A.
Pengertian
Model Pembelajaran Superitem
Proses
pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Proses pembelajaran merupakan interaksi semua
komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling
berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. (Usman, 2000: 4)
Yang termasuk
dalam komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan, metode dan alat serta
penilaian. Metode
mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sia-sia, karena metode
tersebut mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relative
lama. (Sudjana, 1989: 30)
Hasil yang dirasakan dalam waktu dekat dikatakan
seabagi dampak langsung (Instructional
effect). Sedangkan
hasil yang dirasakan dalam waktu yang relatif lama disebut dampak pengiring (Nurturant effect). Biasanya
bekenaan dengan sikap dan nilai. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 194).
Model pembelajaran sangat diminati oleh
guru karena dengan banyak pilihan model pembelajaran, maka guru lebih mudah
mengaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini sangat memberikan ragam
dan motivasi, sehingga pembelajaran lebih hidup, menyenangkan dan bermakna.
Dengan demikian harapan guru bisa terwujud bahwa hasil dari pembelajaran
merupakan hasil proses dan hasil akhir.
Pembelajaran Super
Item yaitu suatu
pembelajaran dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat atau bertahap
dari simpel ke kompleks.
Pemberian tugas ini merupakan suatu metode mengajar yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar. Biasanya guru memberikan tugas itu sebagai pekerjaan
rumah (PR). Akan
tetapi sebenarnya ada perbedaan antara pekerjaan rumah (PR) dan
pemberian tugas.
Untuk pekerjaan rumah (PR), guru menyuruh membaca dari buku
dirumah. Dua hari lagi
memberikan pertanyaan dikelas. Tetapi dalam pemberian tugas guru menyuruh
membaca juga menambah
tugas yang biasanya berupa
mencari buku lain untuk membedakan, dan mempelajari
keadaan orangnya.
(Roestiyah,
1996 : 75 )
Tes
superitem adalah tes yang dikembangkan
berdasarkan taksonomi SOLO (Structure
of the Observed Learning Outcome) yang digunakan sebagai alat
penilaian alternatif untuk memantau perkembangan kemampuan kognitif siswa dalam
memecahkan masalah matematika. (Collis, Romberg dan Jurdak, 1986).
Tes
superitem terdiri dari situasi masalah dan empat tingkatan item yang kompleks
dan saling terkait. Situasi masalah terdiri atas tes, gambar atau grafik.
Sementara item terdiri atas empat tingkatan penalaran berdasarkan taksonomi
model SOLO (Structure of the
ObservedLearning Outcome) meliputi:
Unistruktural: Pelajar berfokus pada
satu atau beberapa informasi yang
relevan untuk memberikan respon terhadap realitas kongkret yang tgerlibat
langsung dalam masalah. Contoh: Pelajar menggunakan dan mengacu objek kongkret
(gambar) yang diberikan dalam stem untuk menemukan pola berikutnya dari pola
berikutnya.
Multistruktural: Pelajar mengambil
informasi yang lebih relevan untuk mendapatkan solusi, tetapi tidak
mengintegrasikan. Misalnya pelajar mulai mengidentifikasi hubungan antara pola
variabel dan mampu menjelaskan bagaimana pola tersebut berpindah dalam urutan.
Relasional: Pelajar mengintegrasikan
semua aspek informasi yang diberikan masing-masing ke dalam struktur yang
koheren. Dengan kata lain informasi yang diberikan cukup untuk memecahkan
masalah.
Extended Abstrak: Pelajar
menggeneralisasikan struktur menjadi baru dan lebih abstrak.
Teknik
pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang
lebih mantap. Karena siswa
melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa
dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi. (Roestiyah, 1996: 132)
Dengan
pengertian lain tugas ini jauh lebih luas dari pekerjaan rumah karena metode
pemberian tugas diberikan dari guru kepada siswa untuk diselesaikan dan
dipertanggungjawabkan. Siswadapatmenyelesaikan di sekolah, atau dirumah atau di
tempat lain yang kiranya dapat menunjang penyelesaian tugas tersebut, baik
secara individu atau kelompok.
