BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Immanuel Kant menganggap bahwa matematika
merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori, yang mana eksistensiya
bergantung dari pancaindera serta nilai salah dan atau benarnya dapat
ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris Jujun Suriasumantri. 2003 : 206) .
Oleh karena sifatnya yang abstrak pengetahuan ini sering dianggap sulit oleh
mayoritas siswa serta strategi, atau pendekatan para guru, instruktur, dalam
mentransformasikan pengetahuannya tentang matematika sering dijadikan barometer
ketidakberhasilan siswa dalam memenuhi standar ketuntasan belajarnya. Begitu juga dengan penilaian yang akan
dilakukan untuk menentukan keberhasilan sebuah teknik pembelajaran. Pada
dasarnya penilaian yang dilakukan pun tidak dapat dilepaskan dari penilaian
faktor di atas.
Bagaimana sebuah pendekatan dapat
dikatakan berhasil dan berdaya guna kalau unjuk kerja siswa (atau mahasiswa)
yang menggunakan pendekatan tersebut tidak mencerminkan kemampuan dasar dalam
ranah kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis?
Berikut ini akan dibicarakan salah
satu aspek elemen dasar kegiatan pembelajaran matematika khususnya yang
berhubungan dengan kegiatan yang melibatkan seluruh fungsi pancaindera, yaitu
dengan menggunakan pendekatan model pembelajaran SAVI.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan model
pembelajaran SAVI ?
2.
Apa yang menjadi prinsip dalam model
pembelajaran SAVI ?
3.
Apa unsur dari model pembelajaran
SAVI ?
4.
Bagaimana karakteristik model
pembelajaran SAVI ?
5.
Bagaimana strategi model
pembelajaran SAVI tersebut diterapkan ?
6.
Apa kelebihan dan kekurangan dari
model pembelajaran SAVI ?
7.
Bagaimana aplikasi model
pembelajaran tersebut dalam Mata Pelajaran Matematika di sekolah ?
C.
Tujuan
1.
Agar mengetahui pengertian atau
maksud dari model pembelajaran SAVI.
2.
Agar mengetahui prinsip-prinsip
model pembelajaran SAVI.
3.
Agar mengetahui unsur-unsur dari
model pembelajaran SAVI.
4.
Agar mengetahui karakteristik model
pembelajaran SAVI.
5.
Agar mengetahui penerapan strategi
model pembelajaran SAVI.
6.
Agar mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran SAVI.
7.
Agar mengetahui aplikasi model
pembelajaran tersebut dalam Mata Pelajaran Matematika di sekolah.
BAB
II
PEMBAHASAN
MODEL
PEMBELAJARAN SAVI PADA MATERI BANGUN RUANG (KUBUS)
A.
Pengertian
SAVI
merupakan akronim dari Somatis ( bersifat Raga ), Auditori ( bersifat suara ),
Visual ( bersifat gambar ), dan Intelektual ( bersifat merenungkan ). Dave
Meier menyatakan bahwa apabila sebuah pembelajaran dapat melibatkan seluruh
unsur SAVI ini, pembelajaran akan berlangsung efektif sekaligus atraktif.
Sebagai contoh kasus apabila kita membaca sebuah buku.
Pertama, membaca
secara Somatis. Ini berarti bahwa saat membaca, diperlukan melibatkan fisik
kita. Membaca akan efektif apabila posisi tubuh kita dalam keadaan yang relaks,
tidak tegang. Apabila selama membaca mengalami rasa jenuh, pembaca disarankan
mencoba untuk menghentikan proses pembacaan sejenak dan menggerakkan seluruh
tubuh. Hal ini bertujuan untuk menyegarkan kembali pikiran dan perasaan kita.
Kedua, membaca
dengan cara Auditoris. Membaca auditoris dipakai ketika menemukan kalimat (yang
kita baca) yang sulit sekali dicerna, atau, pada saat membaca menemukan
baris-baris kalimat yang menarik, tetepi sulit untuk berkonsertrasi untuk
memahaminya. Membaca secara auditoris dalam hal ini maksudnya membaca dengan
keras kalimat-kalimat tersebut sehingga telinga pembaca itu sendiri mendengar
secara jelas. Hal itu dimaksudkan untuk mempercepat dan lebih menambah
keakuratan dalan memahami kalimat tersebut.
