Jumat, 19 Agustus 2016

MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE





BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono, 74: 2007). Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses, yakni proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru proses belajar tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar (Dimyati, 2006: 17).
Menurut Gulo dalam Sugihartono, dkk (80: 2007), mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan system lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Erman Suherman, dkk (2003: 8) menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi bantuan agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Pengertian pembelajaran menurut Sugihartono, dkk (2007: 81) merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi atau menciptakan sistem lingkungan dengan cara berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran yang penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari SD sampai SLTA untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide/gagasan.
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Erman Suherman (2003: 299) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika tidak sekadar untuk mencapai pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika saja, tetapi juga diharapkan muncul nurturant effect ( efek iringan) dari pembelajaran matematika.
Saat ini, pembelajaran inovatif yang akan mampu membawa perubahan belajar bagi siswa, telah menjadi barang wajib bagi guru. Pembelajaran lama telah usang karena dipandang hanya berkutat pada metode mulut. Siswa sangat tidak nyaman dengan metode mulut. Sebaliknya, siswa akan nyaman dengan pembelajaran yang sesuai dengan pribadi siswa saat ini.
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan pembelajaran matematika merupakan proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir agar siswa memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan matematis yang bertujuan mempersiapkan siswa menghadapi perubahan di sekelilingnya yang selalu berkembang.
Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya berbagai macam model pembelajaran dalam dunia pendidikan,  yang tidak lain tujuan utamanya adalah mencari cara bagaimana agar tujuan kita pada proses pembelajaran tercapai.
Menindaklanjuti permasalahan  yang ada,  tentang munculnya beberapa macam model pembelajaran yang ada dan berkembang saat ini, memberikan ruang kepada saya untuk sedikit membahas mengenai salah satu model pembelajaran yang sering kita dengar, atau kita ketahui dengan nama Model Pembelajaran “Think Talk Write”.
Berikut ini akan disajikan mengenai berbagai hal yang berkaitan tentang Model Pembelajaran “Think Talk Write”.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Model Pembelajaran “Think Talk Write”.

Model Pembelajaran “Think Talk Write”. adalah suatu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Menurut Huinker dan Laughlin (1996:82) menyatakan bahwa “The think-talk-write strategy builds in time for thought and reflection and for the organization of ides and the testing of those ideas before students are expected to write. The flow of communication progresses from student engaging in thought or reflective dialogue with themselves, to talking and sharing ideas with one another, to writing”.
Artinya, Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum peserta didik diharapkan untuk menulis. Alur model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dimulai dari keterlibatan peserta didik dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, sebelum peserta didik menulis.
Suatu metode pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah strategi think-talk-write (TTW). Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin (1996: 82) ini pada dasarnya dibangun melalui berfikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.
B.    Prinsip - Prinsip Model Pembelajaran (Think Talk Write)
Suatu model pembelajaran yang dilakukan  dalam kegiatan pembelajaran matematika sering ditemui, bahwa ketika siswa diberikan tugas tertulis, siswa selalu mencoba untuk langsung memulai menulis jawaban. Walaupun hal itu bukan sesuatu yang salah, namun akan lebih bermakna jika dia terlebih dahulu melakukan kegiatan berpikir, merefleksikan dan menyusun ide-ide, serta menguji ide-ide itu sebelum memulai menulisnya. Sehingga pada prinsipnya model pembelajaran think-talk-write ini dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (berpikir, merefleksikan dan untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menulisnya).
Menurut Silver dan Smith (1996:21), peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan model pembelajaran  think-talk-write adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak dengan hati-hati ide-ide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis, mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif. Tugas yang disiapkan diharapkan dapat menjadi pemicu siswa untuk bekerja secara aktif yaitu soal-soal yang mempunyai jawaban divergen atau open ended task.
C.    Kelebihan dan Kelemahan Model  Pembelajaran (Think Talk Write)

