenyataannya memang ibu kota Jawa Timur, sehingga ~p akan bernilai salah.
Namun jika p bernilai salah maka ~p akan bernilai benar seperti
ditunjukkan oleh tabel berikut :
P
|
~p
|
B
|
S
|
S
|
B
|
Konjungsi adalah suatu
pernyataan majemuk yang menggunakan perakit “dan”. Contohnya, pernyataan Adi
berikut :”Fahmi makan nasi dan minum kopi.”Dapatlah disimpulkan bahwa suatu
konjungsi p⋁q akan bernilai benar hanya jika
komponen-komponennya,yaitu baik p maupun q keduanya bernilai benar, sedangkan
nilai kebenaran yang selain itu akan bernilai salah sebagaimana ditunjukkan
pada table:
P
|
Q
|
p⋁q
|
B
B
S
S
|
B
S
B
S
|
B
S
S
S
|
Disjungsi adalah
pernyataan majemuk yang menggunakan perakit “atau”.Contohnya,pernyataan Adi
berikut:”Fahmi makan nasi atau minum kopi.” Suatu disjungsi p⋁q akan bernilai salah hanya jika komponen-komponennya,
yaitu baik p maupun q, keduanya bernilai salah, yang selain itu akan bernilai
benar sebagaimana ditunjukkan pada table, yaitu:
P
|
Q
|
p⋁q
|
B
B
S
S
|
B
S
B
S
|
S
B
B
B
|
Implikasi :Misalkan ada dua pernyataan p dan q. bahwa implikasi p⇒q hanya akan bernilai salah untuk kasus kedua di mana
p bernilai benar namun q-nya bernilai salah, p⇒q akan
bernilai benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran berikut ini:
P
|
Q
|
p⇒q
|
B
B
S
S
|
B
S
B
S
|
B
S
B
B
|
Biimplikasi atau
bikondisional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p dan q yang
dinotasikan dengan p⋁q yang
bernilai sama dengan (p⇒q) ⋁ (q⇒p) sehingga
dapat dibaca: “p jika dan hanya jika q “atau” p bila dan hanya bila q.
“Tabel kebenaran dari p⋁q adalah:
P
|
Q
|
p⋁q
|
B
B
S
S
|
B
S
B
S
|
B
S
S
B
|
Konvers,Invers,Kontraposisi suatu
Implikasi Serta Negasinya
Perhatikan pernyataan ini: “Jika suatu bendera adalah
bendera RI maka ada warna merah pada bendera tersebut.”
Bentuk umum implikasi diatas adalah: ‘p⇒q’ dengan p: Bendera RI, dan q: Bendera
yang ada warna merahnya. Dari implikasi p⇒q di atas,
dapat dibentuk tiga implikasi lainnya, yaitu: (1) konversnya, yaitu q⇒p; (2) inversnya, yaitu ~p⇒~q; dan (3) kontraposisinya, yaitu ~q⇒~p
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penerapan
model pembelajaran siklus belajar ini pada dasarnya tidak hanya dapat
diterapkan dalam pembelajaran ilmu – ilmu yang bersifat kealaman seperti kimia,
fisika, tetap juga dapat diterapkan dalam pembelajaran ilmu –ilmu sosial dan
humaniora.
Pada prinsipnya belajar siklus (learning cycle) patut dikedepankan karena sesuai dengan teori
belajar plaget dan teori belajar yang berbasis kontraksivisme.
Seperti yang diketahui pada penerapan kurikulum
berbasis kompetensi yang disempurnakan pada KTSP menuntut penerapan model
pembelajaran berbasis kontruksivisme. Demikian penerapan model pembelajaran
siklus belajar ini harus tetap mempertimbangkan karakteristik kompetensi yang
akan dicapai.Model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran adalah
model pembelajaran yang paling efektif, efisien, dan berdaya tarik serta
menyenangkan.
Siklus
belajar merupakan salah satu metode perencanaan yang telah diakui dalam
pendidikan . Metode ini merupakan metode yang mudah untuk digunakan oleh guru
dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar pada
setiap siswa . Salah satu model belajar mengajar yang menerapkan
konstruktivisme adalah penggunaan model siklus belajar atau sering disebut
Learning Cycle.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Soebagio dkk. 2000. Penggunaan Siklus belajar
dan Peta Konsep untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran.
Ø Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah
Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan
Ø Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia.
Surabaya: Airlangga University Press.
Ø Abraham, M.R., Renner J.W.. 1986.The Sequence
of Learning Cycle Activity in High School Chemistry. J. of Research in Science
Teaching.
Ø Renner, J.W., Abraham M.R.,Birnie, H.H. 1988.
The Necessity of Each Phase of The Learning Cycle ini Teaching High School
Physics. J. of Research in Science Teaching.
Ø Martin,
Ralph.E. 1994. Teaching Science For All Children. Boston :Allyn and
Bacon.
Ø Bybee,
W.R , Trowbridge L.W. 1996. Teaching Secondary School Science : Strategies
for Develoving Scientific Literacy . New Jersey :Merrill Publishing.
Ø http://media-grafika.com/model-model-pembelajaran
Ø Agung, Rama. 2009. Implementasi Model
Pembelajaran Learning Cycle “5E” Berbantuan Lks Terstruktur Untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Siswa.
0 komentar:
Posting Komentar