Ketiga, membaca
secara visual. Seorang pakar pendidikan bernama Eric Jensen mengemukakan bahwa
benak pembaca akan merasa fun apabila pada saat pertama kali menyerap
informasi, benak kita tersebut diberi informasi dalam bentuk Gambar (ikon,
symbol, atau ornamen) dan informasi itu memiliki kekayaan warna. Buku yang
mampu membuat para pembacanya merasa senang, sebaiknya memang diber sentuhan
visual atau –dalam bahasa lain- menggunakan bahasa rupa.
Apabila membaca buku-buku yang tanpa
gambar, misalnya buku-buku fiksi, kita layak berhenti sejenak untuk
membayangkan tokoh-tokoh yang dilukidkan oleh sang pengarang lewat kata-kata.
Proses membayangkan ini, jelas, akan mengefektifkan pembacaan buku tersebut.
Juga, kadang-kadang ada pengarang buku nonfiksi (ilmiah) yang tidak menyertakan
gambar. Pembaca dapat memanfaatkan potensi visual kita untuk menggambarkan
sendiri apa-apa yang diuraikan oleh sang pengarang di benak pembaca agar
pemahaman pembaca lebih efektif.
Keempat, membaca
secara Intelektual. Kata “Intelektual” yang digunakan di dini perlu diberi
catatan khusus. Intelektual disini menunjukkan apa yang dilakukan oleh pembelajar
dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan pengalaman dan
menciptakan hubungan, makana, rencana, dan nilai pengalaman tersebut.
Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan
membangun makna.
Dalam proses membaca buku, potensi
intelektual ini berkaitan erat dengan menulis. Apabila setiap kali selesai
membaca sebuah buku (baik itu hanya satu halaman, satu bab, atau sekian bagian
buku) kita lalu berhenti sejenak untuk memberikan catatan-catatan atau
merumuskan secara tertuls apa pun yang kita peroleh dari pembacaan tersebut,
tentulah kita akan memperoleh manfaat lebih besar ketimbang membiarkan saja
materi yang kita baca tanpa proses penulisan. Teori dari Meier tersbut terlatar
belakangi oleh belajar yang menurutnya akan selalu terhambat jika memisahkan
tubuh dan pikiran.
Perumpamaan lain ia kemukakan.
Mengapa banyak orang yang mengantuk atau tertidur lelap saat seseorang tengah
berceramah? Lemahnya materi ceramah adalah salah satu sisi. Tapi sisi lain yang
memberi sumbangan penting, kata Meier, karena peserta ceramah tidak
diperbolehkan (atau tidak terbiasa) menggerakkan badan. “Banyak peserta
kesulitan berkonsentrasi tanpa melakukan sesuatu secara fisik,” katanya.
“Pemisahan tubuh dan pikiran dalam
kebudayaan Barat sangat keliru. Penelitian neurologis telah membongkar
keyakinan kebudayaan Barat yang salah bahwa pikiran dan tubuh adalah dua
entitas yang berbeda. Temuan mereka menunjukkan bahwa pikiran tersebar ke
seluruh tubuh. Tubuh adalah pikiran, begitu juga sebaliknya,” ungkap Meier.
Teori yang
mendukung pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri;
teori otak triune; pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); teori
kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan
pengelaman; belajar dengan symbol. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu
kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan
emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan
pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang
belajar dengan cara-cara yang berbeda. Jadi model pembelajaran SAVI adalah
sebuah model pembelajaran yang melibatkan semua fungsi alat indera untuk
membantu kinerja inteleknya sebagai cara untuk memperoleh informasi dengan
cepat.
B.
Prinsip
Dikarenakan
pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka
prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu:
1) Pembelajaran melibatkan seluruh
pikiran dan tubuh
2) Pembelajaran berarti berkreasi
bukan mengkonsumsi.
3) Kerjasama membantu proses
pembelajaran
4) Pembelajaran berlangsung pada
benyak tingkatan secara simultan
5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik.
6) Emosi positif sangat membantu
pembelajaran.
7) Otak-citra menyerap informasi
secara langsung dan otomatis.
C.
Unsur
Adapun
unsur-unsur dalam pendekatan SAVI antara
lain sebagai berikut.