Berdasarkan prinsip dari Pembelajaran (Think Talk Write) serta hal yang merupakan tujuan dari Pembelajaran (Think Talk Write)
?    Kelebihan 
1.    Dapat menjadi pemicu siswa untuk bekerja secara aktif yaitu soal-soal yang mempunyai jawaban divergen atau open ended task
2.    Dapat membantu siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok
3.    Dapat meningkatkan informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.
4.    Waktu lebih singkat namun dapat memenuhi beberapa indicator, karena dalam pembelajaraan dengan metode ini penggunaan 3 indikator inti dilakukan dalam sekali pembelajaran.
5.    Belajar membuat catatan setelah membaca merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama, dan setelah membaca, sehingga dapat mempertinggi pengetahuan bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan menulis.
6.    Menulis dapat membantu peserta didik untuk mengekspresikan pengetahuan dan gagasan yang tersimpan agar lebih terlihat dan merefleksikan pengetahuan dan gagasan mereka
7.    Berdiskusi dapat meningkatkan eksplorasi kata dan menguji ide, berdiskusi juga dapat meningkatkan pemahaman

?    Kekurangan

1.    Guru harus professional dibidangnya, untuk guru yang belum menguasai ke-3  indikator (Think Talk Write) akan kesulitan menguasai kelas.
2.    Metode ini hanya bersifat membantu siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide, ketercapaiannya dipengaruhi oleh beberapa factor pendukung.
3.    Waktu akan singkat dan efektif jika digunakan oleh guru yang sudah professional denga metode ini, untuk pemula bias saja menjadi hambatan.
Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) melibatkan 3 tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut.

1.    Think (Berpikir atau Dialog Reflektif)

Menurut Huinker dan Laughlin (1996:81) “Thinking and talking are important steps in the process of bringing meaning into student’s writing”. Maksudnya adalah berpikir dan berbicara/berdiskusi merupakan langkah penting dalam proses membawa pemahaman ke dalam tulisan peserta didik.
Dalam tahap ini peserta didik secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau metode penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. Menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2008:85) “Aktivitas berpikir dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matemtika atau berisi cerita matematika kemudian membuat catatan tentang apa yang telah dibaca”. Dalam membuat atau menulis catatan peserta didik membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan, kemudian menerjemahkan kedalam bahasa mereka sendiri.
Menurut Wiederhold seperti yang dikutip oleh Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2008:85) “Membuat catatan berarti menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis”. Selain itu, belajar membuat/menulis catatan setelah membaca merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama, dan setelah membaca, sehingga dapat mempertinggi pengetahuan bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan menulis.
Menurut Gusni Satriawati (2006:2-3) “Dalam pembelajaran matematika berpikir secara matematika digolongkan dalam dua jenis, yaitu berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi”. Contoh berpikir matematika tingkat rendah, yaitu melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, dan mengikuti prosedur yang baku, sedangkan berpikir tingkat tinggi ditandai dengan kemampuan memahami ide matematika secara lebih mendalam, menggamati data dan mengenali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, generalisasi, menalar secara logik menyelesaikan masalah, berkomunikasi secara matemaik, dan mengkaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya.
Pada tahap ini peserta didik akan membaca sejumlah masalah yang diberikan pada Lembar Kegiatan Peserta didik (LKS), kemudian setelah membaca peserta didik akan menuliskan hal-hal yang diketahui dan tidak diketahui mengenai masalah tersebut (membuat catatan individu). Selanjutnya peserta didik diminta untuk menyelesaikan masalah yang ada secara individu. Proses berpikir ada tahap ini akan terlihat ketika peserta didik membaca masalah kemudian menuliskan kembali apa yang diketahui dan tidak diketahui mengenai suatu masalah. Selain itu, proses berpikir akan terjadi ketika peserta didik berusaha untuk menyelasaikan masalah dalam LKS secara individu.
Aktivitas berfikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau berisi cerita matematika kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri.
Kemampuan membaca, dan membaca secara komprehensif (reading comprehension) secara umum dianggap berfikir, meliputi membaca baris demi baris (reading the lines) atau membaca yang penting saja (reading between the lines) (Wiederhold, 1997). Seringkali suatu teks bacaan diikuti oleh panduan, bertujuan untuk mempermudah diskusi dan mengembangkan pemahaman konsep matematika siswa (Narode, 1996). Dalam strategi ini teks bacaan selalu dimulai dengan soal-soal konstekstual yang diberi sedikit panduan sebelum siswa membuat catatan kecil.

