Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003 : 2).
Perubahan itu bersifat bersifat relatif konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini,
proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Belajar tidak
hanya mempelajari mata pelajaran, tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi,
kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain,
dan lain-lain (Hamalik, 2002 : 45). Dengan demikian, seseorang dikatakan
belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat adanya latihan dan
pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.
Hakikat Pembelajaran
Aliran Behavioristik menyatakan bahwa pembelajaran adalah usaha
guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau
stimulus. Aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami
sesuatu yang sedang dipelajari (Darsono, 2000 : 24). Adapun aliran humanistik
mendeskripsikan pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk
memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan
kemampuannya (Sugandi, 2004 : 9).
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL
PEMBELAJARAN SAVI
A. Landasan Teori Model
Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengaku mengacau pada
pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas
(Arends, 1997 : 7). Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce (1992 : 4) bahwa “Each
model guides us as we design instruction to help students achieve various
objectives”. Maksud kutipan tersebut ialah bahwa model mengarahkan kita
dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran.
Joyce dan Weil (1992 : 1) menyatakan bahwa : “Models
of teching are really models of learning. As we help student acquire
information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing
themselves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa
model mengajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat
membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan,
cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu, mereka juga
mengajarkan bagaimana mereka belajar.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran
yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Kardi,
S. Dan Nur, 2000 b : 8). Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce (1992 : 4) bahwa “Each
model guides us as we design instruction to help students achieve various
objectives”. Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa setiap model
mengarahkan kita merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian
rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Arends (1997 : 7) mengemukakan bahwa model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan peengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce dan
Weil (1992 : 4). Bahwa setiap model mengarahkan kita dalam mendesain
pembelajaran untuk peserta didik dalam mendesain pembelajarn untuk membantu
peserta didik sedemikian hingga tujuan pembelajaran tercapai.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih
luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat
ciri khusus yang tidak dimiliki oleh setrategi, metode, atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut ialah : a). teoritis logis yang disusun oleh para pencipta
atau pengembangnya; b). Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
akan dicapai); c). Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut
dapat dilaksanakan dengan berhasil; d).lingkungan belajar yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000 : 9).
Menurut Johnson (dalam Samani, 2000), untuk mengetahui
kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan
produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi
belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif
belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu
mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar
kemampuan atau kompetensi yang ditentukan. Dalam hal ini sebelum melihat
hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung baik.
b. Pengertian Model pembelajaran SAVI
SAVI singkatan
dari Somatik, Auditori, Visual dan Intektual. Pembelajaran SAVI menganut aliran
ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan
emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan
pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang
belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat
realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup.
1) Somatik
Somatik berasal dari bahasa yunani yaitu “Somatic” yang berarti tubuh –
soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan
bergerak dan berbuat. Sehingga menurut Meier (2005 : 95) pembelajaran somatik
adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba,
kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan
pembelajaran berlangsung).
Pada dasarnya komponen somatik ini memberikan kebebasan siswa untuk
bergerak saat menerima pelajaran, merangsang pikiran dan tubuh di dalam kelas
dalam menciptakan suasana belajar siswa aktif secara fisik. Siswa dapat
menciptakan gambar atau menjalankan pelatihan belajar aktif, misalnya dengan
simulasi, permainan belajar dan yang lainnya (Meier,2005:95).
2)
Auditori
Auditori berarti belajar dengan indra pendengaran. Belajar dengan
berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada uyang kita sadari,
telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita
sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area
penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran
siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari,
menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat
memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana
kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau
menciptakan makna-maknan pribadi bagi diri mereka sendiri.
Belajar dengan auditori dapat menggunakan pengulangan dengan meminta
siswa menyebutkan kembali konsep, guru menggunakan variasi vokal berupa
perubahan nada, kecepatan dan volume (DePorter,2005:85).
3) Visual
Visual berarti belajar dengan menggunakan indra penglihatan. Meier
(2005:97-99) mengemukakan bahwa belajar visual berarti belajar dengan mengamati
dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk
memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang
menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang
dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program computer. Secara
khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari
dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar.
Guru juga dapat menggunakan variasi tulisan, warna, gambar dan kertas.
Guru harus mendorong siswa untuk menyusun pelajaran mereka dengan berbagai
kreasi pada catatan, tugas, peta konsep dan lain-lain.
4)
Intektual
Menurut Meier (2005:99) belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.
Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara
internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal
ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta,
memecahkan masalah, dan membangun makna terhadap materi pelajaran siswa.
Guru harus dapat memotivasi siswa agar dapat mengoptimalkan
intelektualnya dengan membiarkan siswa merumuskan sendiri materi pelajaran yang
diperoleh, mendiskusikan pengetahuan barunya, membiarkan aktif bertanya,
mengkritik maupun menggugat di dalam kelas.