Tujuannya
untuk melatih atau menunjang terhadap materi yang diberikan dalam kegiatan
intrakurikuler, juga melatih tanggung jawab akan tugas yang diberikan.
Lingkup
kegiatannya adalah tugas guru bidang studi di luar jam pelajaran tatap muka.
Tugas ditetapkan batas waktunya, dikumpulkan, diperiksa, dinilai, dan dibahas
tentang hasilnya. Dalam memberikan tugas keadaan siswa, guru harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
Memberikan
penjelasan mengenai:
~
Tujuan penugasan
~
Bentuk pelaksanaan tugas
~
Manfaat tugas
~
Bentuk Pekerjaan
~
Tempat dan waktu penyelesaian tugas
~
Memberikan bimbingan dan dorongan
~
Memberikan penilaian
Adapun
jenis-jenis tugas yang dapat diberikan kepada siswa yang dapat membantu
berlangsungnya proses belajar mengajar yaitu:
*
Tugas membuat rangkuman
*
Tugas membuat makalah
*
Menyelesaikan soal
*
Tugas mengadakan observasi
*
Tugas mempraktekkan sesuatu
*
Tugas mendemonstrasikan observasi
Dari
beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pemberian tugas adalah metode
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan
petunjuk guru secara langsung. Dengan metode ini siswa dapat mengenali fungsinya
secara nyata.
Tugas dapat diberikan kepada kelompok atau perorangan. Selain dengan pemberian tugas, model pembelajaran ini juga
dapat dilakukan dengan pemecahan suatu masalah.
B.
Prinsip
Model Pembelajaran Super Item
Pembelajaran
super item sangat penting kegunaannya bagi guru. Karena
dengan model ini guru dapat mengerti sikap dari siswa-siswanya yaitu dengan
cara pemberian tugas. Sebagai contoh dari pembelajaran super item yaitu dalam
proses pembelajaran matematika. Biggs dan Collis (dalam Sumarmo, 1993: 2)
melakukan studi tentang struktur hasil belajar dengan tes yang disusun
dalam bentuk superitem. Biggs dan Collis dalam temuannya mengemukakan bahwa
pada tiap tahap atau level kognitif terdapat struktur respon yang sama
dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang abstrak. Struktur tersebut
dinamakan Taksonomi SOLO (Structure
of the ObservedLearning Outcome). Menurut Biggs dan Collis
berdasarkan kualitas model respon anak, tahap SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome) anak
diklasifikasikan pada empat tahap atau level. Keempat tahap tersebut
adalah unistruktural, multistruktural, relasional, dan abstrak.
Temuan dalam
studi ini menguatkan keyakinan bahwa dalam pembelajaran matematika,
penjelasan konsep kepada siswa hendaknya tidak langsung pada konsep atau proses
yang kompleks, tetapi harus dimulai dari konsep dan proses yang sederhana.
Berdasarkan
keyakinan tersebut, Sumarmo (1993) memberikan alternatif pembelajaran yang
dimulai dari yang sederhana meningkat
dari yang lebih kompleks.Pembelajaran tersebut menggunakan soal-soal
bentuk superitem sebagai tugas.
(Sumarmo, 1993: 2)
Pembelajaran
menggunakan tugas bentuk super item adalah pembelajaran yang dimulai dari tugas yang
sederhana meningkat pada yang lebih kompleks dengan memperhatikan tahap SOLO (Structure of the ObservedLearning
Outcome) siswa. Dalam
pembelajaran tersebut digunakan soal-soal bentuk superitem. Alternatif
pembelajaran yang direkomendasikan Sumarmo tersebut, dirancang agar dapat
membantu siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Juga
membantu dalam memacu kematangan penalaran siswa. Hal itu
dilakukan agar siswa dapat memecahkan masalah matematika.