2.    Talk (Berbicara atau Berdiskusi)

Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “ talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Fase berkomunukasi (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Pada umunya menurut Huinker & Laughlin (1996) berkomunikasi dapat berlangsung alami, tatapi menulis tidak. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis.

Pada tahap talk peserta didik diberi kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Menurut Huinker dan Laughlin (1996:81) “Classroom opportunities for talk enable students to (1) connect the language they know from their own personal experiences and backgrounds with the language of mathematics, (2) analyzes and synthesizes mathematical ideas, (3) fosters collaboration and helps to build a learning community in the classroom”. Artinya, peserta didik yang diberikan kesempatan untuk berdiskusi dapat: (1) megkoneksikan bahasa yang mereka tahu dari pengalaman dan latar belakang mereka sendiri dengan bahasa matematika, (2) menganalisis dan mensintesis ide-ide matematika, (3) memelihara kolaborasi dan membantu membangun komunitas pembelajaran di kelas.
Selain itu, Huinker dan Laughlin (1996: 88) juga meyebutkan bahwa Talking encourages the exploration of words and the testing of ideas. Talking promotes understanding. When students are given numerous opportunities to talk, the meaning that is constructed finds its way into students’ writing, and the writing further contributes to the construction of meaning. Artinya, berdiskusi dapat meningkatkan eksplorasi kata dan menguji ide. Berdiskusi juga dapat meningkatkan pemahaman. Ketika peserta didik diberikan kesempatan yang banyak untuk berdiskusi, pemahaman akan terbangun dalam tulisan peserta didik, dan selanjutnya menulis dapat memberikan kontribusi dalam membangun pemahaman. Intinya, pada tahap ini peserta didik dapat mendiskusikan pengetahuan mereka dan menguji ide-ide baru mereka, sehingga mereka mengetahui apa yang sebenarnya mereka tahu dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk dipelajari.
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2008:86) mengutarakan talk penting dalam matematika karena sebagai cara utama untuk berkomunikasi dalam matematika, pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking, meningkatkan dan menilai kualitas berpikir karena talking dapat membantu mengetahui tingkat pemahaman peserta didik dalam belajar matematika.
Pada tahap talk memungkinkan peserta didik untuk terampil berbicara. Pada tahap ini peserta didik akan berlatih melakukan komunikasi matematika dengan anggota kelompoknya secara lisan. Masalah yang akan didiskusikan merupakan masalah yang telah peserta didik pikirkan sebelumnya pada tahap think. Pada umumnya peserta didik menurut Huinker dan Laughlin (1996:82) talking dapat berlangsung secara alamiah tetapi tidak menulis. Proses talking dipelajari peserta didik melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosial. Dengan berdiskusi dapat meningkatkan aktivitas peserta didik dalam kelas. Berkomunikasi dalam diskusi menciptakan lingkungan belajar yang memacu peserta didik berkomunikasi antar peserta didik dapat meningkatkan pemahaman peserta didik karena ketika peserta didik berdiskusi, peserta didik mengkonstruksi berbagai ide untuk dikemukakan.
Beberapa alasan tahap talk ini penting dalam matematika, yaitu : (1) Pembentukan ide melalui proses talking. Dalam proses ini, pikiran seringkali dirumuskan, diklarifikasi atau direvisi, (2) Internalisasi ide. Dalam proses konversasi matematika internalisasi dibentuk melalui berfikir dan memecahkan masalah. Siswa mungkin mengadopsi startegi yang lain, mereka mungkin bekerja dengan memecahkan bagian dari soal yang lebih mudah, (3) Meningkatkan dan menilai kualitas berfikir (Ana Marlina, 2005: 11)