B. Unsur-unsur
Pendekatan SAVI dan Prinsip Dasarnya
Adapun
unsur-unsur pendekatan SAVI menurut Meier (2004 : 91-100) adalah sebagai
berikut :
1.
Belajar Somatik
Somatic berasal
dari bahasa Yunani yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan
indra peraba, kinetesis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu
belajar secara berkala.
Meier juga
menguatkan pendapatnya dengan menyampaikan hasil penelitian neurologis yang
menemukan bahwa pikiran tersebut di seluruh tubuh. Jadi dari temuan tersebut
dapat disimpulkan bahwa dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh
mereka sepenuhnya.
Untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh, suasana belajar harus daat membuat siswa bangkit dan berdiri dari tempat duduknya dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu secara berkala. Misalnya dengan meminta siswa untuk melakukan kegiatan sebagai berikut : menjalankan pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan belajar, melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju ke depan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap, melakukan tinjauan lapangan lalau ditilis, gambar dan membicarakan tentang apa yang mereka pelajari.
Untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh, suasana belajar harus daat membuat siswa bangkit dan berdiri dari tempat duduknya dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu secara berkala. Misalnya dengan meminta siswa untuk melakukan kegiatan sebagai berikut : menjalankan pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan belajar, melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju ke depan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap, melakukan tinjauan lapangan lalau ditilis, gambar dan membicarakan tentang apa yang mereka pelajari.
2. Belajar
Auditori
Menurut Meier
(2004 : 95), belajar Auditori merupakan cara belajar standar bagi semua orang
sejak awal sejarah. Seperti kita ketahui sebelum manusia mengenal baca tulis
banyak informasi yang disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan
misalnya mitos, dongeng-dongeng, cerita-cerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga
mendorong orang untuk belajar dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi
mereka adalah “jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicaralah
tanpa henti”.
Beberapa
siswa (terutama yang memiliki kecenderungan auditori yang kuat) belajar dari
suara, fialog, membaca keras, membicarakan kepada orang lain apa yang baru
mereka alami, mendengar atau pelajari.
Untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menarik bagi saluran auditori yang
kuat dalam diri siswa yaitu dengan mencarikan cara untuk mengajak siswa
membicarakan apa yang seang dipelajari, diantaranya yaitu meminta siswa untuk
membaca keras-keras materi yang sedang dipelajari dari buku panduan atau papan
tulis, mengajak siswa berbicara saat mereka memecahkan masalah, mengumpulkan
informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan dan sebagainya.
3. Belajar Visual
Menurut Meier (2004 : 97), setiap orang memiliki ketajaman visual yang
sangat kuat. Hal ini dikarenakan didalam otak terdapat lebih banyak perangkat
untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang lainnya. Lebih
lanjut meier mengungkapkan bahwa beberapa siswa (terutama pembelajar visual)
akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang dibicarakan guru atau
sebuah buku. Seperti melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan,
gambar dari segala macam hal ketika mereka belajar.
4. Belajar
Intelektual
Menurut Meier
(2004 : 99), kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam
pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk
merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai
dari pengalaman tersebut. Lebih lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai
pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untk berfikir,
menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional dan
unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian dirinya sendiri.
Aspek
intelektual dalam belajar akan terlatih jika siswa diajak untuk terlibat dalam
aktivitas seperti : memecahkan masalah, menganalisa pengalaman, mengerjakan
perencanaan strategi melahirkan gagasan kreatif, mencari dan menjaring
informasi, merumuskan pertanyaan., menerapkan gagasan baru dalam pekerjaan,
menciptakan makna pribadi, serta meramalkan implikasi dari suatu gagasan.
Untuk
mendapatkan hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran matematika makna
keempat unsur tersebut harus ada, misalnya pada materi pokok bahasan statistik
siswa diminta untuk melihat cara guru membuat diagram (V), siswa diminta
mengamati dan menggambar diagram (S), siswa diminta untuk membicarakan diagram
yang telah dibuat (A), kemudian siswa diminta untuk memahami diagram yang
dibuat.
Adapun
strategi/pendekatan yang dipilih dari beberapa strategi :
- Belajar
akan efektif dalam keadaan “fun” (menyenangkan)
Ada berbagai
teori tentang otak manusia. Salah satu teori tentang otak yang banyak dikupas
dalam pendidikan adalah apa yang disebut oleh Dave Meier dalam bukunya., The
Accelerated Learning Hand Book (Kaifa, 2004) sebagai Teori Otak Triune teori
ini menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu otak reptil,
otak tengah (sistim limbik), dan otak berpikir (neokorteks). Jika perasaan
pembelajaran (siswa) dalam keadaan positif (gembira, senang) maka pikiran siswa
akan “naik tingkat” dari otak tengah ke neokorteks (otak berpikir). Inilah yang
dimaksud dengan belajar akan efektif. Sebaliknya, manakala perasaan siswa dalam
keadaan negative (tegang, takut) maka pikiran siswa akan “turun tingkat” dari
otak tengah menuju otak reptile. Pada situasi ini belajar tidak akan berjalan
atau berhenti sama sekali.