Sebuah super item terdiri dari
sebuah stem yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat
kekompleksannya. Biasanya setiap super item terdiri dari empat item pada masing-masing stem. Setiap item menggambarkan
dari empat level penalaran berdasarkan Taksonomi SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome). Semua item
dapat di
jawab dengan merujuk secara langsung pada informasi dalam stem dan tidak dikerjakan dengan
mengandalkan respon yang benar dari item sebelumnya.
§
Level 1
diperlukan penggunaan satu bagian informasi dari stem.
§
Level 2 diperlukan dua atau
lebih bagian informasi dari stem.
§
level 3 siswa harus mengintegrasikan
dua atau lebih bagian dari informasi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan stem.
§
Level 4 siswa telah dapat
mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem.
Karakteristik
soal-soal bentuk super item yang memuat konsep dan proses yang makin tinggi
tingkat kognitifnya tersebut, memberi peluang kepada siswa dalam mengembangkan pengetahuannya
dan memahami hubungan antar konsep. Super item di disain untuk mendatangkan penalaran matematis
tentang konsep matematika. Di samping itu soal bentuk super item
diharapkan lebih menantang dan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Sebaliknya
guru dapat melakukan kegiatan diagnostik selama pembelajaran, sehingga
perkembangan penalaran siswa dapat dimonitor lebih dini. (Lajoie,1991: 126)
Kemampuan
memahami hubungan antar konsep, kematangan dalam bernalar dan keterlibatan
secara aktif dalam pembelajaran merupakan bagian yang diperlukan dalam
memecahkan masalah.
Dengan demikian pembelajaran menggunakan tugas bentuk super item dapat
diharapkan menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat membantu siswa
dalam meningkatkan kemampuan meyelesaikan pemecahan masalah matematika.
C.
Kelemahan
dan Kelebihan Model Pembelajaran Super Item
Metode
Pembelajaran super item ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa
kelebihan disamping juga mempunyai beberapa kelemahan. Adapun kelebihan metode
pemberian tugas diantaranya adalah metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut
juga azas aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang siswa
agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari,
sehingga :
*
Dapat memupuk rasa percaya diri
sendiri
*
Dapat membina kebiasaan siswa untuk
mencari, mengolah menginformasikan dan dan mengkomunikasikan sendiri.
*
Dapat mendorong belajar, sehingga
tidak cepat bosan
*
Dapat membina tanggung jawab dan
disiplin siswa
*
Dapat mengembangkan kreativitas
siswa
*
Dapat mengembangkan pola berfikir
dan ketrampilan anak.
*
Baik sekali untuk mengisi waktu
luang dengan hal-hal yang konstruktif.
*
Memupuk rasa tanggung jawab dalam
segala tugas pekerjaan, sebab dalam metode ini anak harus
mempertanggungjawabkan segala sesuatu (tugas) yang telah dikerjakan.
*
Memberi kebiasaan anak untuk
belajar.
*
Memberi tugas anak yang bersifat
praktis (H. Zuhairini, 1977:
98).
Adapun
kelemahan metode pemberian tugas pada model super item, yaitu:
*
Tugas tersebut sulit dikontrol guru
kemungkinan tugas itu dikerjakan oleh orang lain yang lebih ahli dari siswa.
*
Sulit untuk dapat memenuhi pemberian
tugas
*
Pemberian tugas terlalu sering dan
banyak, akan dapat menimbulkan keluhan siswa,
*
Dapat menurunkan minat belajar siswa
kalau tugas terlalu sulit.
*
Khusus tugas kelompok juga sulit
untuk dinilai siapa yang aktif.
*
Sulit untuk memberikan tugas karena
perbedaan individual anak dalam kemampuan dan minat belajar.
*
Seringkali anak-anak tidak
mengerjakan tugas dengan baik, cukup hanya menyalin pekerjaan temannya.
*
Apabila tugas itu terlalu banyak,
akan mengganggu keseimbangan mental anak (H. Zuhairini, 1977: 99).
D.
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Super Item
Pembelajaran
ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari
simpel ke kompleks, berupa pemecahan masalah.