1.
Belajar somatis adalah belajar
dengan bergerak dan berbuat. Hal itu didasarkan atas sebuah teori yang
menyatakan bahwa sebagian orang tidak bisa belajar dengan efektif ketika mereka
tidak dengan bebas untuk menggerakan fisiknya, karena proses belajar yang baik
adalah ketika organ fisik terlibat secara lebih, atau belajar somatis merupakan
belajar dalam mengendalikan gerak tubuh, dan keterampilan dalam menangani
benda, cekatan, indera perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan
berminat atas segala sesuatu. (Budi Manfaat. 2010 : 52).
Adapun kegiatan yang dapat dilakukan. yaitu sebagai berikut :
a) Membuat model dalam suatu proses.
b) Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
c) Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakan dan merefleksikannya.
d) Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar)
a) Membuat model dalam suatu proses.
b) Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
c) Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakan dan merefleksikannya.
d) Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar)
2.
Belajar auditori (A), kegiatan
mendengar dan berbicara. Strategi ini dapat memberikan tekanan pada suatu bahan
yang sedang kita pelajari akan membantu melekatkannya pada pikiran. Dr. Win
Wenger dalam (Colin Rose. 2003 : 143) menyatakan bahwa kunci belajar terletak
pada apa yang disebutnya artikulasi terinci. Tindakan mendeskripsikan sesuatu
yang baru akan mempertajam persepsi dan memori tentangnya. Lebih terinci
menguaknya, lebih banyak perkaitan atau asosiasi yang dibentuk dan lebih mudah
untuk diingat.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu
sebagai berikut.
a) Membaca keras dari bahan sumber.
b) Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
c) Memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.
a) Membaca keras dari bahan sumber.
b) Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
c) Memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.
3.
Belajar visual (V), kegiatan
melihat, mengamati, memperhatikan. Sesungguhnya strategi visual dapat membantu
dalam berfikir tentang sesuatu subjek secara global dan memungkinkan
fleksibilitas pemikiran.
Kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan, yaitu sebagai berikut.
a) Mengamati gambar dan memaknainya.
b) Melihat benda tiga dimensi.
c) Pengamatan lapangan.
d) Dekorasi warna-warni.
a) Mengamati gambar dan memaknainya.
b) Melihat benda tiga dimensi.
c) Pengamatan lapangan.
d) Dekorasi warna-warni.
4.
Belajar intelektual (I), kegiatan
mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan masalah. Menurut
Meier (2004 : 99), kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam
pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk
merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai
dari pengalaman tersebut. Lebih lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai
pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untk berfikir,
menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional dan
unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian dirinya sendiri.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut.
a) Pemecahan masalah
b) Menganalisis pengalaman.
c) Melahirkan gagasan kreatif.
d) Merumuskan pertanyaan.
b) Menganalisis pengalaman.
c) Melahirkan gagasan kreatif.
d) Merumuskan pertanyaan.
D.
Karakteristik
Sesuai dengan singkatan dari SAVI
yaitu somatic, auditory, visual dan intelektual, maka karakteristik pendekatan
SAVI ada empat bagian yaitu sebagai berikut.
1)Somatik
Somatik atau somatis berasal dari bahasa yunani yaitu soma. Jika dikaitkan
dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Dengan
demikan, pembelajaran somatik adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan
melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan
tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).
2)Auditori
Menurut Meier (2004 : 95), belajar Auditori merupakan
cara belajar standar bagi semua orang sejak awal sejarah. Seperti kita ketahui
sebelum manusia mengenal baca tulis banyak informasi yang disampaikan dari
generasi ke generasi secara lisan misalnya mitos, dongeng-dongeng,
cerita-cerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga mendorong orang untuk belajar
dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi mereka adalah “jika kita mau
belajar lebih banyak tentang apa saja, bicaralah tanpa henti”. Beberapa siswa
(terutama yang memiliki kecenderungan auditori yang kuat) belajar dari suara,
fialog, membaca keras, membicarakan kepada orang lain apa yang baru mereka alami,
mendengar atau pelajari.
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Dalam hal ini, yang perlu
diperhatikan oleh guru bahwa ternyata pikiran lebih kuat dari yang dipikirkan,
telinga akan terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa disadari.