- Belajar
adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Sudah bukan zamannya lagi anak disuapi,
tetapi ia harus menciptakan sendiri. Pembelajaran harus berpusat pada siswa,
bukan berpusat pada guru. Oleh karena itu, pada saat merancang pembelajaran,
guru harus memikirkan apa yang akan dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan
guru. Apabila guru masih mempertahakan pembelajaran konsumtif dengan metode
unggulannya ceramah, maka kemampuan siswa menurut Winarno Surakhmad
(Fasilitator, Edisi I Tahun 2003), akan sedikit lebih tinggi dari kemampuan
seekor monyet yang pandai.
- Belajar yang baik itu bersifat sosial. Tak perlu diragukan lagi manfaat yang akan dirasakan jika belajar dilakukan dalam kelompok. Berkali-kali riset dilakukan untuk membuktikan keefektifan belajar kelompok. Hasilnya memang selalu menunjukkan bahwa belajar akan lebih berhasil, bahkan keberhasilannya berlipat-lipat jika dilakukan secara kelompok ketimbang belajar secara individual.
- Belajar yang baik itu bersifat sosial. Tak perlu diragukan lagi manfaat yang akan dirasakan jika belajar dilakukan dalam kelompok. Berkali-kali riset dilakukan untuk membuktikan keefektifan belajar kelompok. Hasilnya memang selalu menunjukkan bahwa belajar akan lebih berhasil, bahkan keberhasilannya berlipat-lipat jika dilakukan secara kelompok ketimbang belajar secara individual.
- Belajar
yang baik juga bersifat multi inderawi. Siswa belajar dengan gayanya
masing-masing. Kita tidak dapat memaksanakan suatu gaya visual, gaya auditorial
dan gaya kinestik. Dengan melibatkan seluruh indera dalam pembelajaran, semua
gaya belajar itu akan terlayani. Kalau semua siswa terlayani, belajar akan
berjalan efektif.
- Belajar
terbaik dalam keadaan alfa. Sebagaimana stasiun pemancar radio atau televisi,
otak manusia juga bekerja pada gelombang atau frekuensi tertentu. Ketika kita
dalam keadaan terjaga atau sadar penuh, otak bekerja pada gelombang Beta.
Manakala kita sedang waspada relaks, otak bekerja pada gelombang Alfa. Otak
kita akan bekerja pada gelombang Theta jika kita mengangguk atau hampir
tertidur. Dan pada saat tertidur pulas, otak kita bekerja pada frekuensi Delta.
Mengapa belajar terbaik itu pada frekuensi Alfa? Karena sebagian besar memori
kita disimpan di pikiran bawah sadar. Dan yang dapat menghantarkan memori ke
pikiran bawah sadar adalah gelombang Alfa. Lalu bagaimana mencapai kondisi
Alfa? Dengan meditasi atau dengan mendengarkan musik.
Dikarenakan
pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka
prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu:
1)
pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
2)
pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.
3) kerjasama
membantu proses pembelajaran
4)
pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan
5) belajar
berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik.
6) emosi
positif sangat membantu pembelajaran.
7) otak-citra
menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
C. LANGKAH-LANGKAH PENDEKATAN
PEMBELAJARAN SAVI
Langkah-langkah
pelaksanaan pendekatan SAVI adalah sebagai berikut :
1. Belajar Visual
Dekorasi
warna-warni menciptakan suasana pembelajaran lebih Visual guru dapat menerapkan kegiatan seperti berikut :
a. Menyampaikan materi dengan
bahasa tubuh yang dramatis.
b. Dalam memberikan contoh disampaikan dengan cerita yang hidup.
c. Meminta siswa untuk mengamati contoh-contoh yang disampaikan.
d. Meminta siswa untuk berkreasi dalam membuat catatan
b. Dalam memberikan contoh disampaikan dengan cerita yang hidup.
c. Meminta siswa untuk mengamati contoh-contoh yang disampaikan.
d. Meminta siswa untuk berkreasi dalam membuat catatan
2. Belajar Auditori
Guru menciptakan suasana
pembelajaran yang dapat menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri
siswa yaitu dengan mencarikan cara mengajak siswa membicarakan apa yang sedang
dipelajari diantaranya yaitu :
a.
Menyampaikan materi dengan suara yang keras dan jelas sehingga siswa dapat
mendengar dengan baik.
b. Meminta
siswa untuk membaca keras-keras materi yang sedang dipelajari dari buku
pelajaran atau papan tulis.
c.