Sintaksnya
adalah:
»
Ilustrasikan
konsep konkret dan gunakan analogi
»
Berikan
latihan soal bertingkat
»
Berikan soal
tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi
»
Integrasi
»
Hipotesis.
Integrasi yaitu suatu
berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi dimaknai sebagai proses
penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda sehingga dengan perbedaan
tersebut, menghasilkan suatu pemikiran yang berbeda. Akan tetapi dengan
pemikiran yang baru itu, tidak mengurangi kepercayaan seseorang terhadan hasil
pemikirannya sendiri.
Hipotesis atau hipotesa
berasal dari bahasa
Yunani yaitu hypo sama dengan dibawah thesis sama
dengan pendirian, pendapat yang ditegakkan, dan kepastian.
Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang
digunakan dalam rangka kegiatan
ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan
terarah. Dalam
penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis,
tidak ada perbedaan makna
didalamnya.
Jadi hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis
ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan
diteliti. Hipotesis
menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis
tersebut. Dalam upaya pembuktian
hipotesis, peneliti
dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan
ini disebut percobaan atau eksperimen.
Hipotesis yang telah teruji
kebenarannya disebut teori. Contoh:
Apabila
terdapat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja
menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit
mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa
saat kemudian hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah dugaan ini
disebut hipotesis.
Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan
keliru.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering
menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis
juga berarti sebuah pernyataan atau
proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada
hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya
sebuah hipotesis di dalam
penelitian, salah satu di antaranya, yaitu penelitian sosial. Proses
pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang
melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang
dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga,
dapat dikatakan bahwa sebuah hipotesis
merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
E.
Aplikasi
Model Pembelajaran Superitem pada Pelajaran Matematika
Saat
ini ada kesepakatan umum dari para peneliti matematika mengenai aljabar tentang
pola dan hubungannya. Para peneliti menentang pendekatan konvensional dalam
menilai aljabar dalam serangkaian aturan abstrak mengenai x’, s dan y’, s,
struktur formal, manipulasi simbol dan keterampilan hafalan dengan alasan bahwa
aljabar sebagai alat pemecahan masalah, metode untuk mengekspresikan hubungan,
menjelaskan, menganalisis, dan menjelajahi sifat matematika dalam berbagai
situasi masalah.(Day & Jones, 1997).
Banyak
peneliti dan guru matematika telah memfokuskan penyelidikan tentang pendahuluan
dan pengembangan kemampuan pemecahan aljabar yang dilihat dari pendekatan yang
berbeda yaitu generalisasi, pemecahan masalah,pemodelan dan fungsional. Namun
sebagai bagian perubahan pendekatan intruksional dan teknik penilaian yang
digunakan untuk mengevaluasi kemajuan menuju tujuan-tujuan baru baik untuk
mengevaluasi kinerja siswa dan studi tentang efektifitas pendekatan
pembelajaran baru. Tetapi muncul pertanyaan tentang bagaimana menilai kemampuan pemecahan aljabar yang
baru, mungkin menjadi masalah bagi banyak guru.
Untungnya
model SOLO (Structure Observed Learning Outcome) telah memberikan wawasan
tentang penilaian alternative kemampuan kognitif dan menuju pendekatan baru
dalam pembelajaran di kelas. Isi dan struktur item penilaian ini dapat
dirancang berdasarkan model SOLO untuk melatih siswa mengembangkan keterampilan
berfikir.
Contoh tes superitem:
Masalah: Kereta segitiga
Lihatlah kereta segitiga dibawah ini!
Panjang kereta segitiga ditentukan oleh
jumlah segitiga sama sisi yang panjangnya 1 cm . Keliling kereta segitiga 5 cm
dan panjangnya 3 cm.
Unistruktural:
Berapa keliling kereta segitiga jika panjang adalah 4 (garis interior tidak
dihitung sebagai bagian dari keliling)
Multistruktural:
Berapa keliling kereta segitiga jika panjang (jumlah kereta) adalah 6 dan 15.