Pemahaman dibangun melalui interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas masalah yang diberikan. Selain itu, pada tahap ini siswa memungkinkan untuk terampil berbicara. Diskusi pada fase talk ini merupakan sarana untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa.
3.    Write (Menulis)
Selanjutnya fase ”write” yaitu menuliskan hasil diskusi/ pada lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Siswa). Aktivitas menulis berarti mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam matematika membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang siswa tentang materi yang dipelajari (Shield & Swinson, 1996). Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Selain itu Masingila & Wisniowska (1996) mengemukakan aktivitas menulis siswa bagi guru dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama.
Aktivitas siswa selama tahap (write) ini adalah (1) menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan, (4) meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu legkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya.
Masingila dan Wisniowska (1996:95) menyebutkan bahwa writing can help students make their tacit knowledge and thoughts more explicit so that they can look at, and reflect on, their knowledge and thoughts. Artinya, menulis dapat membantu peserta didik untuk mengekspresikan pengetahuan dan gagasan yang tersimpan agar lebih terlihat dan merefleksikan pengetahuan dan gagasan mereka.
Writing in mathematics helps realize one of the major goals in teaching, namely, that students understand the material being studied (Shield dan Swinson, 1996:35). Artinya, menulis dalam matematika dapat merealisasikan tujuan utama dalam pembelajaran, yaitu pemahaman peserta didik tentang materi yang telah diajarkan. Selain itu melalui kegiatan menulis dalam pembelajaran matematika, peserta didik diharapkan dapat memahami bahwa matematika dibangun melalui suatu proses berpikir yang dinamis, dan diharapkan pula dapat memahami bahwa matematika merupakan bahasa atau alat untuk mengungkapkan ide.
Masingila dan Wisniowska (1996:95) juga menyebutkan bahwa for teacher, writing can elicit (a) direct communication from all members of a class, (b) information about student’s errors, misconception, thought habits, and beliefs, (c) various students’ conceptions of the same idea, and (d) tangible evidence of students’ achievement. Artinya, manfaat tulisan peserta didik untuk guru adalah (1) komunikasi langsung secara tertulis dari seluruh anggota kelas, (2) informasi tentang kesalahan-kesalahan, miskonsepsi, kebiasaan berpikir, dan keyakinan dari para peserta didik, (3) variansi konsep peserta didik dari ide yang sama, dan (4) bukti yang nyata dari pencapaian atau prestasi peserta didik.
Aktivitas menulis peserta didik pada tahap ini meliputi: menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah (baik penyelesaiannya, ada yang menggunakan diagram, grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti), mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada perkerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan, dan meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik, yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya (Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, 2008:88).
Pada tahap ini peserta didik akan belajar untuk melakukan komunikasi matematika secara tertulis. Berdasarkan hasil diskusi, peserta didik dimita untuk menuliskan penyelesaian dan kesimpulan dari masalah yang telah diberikan. Apa yang peserta didik tuliskan pada tahap ini mungkin berbeda dengan apa yang peserta didik tuliskan pada catatan individual (tahap think). Hal ini terjadi karena setelah peserta didik berdiskusi ia akan memperoleh ide baru untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan.

