PENDAHULUAN
Selama ini peran serta warga sekolah
dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang. Seorang guru harus pintar dalam
mengelola kelas dan mengetahui karakteristik serta perkembangan psikologis anak
dengan baik. Guru juga harus melakukan perubahan dalam setiap metode
pembelajaran agar siswa semakin termotivasi untuk terus belajar dan belajar,
apalagi dalam pembelajaran matematika yang selalu diidentikkan dengan pelajaran
yang sulit.
Tujuan pembelajaran matematika kepada
siswa adalah agar siswa dapat memecahkan suatu permasalahan dengan berpikir
secara logis, kritis dan sistematis. Karena peranan matematika itu sangat
penting dalam kehidupan, maka siswa dituntut untuk dapat menguasai materi
sedini mungkin sacara tuntas, dan tentunya hal ini tidak luput dari peranan
guru dalam melakukan proses pembelajaran di kelas.
Untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan kreativitas seorang guru dalam mengelola pembelajaran dikelas yang
dikemas dalam bentuk model pembelajaran. Sehingga dalam model pembelajaran
tersebut keseluruhan kehidupan kelas ditata atau diorganisasikan sebagai
bentuk kecil atau miniatur yang akan mencerminkan kehidupan demokrasi. Dalam
sebuah model pembelajaran siswa memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan sistem sosial melalui pengalaman yang secara
berangsur-angsur belajar bagaimana menerapkan metode yang berwawasan keilmuan
dalam memperbaiki kehidupan masyarakat. Berkenaan dengan itu, siswa hendaknya
berusaha menciptakan suasana yang memungkinkan tumbuhnya kehidupan kelas yang
demokratis.
Dalam proses belajar
mengajar, pemilihan model pembelajaran yang tepat sangatlah penting. Model
pembelajaran berpengaruh terhadap mudah atau tidaknya siswa dalam menerima
informasi yang tertuang dalam pembelajaran karena hakikat pembelajaran adalah
komunikasi dan penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Model pembelajaran
yang tepat dan menarik perhatian akan membawa siswa dalam suasana pembelajaran
yang menyenangkan dan memudahkan siswa menyerap dengan baik materi yang
diajarkan, serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Salah satu
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah
model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
Berdasarkan pemikiran inilah kami
ingin menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) dalam
mata pelajaran matematika pada materi Persamaan Kuadrat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pembelajaran Creative Problem Solving
Model
Creative Problem Solving (CPS) pertamakali
dikembangkan oleh Alex Osborn pendiri The Creative Education
Foundation (CEF) dan co-founder of highly successful
New York Advertising Agenncy . Pada tahun
1950-an Sidney Parnes bekerjasama dengan Alex
Osborn melakukan penelitian untuk menyempurnakan
model ini. Sehingga model Creative Problem
Solving ini juga dikenal dengan nama The Osborn-parnes Creative
Problem Solving Models. Pada awalnya model ini
digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan
tujuan agar para karyawan memiliki kreativitas
yang tinggi dalam setiap tanggungjawab
pekerjaannya, namun pada perkembangan selanjutnya
model ini juga diterapkan pada dunia pendidikan (http://hafismuaddab.wordpress.com/tag/model-pembelajaran-creative-problem-solving/).
Model
pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi (Wiederhold dalam Suyitno,
2004:37; dalam
http://leeva-news.com/260/model-pembelajaran-creative-problem-solving-cps). Hal
tersebut terjadi karena model pembelajaran problem solving memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk memecahkan masalah matematika
dengan strateginya sendiri. Salah satu pengembangan dari model pembelajaran ini
adalah metode pembelajaran CPS.
Menurut
Ahmad Munjin Nasih, dkk (2009:102) model pembelajaran creative problem solving
merupakan model pembelajaran yang dilakukan melalui proses kegiatan untuk
memahami atau memecahkan permasalahan dengan meningkatkan kreativitas siswa.
Dari
pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa creative problem solving
adalah suatu proses pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran
dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan.
B. Karakteristik Model Pembelajaran Creative Problem
Solving
Model
pembelajaran creative problem solving
digunakan untuk merangsang siswa dalam berfikir. Model pembelajaran ini
akan banyak memanfaatkan model-model pembelajaran lain yang dimulai dari
pencarian masalah sampai kepada penarikan kesimpulan . disamping itu, model
pembelajaran ini juga akan melibatkan banyak kegiatan dengan bimbingan dari
para pengajar.
Model pembelajaran
creative problem solving tidak akan dapat diimplementasikan dalam lingkungan
pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak
memperhatikan dimensi rasa social dari pembelajaran didalam kelas.
Komunikasi dan interaksi kooperatif diantara teman sekelas dan sikap-sikap
kooperatif bisa terus bertahan. Aspek rasa social dari kelompok,
pertukaran intelektualnya, dan maksud dari subyek yang berkaitan dengannya
dapat bertindak sebagai sumber-sumber penting maksud tersebut bagi usaha para
siswa untuk belajar.
Dalam
pemecahan masalah-masalah baru yang dihadapi diperlukan kesanggupan untuk
berfikir. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya sekolah turut bertanggungjawab
mempersiapkan siswa dengan menggunakan model pembelajaran creative problem
solving dalam mengajarkan mata pelajaran matematika. Model pembelajaran ini
lebih memusatkan kegiatan pada murid, namun disertai dengan bimbingan dari para
guru (Abu Ahmadi, dkk. 1997:74).
Dengan
model pembelajaran ini, diharapkan siswa dapat mengaplisakannya dalam
situasi-situasi problematic dalam
kehidupannya sehari-hari.