Ketika berbicara maka beberapa bagian penting di otak akan menjadi aktif. Hal
ini dapat diartikan bahwa di dalam pembelajaran, siswa hendaknya diajak untuk
membicarakan apa yang sedang mereka pelajari dan menerjemahkan pengalamannya
dengan suara.
3)Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak terdapat lebih
banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang
lain. Oleh sebab itu, siswa akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa
yang sedang dipelajarinya, misalnya kepada guru atau sebuah buku serta melihat
contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya. Atau dalam
bahasa Yatim Riyanto modalitas visual berarti belajar dengan mengakses citra
visual yang diciptakan maupun yang diingat baik dari warna,potret, ataupun
hubungan ruang dan sebagainya
4)Intelektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Seorang pembelajar
intelektual akan melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal dengan
menggunakan kecerdasan untuk
merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan
nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual
adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah. (http://dewiyaniani.blogspot.com/2012/01/pendekatan-pembelajaran-savi.html).
Dalam fase ini fungsi-fungsi imajinasi dan pikiran
pada anak mulai berkembang, anak sudah mampu untuk mengenali sesuatu secara
objektif dan berfikir kritis. Fase ini dialami oleh anak-anak di usia mulai
7-12 tahunan. Karena di usia tersebutlah mereka dianggap sudah mampu untuk
mengendalikan diri, konsekuensi dan berkesadaran tinggi (Yatm
Riyanto, 2010 : 113). Karena keterampilan intelektual ini menurut gagne lebih
berorientasi pada hasil yang terjadi karena ada interaksi antara individu
dengan lingkungannya, seperti angka-angka, bahasa, simbol, rumus, prinsip,
prosedur dan sebagainya yang dihasilkan dari proses kerja intelektual. Kemudian
kecerdasan inilah yang dijadikan salah satu strategi dalam model pembelajaran
SAVI mengingat pendekatan belajar yang menekankan perkembangan proses dan
keterampilan berpikir sebagai alat untuk meningkatkan pembelajaran yang
bertujuan agar seluruh pembelajar menjadi lebih strategis, percaya diri,
fleksibel, dan produktif dalam usaha belajarnya, sehingga strategi ini sering
dikatakan sebagai operator kognitif yang secara langsung terlibat dalam
menyelesaikan tugas-tugas dan masalah belajar. (Eti Nurhayati. 2010 : 26).
E.
Strategi
Model Pembelajaran SAVI
Meier telah menyajikan model pembelajaran SAVI sebagai suatu sistem yang lengkap untuk
melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar secara alami yang
strategi pendekatannya dilaksanakandalam siklus pembelajaran secara bertahap (
Rusman, 2011 : 373). Adapun tahapannya antara lain:
a.
Persiapan, bertujuan
menimbulkan minat para pembelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai
pengalaman belajar yang akan diperoleh di masa mendatang dan menempatkan mereka
dalam situasi yang optimal. Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa,
memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan
menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
Secara
spesifik meliputi hal:
a)
memberikan sugesi positif
b)
memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa
c)
memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
d)
membangkitkan rasa ingin tahu
e)
menciptakan lingkungan fisik yang positif.
f)
menciptakan lingkungan emosional yang positif
g)
menciptakan lingkungan sosial yang positif
h)
menenangkan rasa takut
i)
menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
j) banyak
bertanya dan mengemukakan berbagai masalah
k)
merangsang rasa ingin tahu siswa
l) mengajak
pembelajar terlibat penuh sejak awal.
b.
Penyampaian, untuk
membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang
menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua
gaya belajar. Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi
belajar yang baru dengan cara menari, menyenangkan, relevan, melibatkan
pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
Hal- hal yang dapat dilakukan guru:
a) uji coba
kolaboratif dan berbagi pengetahuan
b)
pengamatan fenomena dunia nyata
c) pelibatan
seluruh otak, seluruh tubuh
d)
presentasi interaktif
e) grafik
dan sarana yang presentasi brwarna-warni
f) aneka
macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
g) proyek
belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
h) latihan
menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)
i)
pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
j) pelatihan
memecahkan masalah
c.
Pelatihan, berperan
sebagai sarana dalam membantu pembelajar untuk mengintegrasikan dan menyerap
pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Pada tahap ini guru
hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan
keterampilan baru dengan berbagai cara.
Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:
a) aktivitas pemrosesan siswa
b) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau
usaha kembali
c) simulasi dunia-nyata
d) permainan dalam belajar
e) pelatihan aksi pembelajaran
f) aktivitas pemecahan masalah
g) refleksi dan artikulasi individu
h) dialog berpasangan atau berkelompok
i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif
j) aktivitas praktis membangun keterampilan
k) mengajar balik
d.
Penampilan
hasil, tahap ini bertujuan untuk membantu pembelajar menerapkan dan memperluas
pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil
belajar akan melekat dan terus meningkat. Pada tahap ini guru hendaknya
membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru
mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil
akan terus meningkat.
Hal –hal yang dapat dilakukan adalah:
a) Penerapan dunia nyata dalam waktu
yang segera
b) Penciptaan dan pelaksanaan
rencana aksi
c) Aktivitas penguatan penerapan
d) Materi penguatan prsesi
e) Pelatihan terus menerus
f) Umpan balik dan evaluasi kinerja
g) Aktivitas dukungan kawan
h) Perubahan organisasi dan
lingkungan yang mendukung.
e.
Strategi pembelajaran lain yang
mampu menciptakan kemandirian belajar.
Adapun
strategi/pendekatan yang dipilih dari beberapa strategi seperti yang dikutip dalam
(http://abaskecil.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran.html).
- Belajar akan efektif dalam keadaan “fun”
(menyenangkan).
- Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Sudah bukan zamannya lagi
anak disuapi, tetapi ia harus menciptakan sendiri. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru. Oleh karena itu, pada saat merancang pembelajaran, guru harus memikirkan apa yang akan dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru. Apabila guru masih mempertahakan pembelajaran konsumtif dengan metode unggulannya ceramah, maka kemampuan siswa menurut Winarno Surakhmad (Fasilitator, Edisi I Tahun 2003), akan sedikit lebih tinggi dari kemampuan seekor monyet yang pandai.
- Belajar yang baik itu bersifat sosial.
- Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Sudah bukan zamannya lagi
anak disuapi, tetapi ia harus menciptakan sendiri. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru. Oleh karena itu, pada saat merancang pembelajaran, guru harus memikirkan apa yang akan dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru. Apabila guru masih mempertahakan pembelajaran konsumtif dengan metode unggulannya ceramah, maka kemampuan siswa menurut Winarno Surakhmad (Fasilitator, Edisi I Tahun 2003), akan sedikit lebih tinggi dari kemampuan seekor monyet yang pandai.
- Belajar yang baik itu bersifat sosial.
- Belajar
yang baik juga bersifat multi inderawi. Siswa belajar dengan gayanya
masing-masing. Kita tidak dapat memaksanakan suatu gaya visual, gaya auditorial
dan gaya kinestik. Dengan melibatkan seluruh indera dalam pembelajaran, semua
gaya belajar itu akan terlayani. Kalau semua siswa terlayani, belajar akan
berjalan efektif.
- Belajar terbaik dalam keadaan alfa. Sebagaimana stasiun pemancar radio atau televisi, otak manusia juga bekerja pada gelombang atau frekuensi tertentu. Ketika kita dalam keadaan terjaga atau sadar penuh, otak bekerja pada gelombang Beta. Manakala kita sedang waspada relaks, otak bekerja pada gelombang Alfa. Otak kita akan bekerja pada gelombang Theta jika kita mengangguk atau hampir tertidur. Dan pada saat tertidur pulas, otak kita bekerja pada frekuensi Delta. Mengapa belajar terbaik itu pada frekuensi Alfa? Karena sebagian besar memori kita disimpan di pikiran bawah sadar. Dan yang dapat menghantarkan memori ke pikiran bawah sadar adalah gelombang Alfa. Lalu bagaimana mencapai kondisi Alfa? Dengan meditasi atau dengan mendengarkan musik.