Mengajak siswa membaca satu paragraf atau kalimat matematika lalu meminta siswa
menguraikan dengan kata-kata sendiri setiap paragraf atau kalimat matematika
yang mereka baca dengan suara yang keras.
d.
Menceritakan kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung di
dalam buku yang dibaca siswa.
e. Meminta
siswa untuk mengulangi jawaban atau pernyataan yang telah disampaikan.
f.
Mengajak siswa berbicara saat mereka memecahkan masalah, mengumpulkan
informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan, dan sebagainya.
3.
Belajar Somatis
Pembelajaran yang dapat merangsang hubungan
pikiran tubuh, suasana belajar harus dapat membuat siswa bangkit dan berdiri
dari tempat duduknya dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu secara berkala.
Misalnya dengan meminta siswa untuk melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Mendapatkan pengalaman lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
b. Menjalankan pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan belajar.
c. Melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju kedepan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap.
d. Melakukan tinjauan lapangan lalu ditulis, gambar dan membicarakan tentang apa yang mereka pelajari.
a. Mendapatkan pengalaman lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
b. Menjalankan pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan belajar.
c. Melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju kedepan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap.
d. Melakukan tinjauan lapangan lalu ditulis, gambar dan membicarakan tentang apa yang mereka pelajari.
4. Belajar Intelektual
Untuk menciptakan belajar intelektual dalam
pembelajaran maka diperlukan suatu kegiatan yang dapat merangsang kemampuan
intelektual dalam belajar akan terlatih jika siswa diajak untuk terlihat dalam
aktivitas seperti berikut :
a. Memecahkan masalah
b. Menganalisa pengalaman
c. Mengerjakan perencanaan strategi
d. Melahirkan gagasan kreatif
e. Mencari dan menyaring informasi
f. Merumuskan pertanyaan
g. Menerapkan gagasan baru dalam pekerjaan
h. Menciptakan makna pribadi
i. Meramalkan implikasi dari suatu gagasan perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
a. Memecahkan masalah
b. Menganalisa pengalaman
c. Mengerjakan perencanaan strategi
d. Melahirkan gagasan kreatif
e. Mencari dan menyaring informasi
f. Merumuskan pertanyaan
g. Menerapkan gagasan baru dalam pekerjaan
h. Menciptakan makna pribadi
i. Meramalkan implikasi dari suatu gagasan perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
D). Kelemahan dan Kelebihan
Model Pembelajaran SAVI
Menurut teori dan hasil
penelitian, ada beberapa kelebihan dari pendekatan SAVI antara lain:
1. membangkitkan
kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan
aktivitas intelektual;
2. memunculkan suasana
belajar yang lebih baik, menarik dan efektif;
3. mampu membangkitkan
kreatifitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa;
4. memaksimalkan ketajaman konsentrasi
siswa melalui pembelajaran secara visual, auditori dan intelektual.
Pendekatan SAVI juga memiliki
kekurangan, yaitu:
1. Pendekatan
ini sangat menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat
komponen dalam SAVI secara utuh;
2. Penerapan
pendekatan ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran yang
menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga memerlukan biaya
pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang
canggih dan menarik. Ini dapat terpenuhi pada sekolah-sekolah maju
(Meier,2005:91-99).
Kelebihan dan Kelemahan Model
Pembelajaran SAVI dari pendapat yang lain, diantaranya seperti berikut :
1. Kelebihan
1. Kelebihan
a. Siswa tidak mudah lupa karena
siswa membangun sendiri pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
c. Memupuk kerjasaa karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai.
d. Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik.
e. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya.
2. Kelemahan
a. Karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah.
c. Membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
d. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
c. Memupuk kerjasaa karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai.
d. Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik.
e. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya.
2. Kelemahan
a. Karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah.
c. Membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
d. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai.
Untuk mengatasi
kekurangan-kekurangan dari pendekatan SAVI ini, dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Memahami
dan menguasai konsep-konsep pendekatan SAVI dan konsep-konsep dari materi yang
akan diajarkan, mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan dalam pelaksanaan
pembelajaran;
2) Memilih sekolah standar nasional yang
memiliki sarana dan prasarana yang memadai.(Anita,2006:12)
E). Aplikasi Model Pembelajaran SAVI pada Pembelajaran Di Sekolah
Pendekatan SAVI dalam proses belajar mengajar di dalam kelas dapat
dilakukan sebagai berikut:
Komponen
SAVI
|
Guru
|
Siswa
|
Somatik
|
Guru menugaskan siswa untuk membuat model,
menciptakan alat peraga untuk membantu pembelajaran.
Guru mendorong siswa untuk memeragakan suatu
pembelajaran yang akan menghasilkan pengalaman untuk siswa.