D.    Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) memiliki langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
?    Pendahuluan
1.    Menginformasikan materi yang akan dipelajari dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2.    Menjelaskan tentang teknik pembelajaran dengan strategi TTW serta tugas-tugas dan aktivitas siswa.
3.    Melakukan apersepsi.
4.     Memberikan motivasi agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
5.     Membagi siswa dalam kelompok kecil (3 - 5 siswa).

?    Inti
1.    Guru membagi Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang berisi masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk
2.    Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada peserta didik. Setelah itu peserta didik berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.
3.    Peserta didik berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah dikerjakan secara individu (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu banyak dan terdiri dari anggota kelompok dengan kemampuan yang heterogen. Hal ini sejalan dengan pendapat Huinker dan Laughlin (1996:82) yang menyatakan bahwa this strategy to be effective when students working in heterogeneous group to six students, are asked to explain, summarize, or reflect. Artinya, metode TTW akan efektif ketika peserta didik bekerja dalam kelompok yang heterogen yang terdiri dari 2 sampai 6 peserta didik yang bekerja untuk menjelaskan, meringkas, atau merefleksi.
4.    Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi.
5.    Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
6.    Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa atau satu orang peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.

E.    Aplikasi Model  Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

Pelaksanaan Model pembelajaran Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat digunakan pada proses pembelajaran dengan materi KPK (Kelipatan Persekutuan ter-Kecil) berikut gambarannya:
1.    Guru membagi Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang berisi masalah  pembelajaran materi KPK yang harus diselesaikan oleh peserta didik. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk. . Misalnya siswa diberi soal latihan tentukan KPK dan FPB dari pasangan bilangan 24 dan 18, maka segmen materi yang diberikan adalah sebagai berikut. Kelipatan dari 24 adalah : 24, 48,…,…,(diisi oleh siswa) , Kelipatan dari 18 adalah : 18, 36,…,…,(diisi oleh siswa). Faktor dari 24 adalah : …,…,…,(diisi oleh siswa). Faktor dari 18 adalah : …,…,…,(diisi oleh siswa)
2.    Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil tentang beberapa hal yang terkait dengan materi KPK yang ditanyakan baik itu penjelasan penyelesaian ataupun cara cara lain yang berbeda secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil tentang materi KPK inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada peserta didik. Setelah itu peserta didik berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.
3.    Peserta didik berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah materi KPK dikerjakan secara individu (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu banyak dan terdiri dari anggota kelompok dengan kemampuan yang heterogen, metode TTW akan efektif ketika peserta didik bekerja dalam kelompok yang heterogen yang terdiri dari 2 sampai 6 peserta didik yang bekerja untuk menjelaskan, meringkas, atau merefleksi.
4.    Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal tentang materi KPK (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi.
5.    Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompoktentang materi , sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
6.    Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa atau satu orang peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
    Secara umum Model Pembelajaran “Think Talk Write” ini adalah suatu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Pada prinsipnya model pembelajaran think-talk-write ini dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (berpikir, merefleksikan dan untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menulisnya).
Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) memiliki langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
1.    Menginformasikan materi yang akan dipelajari dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2.    Menjelaskan tentang teknik pembelajaran dengan strategi TTW serta tugas-tugas dan aktivitas siswa.
3.    Melakukan apersepsi.
4.    Memberikan motivasi agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
5.    Membagi siswa dalam kelompok kecil (3 - 5 siswa).
6.    Guru membagi Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang berisi masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk
7.    Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut.
8.    Peserta didik berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah dikerjakan secara individu (talk)..
9.    Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri.
10.    Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
11.    Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari.
Sehingga pada tujuan utamanya  Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) diharap dapat membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum peserta didik diharapkan untuk menulis.



DAFTAR PUSTAKA


Andriani, M. 2008. Metode Pembelajaran Think-Talk-Write, (http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/metode-pembelajran-think-talk-write.html, diakses 23 November 2011).

Herdian. 2011. Model Pembelajaran TTW (Think-Talk-Write), (http://herdy07.wordpress.com/tag/model-pembelajaran-ttw-think-talk-write/, diakses 23 November 2011).

Nur, M. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Penerbit Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.

Rifa’i, A. dan Anni, C. T. 2005. Psikologi Pendidikan. Semarang: Penerbit Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.

Santyasa, I. W. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif. Makalah ini disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-guru SMP dan SMA, Nusa Penida, 29 Juni s.d. 1 Juli.

Suaidin. 2011. Metode Pembelajaran Think-Talk-Write, (http://dikporadompu.net/wp/?p=71, diakses 23 November 2011).

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Suyitno, A. 2011. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika 1. Universitas Negeri Semarang.

Zulkarnaini. 2011. Model Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi dan Berpikir Kritis. Universitas Pendidikan Indonesia.



0 komentar:

Posting Komentar