C. Langkah-Langkah Model Pembelajaran creative Problem
Solving
Menurut
John Dewey (Abu Ahmadi. 1997:74), pada pokoknya langkah-langkah yang harus
dicapai dalam memecahkan adalah sebagai berikut :
1. Menyadari adanya masalah :
problem, kesulitan, sesuatu yang menimbulkan tanda Tanya dalam fikiran kita yang biasanya kita
hadapi sehingga kita merasa bimbang.
2. Memahami hakikat masalah dengan jelas : ketegasan
dan kejelasan rumusan problem merupakan syarat untuk memecahkan masalah secara
efisien. Rumusan yang samar-samar akan menimbulkan pikiran yang tidak terarah
dan tidak memberikan pemecahan yang tepat.
3. Mengajukan hipotesis : dugaan
mengenai jawaban suatu masalah, tanpa bukti-bukti yang nyata. Walaupun masalah
itu belum jelas jawabannya, kita dapat menduga alternative jawabannya. Setelah
memiliki hipotesis, barulah kita mencari bukti-bukti, apakah hipotesis tersebut
benar atau tidak. Ada kemungkinan kita mempunyai lebih dari satu hipotesisi,
mungkin semua hipotesis itu tidak benar, sehingga harus mencari hipotesis yang
baru. Hipotesis memberi arah kepada kita dalam mencari bahan keterangan guna
memecahkan masalah itu. Agar masalah itu dapat dipecahkan secara efektif, maka
hipotesis itu harus dirumuskan sejelas mungkin.
4. Menumpulkan data : untuk
membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis. Data yang dimaksud adalah diperoleh dari buku-buku, wawancara,
angket, eksperimen, dan penyelidikan. Jenis bahan yang diperlukan ditentukan
dari masalah dan hipotesis-hipotesis yang diajukkan. Pembicaraan mengenai
pengumpulan bahan, apa dan bagaimana perlu dilakaukan di bawah bimbingan guru.
5. Analisis dan sintesis data : bahan
yang dikumpulkan harus ditinjau dan dianalisa secara kritis dan melihat
hubungannya dengan pemecahan maslahanya. Ada kemungkinan bahan itu tidak
memberi cukup bukti atas kebenaran hipotesis atau perlu dilengkapi dengan bahan
tambahan.
6. Mengambil kesimpulan : berdasarkan
data yang telah dikumpulkan dan dianalisa secara kritis dapat diuji kebenaran sebuah hipotesis.
Bila tidak dapat dibuktikan, hipotesis itu salah. Ada pula kemungkinan untuk
membuktikan kebenaran suatu hipotesis secara langsung melalui data yang
diperoleh.
7. Mencoba dan menerapkan kesimpulan : kebenaran
kesimpulan bukan hanya berupa hasil pemikiran, melainkan harus pula dibuktikan
kebenarannya di dalam perbuatan. Dengan demikian, anak-anak memperoleh
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan baru yang dapan diterapkan dalam
kehidupannya.
8. Mengevaluasi seluruh proses pemecahan masalah : akhirnya
peninjauan kembali keseluruhan proses berfikir dari awal sampai akhir. Setiap
langkah dinilai secara kritis untuk mengetahui apabila ada kesalahan. Kebiasaan
mengecek kembali setiap hasil pekerjaan perlu dibiasakan pada anak.
F. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran creative
Problem Solving
Dalam (http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2116421-kelebihan-dan-kekurangan-metode-problem/#ixzz2EbdOmkQG)
dijelaskan kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran creative problem
solving, sebagai berikut :
1. Kelebihan model pembelajaran creative problem solving
Ø dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati
kehidupan sehari-hari
Ø dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk
menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil
Ø dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik
secara kreatif,
Ø peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan
masalahnya,
Ø dapat diterapkan secara langsung yaitu untuk memecahkan
masalah.
2. Kelemahan model pembelajaran creative problem solving
Ø memerlukan cukup banyak waktu,
Ø melibatkan lebih banyak orang
Ø dapat mengubah kebiasaan peserta didik belajar dengan
mendengarkan dan menerima informasi dari guru.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam sebuah pembelajaran selalu
diperlukan suatu metode atau model pembelajaran agar pesera didik mengerti dan
paham akan materi yang disampaikan oleh pendidik. Untuk itu bagi seorang
pendidik harus pandai-pandai memilih model pembelajaran yang dapat menimbulkan
siswa menjadi aktif dan kreatif, serta terarah oleh pendidiknya.
Untuk model pembelajaran, akan selalu mempunyai kelebihan
dan kekurangannya. Adapun untuk model pembelajaran creative problem solving
kelebihannya adalah dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati
kehidupan sehari-hari, dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk
menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, dapat mengembangkan
kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif, peserta didik sudah mulai
dilatih untuk memecahkan masalahnya, dan dapat diterapkan secara langsung yaitu
untuk memecahkan masalah. Dan untuk kekurangannya adalah membutuhkan waktu yang
lama, kemudian siswa cenderung ribut karena terlalu sedikitnya peran seorang
guru, melibatkan lebih banyak orang, dapat mengubah kebiasaan peserta didik
belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru.
DAFTAR PUSTAKA
Munjin
Nasih, Ahmad, dkk. Metode dan teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2009.
Bandung : Refika Aditama
Ahmadi,
Abu, dkk. Strategi Belajar Mengajar. 1997. Bandung : Pustaka Setia
Wirodikromo,
sartono. Matematika untuk SMA Kelas X. 2006. Jakarta : Erlangga
Siswanto.
Matematika Inovatif Konsep dan Aplikasinya. 2004. Solo : Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri
0 komentar:
Posting Komentar