Guru mengarahkan siswa untuk membuat catatan
singkat untuk menyimpulkan suatu pembelajaran.
|
Siswa dapat bergerak ketika mereka:
1. Membuat model
dalam suatu proses atau prosedur
2. Menciptakan
piktogram dan periferalnya
3. Memeragakan suatu
proses, sistem, atau seperangkat konsep
4. Mendapatkan
pengalaman lalu menceritakannya dan merefleksikannya
5. Menjalankan
pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar dan lain-lain)
6. Melakukan kajian
lapangan. Lalu tulis, gambar, dan bicarakan tentang apa yang dipelajari
|
Auditori
|
Berikut ini gagasan-gagasan awal untuk meningkatkan
sarana Auditori dalam belajar:
|
Siswa dapat melaksanakan komponen Auditori
dengan:
|
Komponen
SAVI
|
Guru
|
Siswa
|
Auditori
|
1. Ajaklah siswa
membaca keras-keras dari buku panduan dan komputer;
2. Ceritakanlah
kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung di dalam buku
pembelajaran yang mereka
baca;
3. Mintalah siswa
berpasang-pasangan membincangkan secara terperinci apa yang baru saja mereka
pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkanya;
4. Mintalah siswa mempraktikkan
suatu ketrampilan atau memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan
secara singkat dan terperinci apa yang sedang mereka kerjakan;
5. Mintalah siswa berkelompok dan bicara non stop
saat sedang menyusun pemecahan masalah atau membuat rencana jangka panjang
|
1. Siswa
dapat berdiskusi aktif bersama teman kelompok dalam menyelesaikan
permasalahan.
2. Siswa
mengungkapkan pendapat atas pernyataan atau jawaban teman.
3. Siswa
memperhatikan dengan seksama apa yang menjadi bahan diskusi, kemudian
menanggapinya
|
Visual
|
Hal-hal yang dapat dilakukan agar pembelajaran
lebih visual adalah:
1. Bahasa yang penuh gambar
(metafora, analogi)
2. Benda 3 dimensi
3. Cerita yang hidup
4. Dekorasi berwarna-warni
5. Ikon alat bantu kerja
|
Hal-hal yang dapat dilakukan siswa:
1. Kreasi piktrogram
2. Benda 3 dimensi
3. Pengamatan lapangan
|
Komponen
SAVI
|
Guru
|
Siswa
|
Visual
|
6. Grafik presentasi yang hidup
7. Bahasa tubuh yang dramatis
|
|
Intelektual
|
Aspek intelektual dalam belajar akan
terlatih jika kita mengajak pembelajaran tersebut dalam aktivitas seperti:
1. Memecahkan masalah
2. Menganalisis pengalaman
3. Mengerjakan perencanaan
strategis
4. Memilih gagasan kreatif
5. Mencari dan menyaring informasi
6. Merumuskan pertanyaan
7. Menerapkan gagasan baru pada
pekerjaan
8. Menciptakan makna pribadi
9. Meramalkan implikasi suatu
gagasan
|
1. Memecahkan masalah
2. Menganalisis pengalaman
3. Mencari dan menyaring
informasi
4. Menerapkan gagasan baru pada
pekerjaan
5. Menciptakan makna pribadi
6. Meramalkan implikasi suatu
gagasan.
|
Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa
pembelajaran. Siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka memecahkan masalah (Intelektual)
jika mereka secara simultan menggerakkan sesuatu (Somatik) untuk
menghasilkan piktogram atau pajangan tiga dimensi (Visual) sambil
membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (Auditori). Menggabungkan
keempat modalitas belajar dalam satu peristiwa pembelajaran adalah inti dari
Pembelajaran Multi Indrawi.
Ada juga beberapa gagasan model
pembelajaran SAVI yang berkaitan pembelajaran di sekolah, di antara yaitu :
a. Somatis
Gagasan-gagasan
Somatis :
1. Mendapatkan
Kembali Printout (hasil informasi komputer atau hasil ketikan). Suruhlah
pembelajar mencetak dokumen dari waktu ke waktu sehingga mereka terpaksa
bangkit dan pergi ke tempat printer untuk mendapatkannya.
2.
Perburuan. Suruhlah pembelajar melakukan
perburuan item dan potongan informasi yang hanya dapat mereka peroleh dengan
meninggalkan komputer dan pergi ke berbagai tempat di dalam bangunan itu.
3.
Menciptakan Piktogram. Sediakan untuk
pembelajar pena berwarna dan minta mereka menciptakan piktogram dan peta
belajar warna-warni mengenai apa yang sedang mereka pelajari atau melengkapi
piktogram yang baru sebagian dibuat dengan informasi yang mereka dapatkan dari
komputer atau media lain.
4.