(Suyipno, Guru SD Negeri Sumberanyar II Kecamatan Paiton)
- Belajar terbaik dalam keadaan alfa. Sebagaimana stasiun pemancar radio atau televisi, otak manusia juga bekerja pada gelombang atau frekuensi tertentu. Ketika kita dalam keadaan terjaga atau sadar penuh, otak bekerja pada gelombang Beta. Manakala kita sedang waspada relaks, otak bekerja pada gelombang Alfa. Otak kita akan bekerja pada gelombang Theta jika kita mengangguk atau hampir tertidur. Dan pada saat tertidur pulas, otak kita bekerja pada frekuensi Delta. Mengapa belajar terbaik itu pada frekuensi Alfa? Karena sebagian besar memori kita disimpan di pikiran bawah sadar. Dan yang dapat menghantarkan memori ke pikiran bawah sadar adalah gelombang Alfa. Lalu bagaimana mencapai kondisi Alfa? Dengan meditasi atau dengan mendengarkan musik.
(Suyipno, Guru SD Negeri Sumberanyar II Kecamatan Paiton)
F. Kelebihan
dan Kekurangan
1.
Kelebihan
a. Siswa tidak mudah lupa
karena siswa membangun sendiri pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses
pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk
belajar matematika.
c. Memupuk kerjasmaa karena siswa yang lebih
pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai.
d. Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar
lebih baik.
e. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan
mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya.
2.
Kekurangan.
a. Karena siswa terbiasa diberi informasi
terlebih dahulu sehingga siswa
kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya
sendiri.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bila
siswa yang lemah.
c. Membutuhkan perubahan
agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
d. Belum ada pedoman
penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai.
G.
Aplikasi
Model Pembelajarn SAVI pada Mapel Matematika
Langkah-langkah pelaksanaan
pendekatan SAVI adalah sebagai berikut :
1.
Belajar Somatis
Pembelajaran
yang dapat merangsang hubungan pikiran tubuh, suasana belajar harus dapat
membuat siswa bangkit dan berdiri dari tempat duduknya dan aktif secara fisik
dari waktu ke waktu secara berkala. Misalnya dengan meminta siswa untuk
melakukan kegiatan sebagai berikut :
a.
Mendapatkan
pengalaman lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
b.
Menjalankan
pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan belajar
c.
Melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju
kedepan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap.
d.
Melakukan tinjauan lapangan lalu ditulis, gambar dan membicarakan tentang apa
yang mereka pelajari.
2.
Belajar Auditori
Guru menciptakan suasana pembelajaran
yang dapat menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri siswa yaitu
dengan mencarikan cara mengajak siswa membicarakan apa yang sedang dipelajari
diantaranya yaitu :
a.
Menyampaikan
materi dengan suara yang keras dan jelas sehingga siswa dapat mendengar dengan
baik
b.
Meminta siswa untuk membaca keras-keras materi
yang sedang dipelajari dari buku pelajaran atau papan tulis.
c.
Mengajak siswa
membaca satu paragraf atau kalimat matematika lalu meminta siswa menguraikan
dengan kata-kata sendiri setiap paragraf atau kalimat matematika yang mereka
baca dengan suara yang keras.
d.
Menceritakan
kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung di dalam buku
yang dibaca siswa.
e.
Meminta siswa
untuk mengulangi jawaban atau pernyataan yang telah disampaikan.
f.
Mengajak siswa
berbicara saat mereka memecahkan masalah, mengumpulkan informasi, membuat
rencana kerja, menguasai ketrampilan, dan sebagainya.
3. Belajar Visual
Dekorasi
warna-warni menciptakan suasana pembelajaran lebih Visual guru dapat menerapkan
kegiatan seperti berikut :
-Menyampaikan materi dengan bahasa tubuh yang dramatis.
-Dalam memberikan contoh disampaikan dengan cerita yang hidup.
-Meminta siswa untuk mengamati contoh-contoh yang disampaikan.
-Menyampaikan materi dengan bahasa tubuh yang dramatis.
-Dalam memberikan contoh disampaikan dengan cerita yang hidup.
-Meminta siswa untuk mengamati contoh-contoh yang disampaikan.
4. Belajar Intelektual
Untuk
menciptakan belajar intelektual dalam pembelajaran maka diperlukan suatu
kegiatan yang dapat merangsang kemampuan intelektual dalam belajar akan
terlatih jika siswa diajak untuk terlihat dalam aktivitas seperti berikut.
a. Memcahkan masalah.
b. Menganalisa pengalaman.
c. Mengerjakan
perencanaan strategi.
d. Melahirkan gagasan
kreatif.
e. Mencari dan menyaring
informasi.
f. Merumuskan pertanyaan.
g. Menerapkan gagasan
baru dalam pekerjaan.
h. Menciptakan makna
pribadi.
i. Meramlkan implikasi dari suatu gagasan.
H.
Konsep
Kajian Matematika (Bangun Ruang KUBUS)
1.
Pengertian.
Kubus adalah bangun ruang yang dibatasi
oleh 6 buah persegi yang sama dan sebangun (kongruen). Kubus memiliki
rusuk sama panjang, semua bidang permukaannya berbentuk persegi yang kongruen,
jadi memiliki luas yang sama pada setiap sisinya.
2.
Jaring-jaring
Kubus.
Kubus
dibatasi oleh enam sisi persegi yang kongruen. Jaring-jaring kubus yang lain
yang dapat dibuat adalah sebagai berikut:
Dari jaring-jaring kubus diatas,
dapat kita tentukan Luas Permukaan Kubus-nya yaitu:
Luas ABCD
= s x s
Luas EFGH = s x s
Luas BCFG = s x s
Luas ADHE = s x s
Luas ABFE = s x s
Luas DCGH = s x s
Luas EFGH = s x s
Luas BCFG = s x s
Luas ADHE = s x s
Luas ABFE = s x s
Luas DCGH = s x s
Maka,
luas permukaan kubus :
= L ABCD +
L EFGH + L BCFG + L ADHE+ L ABFE + L DCGH
= 6 x ( s
x s )
Luas Permukaan Kubus = 6 x s²
Luas Permukaan Kubus = 6 x s²
3.
Volume kubus
Setiap kubus
memiliki sisi sama panjang, maka Volume Kubus yaitu:
Volume =
panjang x lebar x tinggi
= sisi x sisi x sisi
= s x s x s
= s3
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendekatan SAVI merupakan pendekatan
pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan
penggunaan semua indra dalam belajar. Pendekatan SAVI memiliki empat unsur
diantaranya : belajar somatik, belajar auditori, belajar visual dan belajar
intelektual. Dan pendekatan SAVI memiliki langkah-langkah yaitu langkah yang
pertama belajar visual, yang kedua belajar auditori, langkah ketiga belajar
somatis dan yang keempat belajar intelektual. Disamping memiliki unsur dan
langkah-langkah, pendekatan SAVI ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
pendekatan pembelajaran SAVI diantaranya : siswa tidak mudah lup karena siswa
membangun sendiri pengetahuannya, suasana dalam proses pembelajaran
menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan
untuk belajar matematika, memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai
diharapkan dapat membantu yang kurang pandai, siswa akan lebih termotivasi
untuk belajar lebih baik, melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan
mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya. Sedangkan kelemahan
dari pendekatan pembelajaran SAVI adalah karena siswa terbiasa diberi informasi
terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun
gagasannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah,
membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, dan
belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi.
B.
Rekomendasi
Mengingat keabstrakan matematika yang
tidak mudah dikuasai, serta matematika
merupaka ilmu pengetahuan yang membutuhkan pola berpikir yang sangat sistematis
serta ketelitian dan keakuratan akan hasil oleh karenanya model
pembelajaran SAVI ini sangat anjurkan untuk diaplikasikan demi meningkatnya
hasil belajar siswa di sekolah-sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Meier,
D. 2004. The Accelerated Learning Hand
Book. Bandung : Kaifa
Colin
Rose dan Malcom j. Nichol. 2003.
Accelerted Learning (for the 21st Century). Bandung : Nuansa
Jujun
Suriasumantri. 2003. Filsafat Ilmu.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta :
Kencana
Rusman.
2011. Model-model Pembelajaran
(Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta : Rajawali Pers
Wilis Dahar,
Ratna. 1989. Teori-teori Belajar.
Jakarta : Erlangga
Eti
Nurhayati. 2010. Bimbingan Keterampilan
& Kemandirian Belajar. Bandung : Batic Press
Budi
Manfaat. 2010. Membumikan Matematika Dari
Kampus Ke Kampung. Cirebon : Eduvision
(http://abaskecil.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran.html)
0 komentar:
Posting Komentar