BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya kemajuan pendidikan salah satunya tergantung dari apa yang dilakukan guru dalam pembelajaran di kelas. Guru diharapkan mampu lebih mengembangkan profesionalisme dalam membelajarkan siswa dalam fungsinya sebagai fasilitator pembelajaran. Terdapat banyak teori pembelajaran yang dikembangkan para ahli dalam upaya memberikan masukan serta pengetahuan bagi para guru yang bertujuan untuk menjadikan siswa didikannya unggul dan menjadi jaminan bagi masa depan siswa itu sendiri baik yang akan melanjutkan pendidikannya atau yang akan terjun ke masyarakat.
Proses pembelajaran di kelas adalah salah satu tahap yang sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran dapat dilakukan terhadap berbagai komponen seperti: siswa, guru, indikator pembelajaran, isi pelajaran, metode, media, dan evaluasi. Guru sebagai salah satu mediator dan komponen pengajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan, karena guru terlibat langsung didalamnya. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa matapelajaran matematika dirasa sebagai mata pelajaran paling sulit di sekolah sehingga kurang disenangi siswa. Ini adalah paradigma yang sudah tidak asing lagi bagi para guru matematika yang harus dipecahkan para guru.
Oleh karena itu, guru perlu mencoba berbagai macam model pembelajaran agar paradigma di atas tidak lagi melekat dalam diri siswa. Model pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran yang patut dipraktekan dalam proses belajar matematika. Dan dengan model pembelajaran ini, diharapkan pra siswa dapat menyukai matapelajaran matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Model Pembelajaran Think, Talk, Write (TTW)
Think (berfikir) adalah teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Dalam berfikir, otak seringkali mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk dan perasaan. Dalam berfikir menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik ini dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan dan merencanakan. Cara berfikir ini dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan yang mudah. (Hernacki Mike,1992: 152)
Talk (komunikasi lisan) dapat digunakan dalam segala macam situasi belajar, namun tidak merupakan satu-satunya alat. Bagi kelas-kelas rendah SD mungkin komunikasi lisanlah yang paling efektif. Akan tetapi di kelas-kelas yang lebih tinggi, bila anak-anak telah pandai membaca, bahan tertulis, dan gambar-gambar tidak kurang efektifnya dibandingkan komunikasi verbal. Komunikasi lisan (berbicara) banyak manfaatnya dalam berbagai situasi belajar, seperti memberi bimbingan belajar, dalam memberikan feedback atau balikan, atau memulai topik baru. (Nasution, 1992: 195-196)
Write (menulis) adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Tulisan yang baik memanfaatkan kedua belah otak. (Hernacky Mike, 1992: 179)
Jadi, think talk write adalah pembelajaraan di mana siswa diberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar dengan memahami permasalahan terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.
Model pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Dalam model pembelajaran ini, peserta didik didorong untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik. Metode ini merupakan metode yang dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta didik.
Menurut Huinker dan Laughlin (1996:82) menyatakan bahwa “Model pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum peserta didik diharapkan untuk menulis. Alur model pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) dimulai dari keterlibatan peserta didik dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, sebelum peserta didik menulis”.
Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) melibatkan 3 tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut:
a) Think (Berpikir atau Dialog Reflektif)
Menurut Huinker dan Laughlin (1996:81) “Berpikir dan berbicara/ berdiskusi merupakan langkah penting dalam proses membawa pemahaman ke dalam tulisan peserta didik”. Dalam tahap ini, peserta didik secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau metode penyelesaian matematika, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri.
Menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2008:85) “Aktivitas berpikir dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau berisi cerita matematika kemudian membuat catatan tentang apa yang telah dibaca”. Dalam membuat atau menulis catatan peserta didik membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan, kemudian menerjemahkan kedalam bahasa mereka sendiri.
Menurut Wiederhold seperti yang dikutip oleh Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2008:85) “Membuat catatan berarti menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis”. Selain itu, belajar membuat/menulis catatan setelah membaca merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama, dan setelah membaca, sehingga dapat mempertinggi pengetahuan bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan menulis.
Menurut Gusni Satriawati (2006:2-3) “Dalam pembelajaran matematika berpikir secara matematika digolongkan dalam dua jenis, yaitu berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi”. Contoh berpikir matematika tingkat rendah, yaitu melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, dan mengikuti prosedur yang baku, sedangkan berpikir tingkat tinggi ditandai dengan kemampuan memahami ide matematika secara lebih mendalam, menggamati data dan mengenali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, generalisasi, menalar secara logik menyelesaikan masalah, berkomunikasi secara matematik, dan mengkaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya.