Menciptakan Bantuan Kerja. Sediakan pena
berwarna dan materi kerajinan tangan untuk pembelajar agar mereka bisa
menciptakan bantuan kerja mereka sendiri untuk digunakan dalam pekerjaan
mereka.
5.
Kartu Pertanyaan. Sebagai pelatihan
tinjauan, sediakan untuk pembelajar sebungkus kartu pertanyaan. Minta mereka
berdiri di dekat meja, mengocok kartu dan melihat pertanyaan apa yang dapat
mereka jawab, melemparkan kartu yang dapat mereka jawab ke satu tumpukan dan
kartu yang tidak dapat mereka jawab ke tumpukan lain. Lalu, suruh mereka
meninjau pertanyaan-pertanyaan “tanya jawab” dan mencoba lagi.
6.
Manipulatif. Sediakan untuk pembelajar
sebuah kotak atau amplop berisi objek-objek yang dapat mereka manfaatkan. Ini
bisa berupa puzzle yang harus mereka satukan. Atau, bisa juga
komponen-komponen suatu sistem yang harus mereka kumpulkan. Atau, kartu-kartu
mereka berisi berbagai langkah dalam suatu proses yang harus mereka tempatkan
dalam urutan yang benar di atas meja atau lantai. Tentu saja, suruh mereka
meninggalkan komputer dan berdiri ketika melakukan ini.
7.
Papan Permainan. Sebagai tinjauan
belajar, suruh pembelajar memainkan permainan papan yang disediakan. Permainan
itu bisa dilakukan di atas meja, pada papan magnetis, atau bahkan di atas
lantai.
8.
Memerankan. Suruhlah pembelajar secara
fisik memerankan suatu proses atau prosedur, entah dengan objek di atas meja
atau dengan diri mereka sendiri berperan sebagai komponen, sementara mereka
bergerak sekeliling ruangan.
9.
Pemberi kekuatan Fisik. Buatlah program
istirahat yang dengannya komputer atau audio atau vidiotape yang
terpisah dapat mengarahkan pembelajar dalam suatu pelatihan fisik tertentu.
10.
Tinjauan Walkman. Sediakan untuk
pembelajaran sebuah walkman dan kaset yang sesuai. Pada waktu-waktu tertentu,
mintalah pembelajar memasukkan kaset tertentu ke dalam walkman dan
berjalan-jalan. (Ingat namanya “Walkman” bukan “Sitman”.) kaset tersebut bisa
berisi tinjauan konser dari materi yang baru saja diliput mengenai komputer.
Atau, untuk membantu pembelajar mengecek pembelajaran mereka, kaset itu bisa
berisi serangkaian pertanyaan dengan jeda di antaranya (untuk memberi waktu
kepada pembelajar menjawabnya) sebelum jawaban yang benar diberikan.
11.
Wawancara Pribadi. Pada waktu tertentu
dalam program, mintalah pembelajar meninggalkan komputer dan mewawancarai
seorang atau lebih pegawai perusahaan yang dapat memberi perspektif pribadi
singkat mengenai beberapa aspek materi belajar atau menjawab pertanyaan
tertentu. Program ini dapat menyediakan printout berisi pertanyaan-pertanyaan yang disarankan
agar percakapn berjalan lancar.
12.
Pengamatan Pribadi. Pada waktu tertentu
dalam program, suruhlah pembelajar meninggalkan komputer, masuk ke kantor,
pabrik atau dunia nyata dan mengamati sesuatu atau menyelidiki sesuatu yang
berkaitan dengan materi subjek yang sedang dibahas. Lalu, suruhlah mereka
mencatat pengamatan mereka di atas kertas atau dalam kompueter, atau menjawab
serangkaian pertanyaan struktur mengenai persamaan mereka.
b. Auditori
Gagasan-gagasan
Auditori :
1. Pengenalan
Audio. Berilah pembelajar pengenalan “persiapaan belajar” auditori pada
program belajar melalui komputer (jika Anda memiliki fasilitasnya) atau melalui
kaset audio yang dapat dimainkan pembelajar pada portable tape player (alat
untuk menyetel kaset audio yang mudah dibawa-bawa). Atau walkman.
2. Dialog
Pembelajar. Jika dua orang mengambil kursus bersama-sama, secara periodik
suruhlah mereka menggambarkan dengan lantang kepada setiap mitranya apa yang
sedang mereka pelajari dan bagaimana mereka merencanakan untuk menerapkannya
pada kehidupan dan pekerjaan mereka. Atau suruhlah meeka saling bertanya untuk
menjelaskan pemahaman mereka mengenai materi belajar.
3. Tinjauan
Konser. Sediakan kaset berisi musik bersama tinjauan verbal mengenai
konsep, istilah, proses, dan gagasan yang diliputi dalam suatu segmen pelatihan
tertentu. Usahakan untuk mengajak pembelajar berdiri dan meninggalkan komputer
saat mereka melakukan ini.
4. Tinjauan
Kaset yang Bisa Dibawa Pulang. Sediakan kaset yang dibawa dan didengarkan
pembelajar dalam perangkat stereo mobil atau rumah mereka sementara mereka
melakukan hal-hal lain (memasak, bersiap-siap di pagi hari, dll).
5. Parafrase
Auditori. Mintalah pembelajar berhenti secara periodik dan menafsirkan apa
yang baru saja mereka pelajari ke dalam rekaman kaset. Setelah mereka
memainkannya beberapa kali untuk mengunci informasi di dalam ingatan
jangka-panjang mereka.
6. Membaca
keras-keras. Mintalah pembelajaran membaca keras-keras dari layar komputer
atau materi cetakan untuk menambah komponen auditori pada pengalaman belajar.
7. Kaset
Tanya/ Jawab. Untuk membantu pembelajar mengecek pembelajaran mereka,
sediakan kaset berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan dengan segmen
yang baru saja diliput. Setiap pertanyaan pada kaset itu harus diikuti dengan
jeda (untuk memberi waktu kepada pembelajar merumuskan jawaban) sebelum jawaban
yang benar diberikan.
8. Wawancara.
Mintalah pembelajar meninggalkan komputer dan mewawancarai seorang atau
lebih pegawai perusahaan mengenai beberapa aspek dari apa yang sedang mereka
pelajari. Anda dapat menyediakan beberapa pertanyaan untuk mereka tanyakan agar
wawancara itu berlangsung lancar.
9. Pengingat
Auditori. Ciptakanlah sarana pengingat auditori untuk membantu pembelajar
mengingat berbagai gagasan, istilah, atau proses kunci.
10. Berpikir
dengan Lantang. Suruhlah pembelajar menunjukkan fungsi, menciptakan diagram
suatu proses, menyusun skema, atau membuat model proses 3 dimensi sementara
mereka berbicara keras-keras mengenai segala sesuatu yang sedang mereka
kerjakan dan mengapa.
c. Visual
Gagasan-gagasan
Visual :
1. Peta
Kursus. Sediakan untuk pembelajar peta bergambar mengenai kursus yang
sedang mereka ambil yang memberi mereka “gambaran besar”. Mereka dapat
memberinya tambahan, mewarnainya, melaminasinya, dan menyimpannya sebagai
bantuan kerja jika mereka suka.
2. Bahasa
Gambar. Gunakan bahasa yang kaya analogi, ibarat, dan kiasan untuk
menggambarkan konsep, istilah, dan proses.
3. Grafik.
Gunakan gambar, diagram, dan sarana grafis lainnya untuk membantu membuat
yang abstrak menjadi konkret.
4. Cerita.
Sajikan beberapa bagian dari materi belajar dalam bentuk cerita. Cerita dan
contoh konkret dapat menggugah otak citra pembelajar.
5. Contoh
Vidio. Tunjukkan kepada pembelajar apa yang sedang Anda bicarakan dengan
potongan-potongan kecil dalam vidio yang dapat menjelaskan semuanya.
6. Pengamatan
Dunia-Nyata. Mintalah pembelajar meninggalkan komputer dan mengamati cara
pengerjaan sesuatu di dalam atau di luar kantor, di bengkel, di toko, atau apa
saja. Lalu, suruhlah mereka mengetik pengamatan mereka dengan komputer atau
menuliskannya di atas kertas dalam bentuk kata-kata atau gambar.
7. Kreasi
Piktogram. Mintalah pembelajar menciptakan satu piktogram bergambar atau
lebih mengenai apa yang sedang mereka pelajari. Piktogram mereka dapat dibuat
pada kertas polos atau lembaran papan tempel besar..
8. Penyelesaian
Piktogram. Sediakan untuk pembelajar piktogram yang baru sebagian selesai
dan minta mereka mengisi bagian-bagian yang kosong dari apa yang sedang mereka
pelajari.
9. Bantuan
Kerja Ikon. Sediakan untuk pembelajar bantuan kerja dalam bentuk ikon.
Atau, suruhlah pembelajar membuat sendiri bantuan kerja yang berupa ikon.
10. Kreasi
Model. Mintalah pembelajar menciptakan model 3 dimensi dari yang sedang
mereka pelajari dengan menggunakan objek dan materi kerajinan tangan yang
disediakan dalam kursus.
11. Flashcard.
Mintalah pembelajar menguji pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai suatu
objek dengan memeriksa sebungkus kartu berisikan gambar-gambar atau huruf-huruf
sebagai alat peraga.
12. Periferal.
Sediakan untuk pembelajar periferal dalam bentuk poster atau kartu yang
berisi materi belajar yang dapat mereka tempelkan di seputar ruang kerja atau
di rumah mereka.
13. Tinjauan
Konser Berdasar-Citra. Dengan iringan musik, tunjukkan serangkaian layar
model-PowerPoint yang berisi citra dan kata-kata yang menampilkan ringkasan
segmen dari materi belajar yang baru saja diliput.
d. Intelektual
Gagasan-gagasan
Intelektual :
1. Perolehan
Informasi. Dalam banyak kasus, yang terbaik adalah mengajari orang cara
mengakses informasi dan bukan semata-mata cara untuk menyimpannya. Jaringan
adalah sumber informasi yang luar biasa untuk hampir semua subjek. Mengajari
orang cara mengakses informasi pada jaringan dan menerjemahkannya ke dalam
pengetahuan yang dapat dipraktikkan merupakan pelatihan sempurna bagi
kecerdasan pembelajar.
2. Pemecahan
Masalah. Suatu program belajar sering lebih baik diisi dengan pengajuan
masalah daripada pemberian jawaban. Pemecahan masalah mengajari cara berpikir
sendiri dan cara menciptakan makna, dan bukan hanya cara meniru jawaban yang
telah dikemas tanpa berpikir.
3. Pemetaan
Konseptual. Mintalah pembelajar menyusun peta atau grafik konseptual yang
saling berkaitan dari apa yang sedang mereka pelajari, dengan menggabungkan
berbagai komponen suatu subjek dalam suatu kesatuan yang menyeluruh.
4. Pembuatan
Model. Mintalah pembelajar menciptakan model 3 dimensi dari materi subjek
yang menunjukkan bagaimana segala sesuatunya cocok dan menyatu sehingga dapat
dipahami.
5. Penyusunan
Tes. Ketika pembelajar mendengarkan kaset, menyaksikan potongan-potongan
gambar dalam vidio, mengikuti tutorial lewat komputer, atau membaca materi
tertulis, mintalah mereka menyusun tes berisi 10 atau 20 pertanyaan yang dapat
mereka ajukan kepada mitra atau kolega yang sedang mengambil kursus yang sama.
6. Citraan
Mental. Suruhlah pembelajar berpaling dari komputer, menutup mata, dan
membayangkan diri mereka mempraktikkan sutu keterampilan atau menjalani
pengalaman multiindera yang berkaitan dengan materi belajar. Lalu, suruhlah
mereka menulis, menggambar, atau melukiskan kepada orang lain atau merekam ke
dalam pita rekaman, apa yang mereka alami.
7. Renungan.
Berilah pembelajar waktu untuk menjauh dari semua media dan semata-mata
merenungkan apa yang telah mereka pelajari bagaimana mereka akan menerapkannya.
Setelah waktu yang cukup, mintalah mereka mengetik renungan mereka dengan
komputer atau menuliskannya di atas kertas dalam bentuk kata-kata atau gambar.
8. Penyusunan
Pertanyaan. Berilah pembelajar jawaban dan suruh mereka membuat pertanyaan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendekatan SAVI
merupakan pendekatan pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan
aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dalam belajar. Pendekatan SAVI
memiliki empat unsur diantaranya : belajar somatik, belajar auditori, belajar
visual dan belajar intelektual. Dan pendekatan SAVI memiliki langkah-langkah
yaitu langkah yang pertama belajar visual, yang kedua belajar auditori, langkah
ketiga belajar somatis dan yang keempat belajar intelektual.
Disamping
memiliki unsur dan langkah-langkah, pendekatan SAVI ini memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan pendekatan pembelajaran SAVI diantaranya : siswa tidak
mudah lupa karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, suasana dalam proses
pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak
cepat bosan untuk belajar matematika, memupuk kerjasama karena siswa yang lebih
pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai, siswa akan lebih
termotivasi untuk belajar lebih baik, melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan
mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya.
Sedangkan
kelemahan dari pendekatan pembelajaran SAVI adalah karena siswa terbiasa diberi
informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban
ataupun gagasannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa
yang lemah, membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat
itu, dan belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesulitan dalam
evaluasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Arens, R. 1997. Classsroom Instructional Management. New
York : The Mc Graw-Hill Company
DePorter, Bobbi. 2005. Quantum Teaching: Mempraktikkan
Quantum Learning di Ruang Kelas. Editor, Mike Hernacki. Diterjemahkan oleh Ary
Nilandari. Bandung: Kaifa.
Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handbooks:
Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan.
Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa.
Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbooks:
Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan.
Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif.
Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13.
Trianto, M.Pd. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta
:Bumi Aksara
Referensi Dari Internet :
http://www.probolinggo.go.id/kontenphp?nama:artikeldanop:detail_artikeldanid=
25. Artikel dan Riset Pembelajaran harus Fun dan Mengembangkan Potensi Siswa
0 komentar:
Posting Komentar