Relasional:
Berapa keliling kereta segitiga jika panjang (jumlah kereta) adalah h.
Coba
tuliskan persamaan linier untuk menemukan keliling kereta segitiga untuk setiap
panjang kereta segitiga. Jika diketahui r adalah keliling dan s adalah panjang.
Jika
kereta segitiga memiliki keliling 50 cm, berapa panjang? Cobalah terapkan
persamaan linier untuk memecahkan masalah ini.
Extended
Abstrak: Dapatkah anda mencoba untuk menunjukkan pola baru kereta dan membentuk
persamaan linier jka diketahui keliling r dan panjang panjang untuk setiap
kereta adalah s.
Tes superitem dapat diterapkan pada
materi apapun. Berikut diambil salah satu materi untuk dijadikan tes superitem.Berikut ini
tiga contoh butir tes bentuk superitem dengan tingkat kesulitan yang
berbeda. Soal disusun sedemikian rupa sehingga setiap butir tes memuat
serangkaian informasi dan kemudian diikuti oleh empat pertanyaan
yang sesuai dengan taksonomi SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome).
Contoh
pertama dari Collis, Romberg dan Jurdak (dalam Sumarmo 1993) berikut:
|
Mesin di samping ini akan mengubah
tiap bilangan yang masuk menjadi tiga kali lipat ditambah 2. Jadi bila
dimasukkan bilangan 4 akan keluar bilangan 14.
Pertanyaan :
a. Jika keluar bilangan 14, bilangan
berapa yang masuk?
b. Jika dimasukkan bilangan 5,
bilangan berapa yang akan keluar?
c. Jika keluar bilangan 41, bilangan
berapa yang masuk?
d. Jika x adalah bilangan
yang keluar dan y adalah bilangan yang masuk, nyatakan y dalam x.
Superitem
yang kedua dikemukakan oleh Sumarmo (2002)
|
Sebuah ruangan mempunyai satu sekat dengan dua
buah pintu. Seorang siswa harus pergi menuju sasaran dengan melalui pintu.
Pertanyaan:
a. Berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana
caranya?
b. Jika ada sekat kedua dengan dua pintu, berapa banyak cara ia
sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
c. Jika ada empat sekat asaran? Bagaimana caranya?
d. Jika ada n
sekat masing-masing dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran?
Bagaimana caranya?
Soal superitem kedua, dicontohkan
oleh Wilson dan Chavarria (1993).
Jika gambar di atas dapat
dilipat sehingga menjadi dua bagian yang sama dan tepat dipisahkan suatu
garis lipatan, garis lipatan tersebut adalah garis simetri.
Gambar di atas mempunyai garis
simetri yang lebih dari satu.
a.
Manakah gambar di bawah yang
mempunyai garis simetri?
(a) (b)
b.
Gambarlah semua garis simetri pada
persegi di bawah?
c.
Manakah dari delapan huruf kapital
pertama dalam alphabet mempunyai tepat dua garis simetri?
d.
John berkata, “Saya tahu sebuah
aturan untuk dapat memberitahukan, ketika sebuah gambar yang terdiri dari empat
sisi mempunyai garis simetri. Jika sebuah segitiga pada masing-masing sisinya
sama ukuran dan bentuknya, maka segitiga itu mempunyai garis simetri”. Jelaskan
mengapa anda setuju atau tidak setuju dengan pendapat John?
Pada contoh
soal ke-3 di atas,
item a menggunakan hanya satu bagian dari informasi yang didapat secara
langsung dari stem (definisi garis simetri). Pada item b, yang merupakan
representasi dari level 2, siswa memerlukan penggunaan definisi dari garis
simetri dan fakta gambar yang mempunyai lebih dari satu garis simetri.
Sementara itu pada item c, menggunakan bagian informasi yang sama dari item b,
tetapi memerlukan kemampuan siswa dalam mengintegrasikan informasi yang
menghasilkan diagram dan menggunakan definisi pada berbagai variasi dari kurva.
Siswa dapat menyelesaikan soal item d, jika siswa dapat berfikir kritis tentang
sebuah hipotesis yang diturunkan dari stem. Pada Taksonomi SOLO, item ini
termasuk ke dalam level 4.
Berdasarkan
contoh superitem di atas, dikandung maksud agar siswa memahami hubungan antar
konsep secara bertahap dari yang sederhana sampai meningkat kepada yang lebih
kompleks.
Selain dari
pada itu guru melakukan kegiatan diagnostik terhadap respon siswa,
sehingga dapat dengan segera menentukan langkah-langkah yang diperlukan dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Kelebihan
pembelajaran matematika dengan menggunakan tugas bentuk superitem diantaranya,
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami persoalan matematika
secara bertahap sesuai kesiapannya, dan guru dapat memberikan bantuan yang tepat kepada
siswa berdasarkan respon dari siswa. Pada sisi lain pembelajaran ini akan
memberi kesulitan kepada guru dalam membuat atau menyusun butir-butir
soal bentuk superitem. Kemudian dimungkinkan terdapat respon siswa yang
beragam. Hal itu akan menuntut kesiapan guru dalam mengantisipasinya.
Wilson
dan Chavarria (1993) memberikan pengalamannya dalam mengkonstruksi bentuk soal
superitem yaitu,
Ø
Mengkonstruksi sebuah superitem
akan dimulai dengan menentukan terlebih dahulu prinsip umum apa yang akan
menjadi fokus pada item level empat. Prinsip tersebut akan dibangun oleh tiga
item sebelumnya. Setiap item akan membantu siswa dalam menggali situasi dari
masalah.
Ø
Stem akan menyajikan sebuah
masalah yang relevan dan diperlukan siswa.
Ø
Respon dari setiap item di
dalam sebuah superitem tidak bergantung pada respon yang benar dari item
sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pembelajaran
Super Item yaitu suatu pembelajaran dengan cara memberikan
tugas kepada siswa secara bertingkat atau bertahap dari simpel ke kompleks. Pembelajaran Superitem pada
pelajaran matematika mempunyai tes yang dikembangkan berdasarkan taksonomi SOLO
(Structure of the ObservedLearning Outcome) yang digunakan sebagai alat
penilaian alternatif untuk memantau perkembangan kemampuan kognitif siswa dalam
memecahkan masalah matematika.
Sebuah super item terdiri dari
sebuah stem yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat
kekompleksannya. Biasanya setiap super item terdiri dari empat item pada masing-masing stem. Setiap item menggambarkan
dari empat level penalaran berdasarkan Taksonomi SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome). Keempat level tersebut ialah:
§
Level 1
diperlukan penggunaan satu bagian informasi dari stem.
§
Level 2 diperlukan dua atau
lebih bagian informasi dari stem.
§
level 3 siswa harus mengintegrasikan
dua atau lebih bagian dari informasi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan stem.
§
Level 4 siswa telah dapat
mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem.
Kelebihan
metode pemberian tugas diantaranya adalah metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut
juga azas aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang siswa
agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
- Lajoie,S (1991). A Framework for Authentic Assessment in Mathematics.
- http://www.wcer.wisc.edu/ncisla/publications/newsletters/normse/vol1num.1pdf
- Sumarmo,U (1993). Profil Struktur Hasil Belajar Matematika Siswa SMA Berdasarkan Taksonomi SOLO. Bandung
- Usman (2000). Model Pembelajaran Aktif. Semarang
- Sudjana (1989). Model-model Pwmbelajaran. Bandung
- Sumarmo,U (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi . Bandung
- Djamarah, S.B (2000). Pembelajaran Efektif. Jakarta
- Wilson dan Chavarria (1993). Superitem Test as a Classroom Assessment Toll. NCTM: Reston Virgini
- Roestiyah (1996). Didaktik Metodik. Jakarta
- Roestiyah (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
- http://ikhsanyulianto.blog.com/
0 komentar:
Posting Komentar