Pada tahap ini peserta didik akan membaca sejumlah masalah yang diberikan pada Lembar Kegiatan Peserta didik (LKS), kemudian setelah membaca peserta didik akan menuliskan hal-hal yang diketahui dan tidak diketahui mengenai masalah tersebut (membuat catatan individu). Selanjutnya peserta didik diminta untuk menyelesaikan masalah yang ada secara individu. Proses berpikir ada tahap ini akan terlihat ketika peserta didik membaca masalah kemudian menuliskan kembali apa yang diketahui dan tidak diketahui mengenai suatu masalah. Selain itu, proses berpikir akan terjadi ketika peserta didik berusaha untuk menyelasaikan masalah dalam LKS secara individu.
b) Talk (Berbicara atau Berdiskusi)
Pada tahap talk peserta didik diberi kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Menurut Huinker dan Laughlin (1996:81) “Peserta didik yang diberikan kesempatan untuk berdiskusi dapat:(1) megkoneksikan bahasa yang mereka tahu dari pengalaman dan latar belakang mereka sendiri dengan bahasa matematika, (2)menganalisis dan mensintesis ide-ide matematika, (3)memelihara kolaborasi dan membantu membangun komunitas pembelajaran di kelas”. Selain itu, Huinker dan Laughlin (1996: 88) juga meyebutkan bahwa “Berdiskusi dapat meningkatkan eksplorasi kata dan menguji ide. Berdiskusi juga dapat meningkatkan pemahaman. Ketika peserta didik diberikan kesempatan yang banyak untuk berdiskusi, pemahaman akan terbangun dalam tulisan peserta didik, dan selanjutnya menulis dapat memberikan kontribusi dalam membangun pemahaman”. Intinya, pada tahap ini peserta didik dapat mendiskusikan pengetahuan mereka dan menguji ide-ide baru mereka, sehingga mereka mengetahui apa yang sebenarnya mereka tahu dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk dipelajari.
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2008:86) mengutarakan talk penting dalam matematika karena sebagai cara utama untuk berkomunikasi dalam matematika, pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking, meningkatkan dan menilai kualitas berpikir karena talking dapat membantu mengetahui tingkat pemahaman peserta didik dalam belajar matematika.
Pada tahap talk memungkinkan peserta didik untuk terampil berbicara dan peserta didik akan berlatih melakukan komunikasi matematika dengan anggota kelompoknya secara lisan. Masalah yang akan didiskusikan merupakan masalah yang telah peserta didik pikirkan sebelumnya pada tahap think. Pada umumnya peserta didik menurut Huinker dan Laughlin (1996:82) talking dapat berlangsung secara alamiah tetapi tidak menulis. Proses talking dipelajari peserta didik melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosial. Dengan berdiskusi dapat meningkatkan aktivitas peserta didik dalam kelas. Berkomunikasi dalam diskusi menciptakan lingkungan belajar yang memacu peserta didik berkomunikasi antar peserta didik dapat meningkatkan pemahaman peserta didik karena ketika peserta didik berdiskusi, peserta didik mengkonstruksi berbagai ide untuk dikemukakan.
c) Write (Menulis)
Masingila dan Wisniowska (1996:95) menyebutkan bahwa “Menulis dapat membantu peserta didik untuk mengekspresikan pengetahuan dan gagasan yang tersimpan agar lebih terlihat dan merefleksikan pengetahuan dan gagasan mereka”.
Shield dan Swinson (1996:35) mengatakan bahwa “menulis dalam matematika dapat merealisasikan tujuan utama dalam pembelajaran, yaitu pemahaman peserta didik tentang materi yang telah diajarkan”. Selain itu, melalui kegiatan menulis dalam pembelajaran matematika, peserta didik diharapkan dapat memahami bahwa matematika dibangun melalui suatu proses berpikir yang dinamis, dan diharapkan pula dapat memahami bahwa matematika merupakan bahasa atau alat untuk mengungkapkan ide.
Masingila dan Wisniowska (1996:95) juga menyebutkan bahwa “manfaat tulisan peserta didik untuk guru adalah (1) komunikasi langsung secara tertulis dari seluruh anggota kelas, (2) informasi tentang kesalahan-kesalahan, miskonsepsi, kebiasaan berpikir, dan keyakinan dari para peserta didik, (3) variansi konsep peserta didik dari ide yang sama, dan (4) bukti yang nyata dari pencapaian atau prestasi peserta didik”. Aktivitas menulis peserta didik pada tahap ini meliputi: menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah (baik penyelesaiannya, ada yang menggunakan diagram, grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti), mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada perkerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan, dan meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik, yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya (Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, 2008:88).
Pada tahap ini, peserta didik akan belajar untuk melakukan komunikasi matematika secara tertulis. Berdasarkan hasil diskusi, peserta didik dimita untuk menuliskan penyelesaian dan kesimpulan dari masalah yang telah diberikan. Apa yang peserta didik tuliskan pada tahap ini mungkin berbeda dengan apa yang peserta didik tuliskan pada catatan individual (tahap think). Hal ini terjadi karena setelah peserta didik berdiskusi ia akan memperoleh ide baru untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan.
2. Prinsip Model Pembelajaran Think, Talk, Write (TTW)
Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dalam hal ini akan dilihat dari sudut pandang perkembangan konsepsi jiwa menurut ilmu jiwa. Dengan melihat unsur kejiwaan seseorang subjek belajar/subjek didik, dapat diketahui bagaimana prinsip aktivitas yang terjadi dalam belajar itu. Karena dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa, maka sudah barang tentu yang menjadi fokus perhatian adalah komponen manusiawi yang melakukan aktivitas dalam belajar mengajar, yakni siswa dan guru.
Think, talk, write juga memiliki beberapa prinsip atau kebenaran tetap, yang salah satunya adalah:
? Segalanya Berfikir
Semua siswa dari lingkungan kelas diharapkan berfikir untuk menyelesaikan soal matematika dengan kelompoknya masing-masing.
? Segalanya Berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh Anda, dari kertas yang Anda bagikan hingga rancangan pembelajaran Anda; semuanya mengirim pesan tentang belajar.
? Segalanya Menulis
Setelah siswa berfikir untuk menyelesaikan soal matematika dan menegemukakan pendapatnya dalam kelompok mereka. Siwa menuliskan semua yang telah mereka bahas dan sepakati oleh kelompok mereka.
3. Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)
Menurut Halmaheri (2004: 21-22), langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW (think-talk-write) adalah sebagai berikut :
a. Pendahuluan
1) Menginformasikan materi yang akan dipelajari dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2) Menjelaskan tentang teknik pembelajaran dengan strategi TTW serta tugas-tugas dan aktivitas siswa.
3) Melakukan apersepsi.
4) Memberikan motivasi agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
5) Membagi siswa dalam kelompok kecil (3 - 5 siswa).
b. Kegiatan Inti
1) Guru membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa.
2) Siswa secara individu diminta untuk menuangkan ide-idenya mengenai kemungkinan jawaban dan atau langkah penyelesian atas permasalahan yang diberikan serta hal-hal apa saja yang diketahui dan atau belum diketahui yang ditulis dalam bentuk catatan kecil yang akan menjadi bahan untuk melakukan diskusi kelompok (think).
3) Siswa mendiskusikan hasil catatannya (saling menukar ide) agar diperoleh kesepakatan-kesepakatan kelompok (talk). Guru berkeliling kelas untuk memonitor jalannya diskusi dan jika sangat diperlukan guru dapat membantu seperlunya.
4) Secara individu, siswa menuliskan semua jawaban atas permasalahan yang diberikan secara lengkap, jelas dan mudah dibaca (write).
5) Beberapa perwakilan kelompok dipilih secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, sedangkan kelompok yang tidak terpilih memberikan tanggapan atau pendapatnya.
c. Penutup
Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.
Secara umum model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) memiliki langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1) Guru membagi Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang berisi masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk.
2) Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada peserta didik. Setelah itu peserta didik berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.
3) Peserta didik berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah dikerjakan secara individu (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu banyak dan terdiri dari anggota kelompok dengan kemampuan yang heterogen. Hal ini sejalan dengan pendapat Huinker dan Laughlin (1996:82) yang menyatakan bahwa “Metode TTW akan efektif ketika peserta didik bekerja dalam kelompok yang heterogen yang terdiri dari 2 sampai 6 peserta didik yang bekerja untuk menjelaskan, meringkas, atau merefleksi”.
4) Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi.
5) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
6) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa atau satu orang peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
4. Manfaat Model Pembelajaran Think, Talk, Write (TTW)
Manfaat bagi siswa adalah dapat membantu meningkatkan penguasaan konsep siswa untuk dipergunakan dalam menyelesaikan permasalahan matematika dalam bentuk soal, dan sebagai gambaran bagi siswa dalam memahami cara-cara belajar dan dapat membandingkannya antara pembelajaran dengan prosedur pembelajaran think, talk, write dengan pendekatan atau model pembelajaran lainnya. Dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan yang mudah. Memberi bimbingan belajar, dalam memberikan feedback atau balikan, atau memulai topik baru. Dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta didik. Kerja otak kiri dan kanan dapat seimbang.
Manfaat bagi guru yaitu dapat memberikan masukan dan gagasan tentang model pembelajaran, dan dapat mengetahui sejauh mana penguasaan konsep matematika yang diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas sehingga guru mampu melihat perkembangan kemampuan siswanya.
5. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Think, Talk, Write (TTW)
Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan dalam pembelajaran, yang diantaranya adalah:
Kelebihan:
a. Siswa menjadi lebih kritis.
b. Semua siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.
c. Siswa lebih paham terhadap materi yang dipelajari.
d. Dapat membantu siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa lebih baik.
e. Siswa dapat mengkomunkasikan dan mendiskusikan pemikirannya dengan temannya, sehingga mereka saling membantu dan saling bertukar pikiran.
f. Model pembelajaran strategi TTW dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke dalam bentuk tulisan secara sistematis, sehingga siswa akan lebih memahami materi.
g. Membantu siswa mengkomunikasikan ide-idenya secara lisan maupun tulisan dalam rangka memecahkan suatu masalah.
Kelemahan:
a. Siswa akan cukup merasa terbebani dengan tugas yang banyak.
b. Untuk satu materi menyita waktu cukup banyak.
c. Pembelajaran dengan sistem ini, dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal.
d. Hanya siswa tertentu saja yang dapat mengikuti metode ini.
e. Guru akan sulit menilai siswa jika tidak mengamati dengan baik.
f. Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai.
g. Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya.
h. Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang.
i. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
j. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
k. Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah disinggung di atas data maka, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Model pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Dalam model pembelajaran ini, peserta didik didorong untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik. Metode ini merupakan metode yang dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta didik.
Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) melibatkan 3 tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut: 1) think; dalam tahap ini, peserta didik secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau metode penyelesaian matematika, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. 2) talk; dalam tahap ini, peserta didik secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau metode penyelesaian matematika, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. 3) write; pada tahap ini, peserta didik akan belajar untuk melakukan komunikasi matematika secara tertulis. Berdasarkan hasil diskusi, peserta didik dimita untuk menuliskan penyelesaian dan kesimpulan dari masalah yang telah diberikan. Apa yang peserta didik tuliskan pada tahap ini mungkin berbeda dengan apa yang peserta didik tuliskan pada catatan individual (tahap think). Hal ini terjadi karena setelah peserta didik berdiskusi ia akan memperoleh ide baru untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan.
Secara umum model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) memiliki langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1) Guru membagi Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang berisi masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk.
2) Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada peserta didik. Setelah itu peserta didik berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.
3) Peserta didik berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah dikerjakan secara individu (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu banyak dan terdiri dari anggota kelompok dengan kemampuan yang heterogen. Hal ini sejalan dengan pendapat Huinker dan Laughlin (1996:82) yang menyatakan bahwa “Metode TTW akan efektif ketika peserta didik bekerja dalam kelompok yang heterogen yang terdiri dari 2 sampai 6 peserta didik yang bekerja untuk menjelaskan, meringkas, atau merefleksi”.
4) Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi.
5) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
6) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa atau satu orang peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, M. 2008. Metode Pembelajaran Think-Talk-Write, (http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/metode-pembelajran-think-talk-write.html, diakses 03 Desember 2012).
Herdian. 2011. Model Pembelajaran TTW (Think-Talk-Write), (http://herdy07.wordpress.com/tag/model-pembelajaran-ttw-think-talk-write/, diakses 03 Desember 2012).
Nur, M. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Penerbit Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.
Rifa’i, A. dan Anni, C. T. 2005. Psikologi Pendidikan. Semarang: Penerbit Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.
Santyasa, I. W. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif. Makalah ini disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-guru SMP dan SMA, Nusa Penida, 29 Juni s.d. 1 Juli.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Suyitno, A. 2011. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika 1. Universitas Negeri Semarang.
Zulkarnaini. 2011. Model Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi dan Berpikir Kritis. Universitas Pendidikan Indonesia.
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi
Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Proses hasil belajar mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar