Senin, 13 Juni 2016

MODEL PEMBELAJARAN SUPERITEM PADA PELAJARAN MATEMATIKA




A.    Pengertian Model Pembelajaran Superitem
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. (Usman, 2000: 4)
Yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sia-sia, karena metode tersebut mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relative lama. (Sudjana, 1989: 30)
Hasil yang dirasakan dalam waktu dekat dikatakan seabagi dampak langsung (Instructional effect). Sedangkan hasil yang dirasakan dalam waktu yang relatif lama disebut dampak pengiring (Nurturant effect). Biasanya bekenaan dengan sikap dan nilai. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 194).
Model pembelajaran sangat diminati oleh guru karena dengan banyak pilihan model pembelajaran, maka guru lebih mudah mengaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini sangat memberikan ragam dan motivasi, sehingga pembelajaran lebih hidup, menyenangkan dan bermakna. Dengan demikian harapan guru bisa terwujud bahwa hasil dari pembelajaran merupakan hasil proses dan hasil akhir.

Pembelajaran Super Item yaitu suatu pembelajaran  dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat atau bertahap dari simpel ke kompleks. Pemberian tugas ini merupakan suatu metode mengajar yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Biasanya guru memberikan tugas itu sebagai pekerjaan rumah (PR). Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara pekerjaan rumah (PR) dan pemberian tugas. Untuk pekerjaan rumah (PR), guru menyuruh membaca dari buku dirumah. Dua hari lagi memberikan pertanyaan dikelas. Tetapi dalam pemberian  tugas guru menyuruh membaca juga menambah tugas yang biasanya berupa mencari buku lain untuk membedakan, dan mempelajari keadaan orangnya. (Roestiyah, 1996 : 75 )
Tes superitem  adalah tes yang dikembangkan berdasarkan taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome) yang digunakan sebagai alat penilaian alternatif untuk memantau perkembangan kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika. (Collis, Romberg dan Jurdak, 1986).
Tes superitem terdiri dari situasi masalah dan empat tingkatan item yang kompleks dan saling terkait. Situasi masalah terdiri atas tes, gambar atau grafik. Sementara item terdiri atas empat tingkatan penalaran berdasarkan taksonomi model SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome) meliputi:
*     Unistruktural: Pelajar berfokus pada satu atau beberapa  informasi yang relevan untuk memberikan respon terhadap realitas kongkret yang tgerlibat langsung dalam masalah. Contoh: Pelajar menggunakan dan mengacu objek kongkret (gambar) yang diberikan dalam stem untuk menemukan pola berikutnya dari pola berikutnya.
*     Multistruktural: Pelajar mengambil informasi yang lebih relevan untuk mendapatkan solusi, tetapi tidak mengintegrasikan. Misalnya pelajar mulai mengidentifikasi hubungan antara pola variabel dan mampu menjelaskan bagaimana pola tersebut berpindah dalam urutan.
*     Relasional: Pelajar mengintegrasikan semua aspek informasi yang diberikan masing-masing ke dalam struktur yang koheren. Dengan kata lain informasi yang diberikan cukup untuk memecahkan masalah.
*     Extended Abstrak: Pelajar menggeneralisasikan struktur menjadi baru dan lebih abstrak.

Teknik pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap. Karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi. (Roestiyah, 1996: 132)
Dengan pengertian lain tugas ini jauh lebih luas dari pekerjaan rumah karena metode pemberian tugas diberikan dari guru kepada siswa untuk diselesaikan dan dipertanggungjawabkan. Siswadapatmenyelesaikan di sekolah, atau dirumah atau di tempat lain yang kiranya dapat menunjang penyelesaian tugas tersebut, baik secara individu atau kelompok.
Tujuannya untuk melatih atau menunjang terhadap materi yang diberikan dalam kegiatan intrakurikuler, juga melatih tanggung jawab akan tugas yang diberikan.
Lingkup kegiatannya adalah tugas guru bidang studi di luar jam pelajaran tatap muka. Tugas ditetapkan batas waktunya, dikumpulkan, diperiksa, dinilai, dan dibahas tentang hasilnya. Dalam memberikan tugas keadaan siswa, guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
*     Memberikan penjelasan mengenai:
~       Tujuan penugasan
~       Bentuk pelaksanaan tugas
~       Manfaat tugas
~       Bentuk Pekerjaan
~       Tempat dan waktu penyelesaian tugas
~       Memberikan bimbingan dan dorongan
~       Memberikan penilaian

Adapun jenis-jenis tugas yang dapat diberikan kepada siswa yang dapat membantu berlangsungnya proses belajar mengajar yaitu:
*       Tugas membuat rangkuman
*       Tugas membuat makalah
*       Menyelesaikan soal
*       Tugas mengadakan observasi
*       Tugas mempraktekkan sesuatu
*       Tugas mendemonstrasikan observasi

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pemberian tugas adalah metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk guru secara langsung. Dengan metode ini siswa dapat mengenali fungsinya secara nyata. Tugas dapat diberikan kepada kelompok atau perorangan. Selain dengan pemberian tugas, model pembelajaran ini juga dapat dilakukan dengan pemecahan suatu masalah.

B.    Prinsip Model Pembelajaran Super Item
Pembelajaran super item sangat penting kegunaannya bagi guru. Karena dengan model ini guru dapat mengerti sikap dari siswa-siswanya yaitu dengan cara pemberian tugas. Sebagai contoh dari pembelajaran super item yaitu dalam proses pembelajaran matematika. Biggs dan Collis (dalam Sumarmo, 1993: 2) melakukan  studi tentang struktur hasil belajar dengan tes yang disusun dalam bentuk superitem. Biggs dan Collis dalam temuannya mengemukakan bahwa pada tiap tahap atau level kognitif  terdapat struktur respon yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang abstrak. Struktur tersebut dinamakan Taksonomi SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome). Menurut Biggs dan Collis berdasarkan kualitas model respon anak, tahap SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome) anak diklasifikasikan pada empat tahap atau level.  Keempat tahap tersebut adalah unistruktural, multistruktural, relasional, dan abstrak.
Temuan dalam studi ini menguatkan keyakinan bahwa dalam pembelajaran   matematika, penjelasan konsep kepada siswa hendaknya tidak langsung pada konsep atau proses yang kompleks, tetapi harus dimulai dari konsep dan proses yang sederhana.
Berdasarkan keyakinan tersebut, Sumarmo (1993) memberikan alternatif pembelajaran yang dimulai dari yang sederhana meningkat dari yang lebih kompleks.Pembelajaran tersebut menggunakan soal-soal bentuk superitem sebagai tugas. (Sumarmo, 1993: 2)
Pembelajaran menggunakan tugas bentuk super item adalah pembelajaran yang dimulai dari tugas yang sederhana meningkat pada yang lebih kompleks dengan memperhatikan tahap SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome) siswa. Dalam pembelajaran tersebut digunakan soal-soal bentuk superitem. Alternatif pembelajaran yang direkomendasikan Sumarmo tersebut, dirancang agar dapat membantu siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Juga membantu dalam memacu kematangan penalaran siswa. Hal itu dilakukan agar siswa dapat memecahkan masalah matematika.
Sebuah super item terdiri dari sebuah stem yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat kekompleksannya. Biasanya setiap super item terdiri dari empat item pada masing-masing stem. Setiap item menggambarkan dari empat level penalaran berdasarkan Taksonomi SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome). Semua item dapat di jawab dengan merujuk secara langsung pada informasi dalam stem dan tidak dikerjakan dengan mengandalkan respon yang benar dari item sebelumnya.
§  Level 1 diperlukan penggunaan satu bagian informasi  dari  stem.
§  Level 2  diperlukan dua atau lebih bagian informasi dari stem.
§  level 3 siswa harus mengintegrasikan dua atau lebih bagian dari informasi yang tidak secara  langsung  berhubungan  dengan  stem.
§  Level 4 siswa telah dapat mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem.

Karakteristik soal-soal bentuk  super item yang memuat konsep dan proses yang makin tinggi tingkat kognitifnya tersebut, memberi peluang kepada siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan memahami hubungan antar konsep. Super item di disain untuk mendatangkan penalaran matematis  tentang  konsep  matematika. Di samping itu soal bentuk super item diharapkan lebih menantang dan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Sebaliknya guru dapat melakukan kegiatan diagnostik selama pembelajaran, sehingga perkembangan penalaran siswa dapat dimonitor lebih dini. (Lajoie,1991: 126)
Kemampuan memahami hubungan antar konsep, kematangan dalam bernalar dan keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran merupakan bagian yang diperlukan dalam memecahkan masalah. Dengan demikian pembelajaran menggunakan tugas bentuk super item dapat diharapkan menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan meyelesaikan pemecahan masalah matematika.

C.    Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Super Item
Metode Pembelajaran super item  ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa kelebihan disamping juga mempunyai beberapa kelemahan. Adapun kelebihan metode pemberian tugas  diantaranya adalah metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut juga azas aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang siswa agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari, sehingga :
*       Dapat memupuk rasa percaya diri sendiri
*       Dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari, mengolah menginformasikan dan dan mengkomunikasikan sendiri.
*       Dapat mendorong belajar, sehingga tidak cepat bosan
*       Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa
*       Dapat mengembangkan kreativitas siswa
*       Dapat mengembangkan pola berfikir dan ketrampilan anak.
*       Baik sekali untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang konstruktif.
*       Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas pekerjaan, sebab dalam metode ini anak harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu (tugas) yang telah dikerjakan.
*       Memberi kebiasaan anak untuk belajar.
*       Memberi tugas anak yang bersifat praktis (H. Zuhairini, 1977: 98).
Adapun kelemahan metode pemberian tugas pada model super item, yaitu:
*       Tugas tersebut sulit dikontrol guru kemungkinan tugas itu dikerjakan oleh orang lain yang lebih ahli dari siswa.
*       Sulit untuk dapat memenuhi pemberian tugas
*       Pemberian tugas terlalu sering dan banyak, akan dapat menimbulkan keluhan siswa,
*       Dapat menurunkan minat belajar siswa kalau tugas terlalu sulit.
*       Khusus tugas kelompok juga sulit untuk dinilai siapa yang aktif.
*       Sulit untuk memberikan tugas karena perbedaan individual anak dalam kemampuan dan minat belajar.
*       Seringkali anak-anak tidak mengerjakan tugas dengan baik, cukup hanya menyalin pekerjaan temannya.
*       Apabila tugas itu terlalu banyak, akan mengganggu keseimbangan mental anak (H. Zuhairini, 1977: 99).
D.    Langkah-langkah Model Pembelajaran Super Item
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa pemecahan masalah.
Sintaksnya adalah:
»       Ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi
»       Berikan latihan soal bertingkat
»       Berikan soal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi
»       Integrasi
»       Hipotesis.

Integrasi yaitu suatu berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda sehingga dengan perbedaan tersebut, menghasilkan suatu pemikiran yang berbeda. Akan tetapi dengan pemikiran yang baru itu, tidak mengurangi kepercayaan seseorang terhadan hasil pemikirannya sendiri.
Hipotesis atau hipotesa berasal dari bahasa Yunani yaitu hypo sama dengan dibawah thesis sama dengan pendirian, pendapat yang ditegakkan, dan kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna didalamnya.
Jadi hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori. Contoh:
Apabila terdapat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudian hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya, yaitu penelitian sosial. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.

E.    Aplikasi Model Pembelajaran Superitem pada Pelajaran Matematika
Saat ini ada kesepakatan umum dari para peneliti matematika mengenai aljabar tentang pola dan hubungannya. Para peneliti menentang pendekatan konvensional dalam menilai aljabar dalam serangkaian aturan abstrak mengenai x’, s dan y’, s, struktur formal, manipulasi simbol dan keterampilan hafalan dengan alasan bahwa aljabar sebagai alat pemecahan masalah, metode untuk mengekspresikan hubungan, menjelaskan, menganalisis, dan menjelajahi sifat matematika dalam berbagai situasi masalah.(Day & Jones, 1997).
Banyak peneliti dan guru matematika telah memfokuskan penyelidikan tentang pendahuluan dan pengembangan kemampuan pemecahan aljabar yang dilihat dari pendekatan yang berbeda yaitu generalisasi, pemecahan masalah,pemodelan dan fungsional. Namun sebagai bagian perubahan pendekatan intruksional dan teknik penilaian yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan menuju tujuan-tujuan baru baik untuk mengevaluasi kinerja siswa dan studi tentang efektifitas pendekatan pembelajaran baru. Tetapi muncul pertanyaan tentang bagaimana  menilai kemampuan pemecahan aljabar yang baru, mungkin menjadi masalah bagi banyak guru.
Untungnya model SOLO (Structure Observed Learning Outcome) telah memberikan wawasan tentang penilaian alternative kemampuan kognitif dan menuju pendekatan baru dalam pembelajaran di kelas. Isi dan struktur item penilaian ini dapat dirancang berdasarkan model SOLO untuk melatih siswa mengembangkan keterampilan berfikir.
Contoh tes superitem:
Masalah: Kereta segitiga
Lihatlah kereta segitiga dibawah ini!



 




           

Panjang kereta segitiga ditentukan oleh jumlah segitiga sama sisi yang panjangnya 1 cm . Keliling kereta segitiga 5 cm dan panjangnya 3 cm.
*     Unistruktural: Berapa keliling kereta segitiga jika panjang adalah 4 (garis interior tidak dihitung sebagai bagian dari keliling)
*     Multistruktural: Berapa keliling kereta segitiga jika panjang (jumlah kereta) adalah 6 dan 15.
*     Relasional: Berapa keliling kereta segitiga jika panjang (jumlah kereta) adalah h.
Coba tuliskan persamaan linier untuk menemukan keliling kereta segitiga untuk setiap panjang kereta segitiga. Jika diketahui r adalah keliling dan s adalah panjang.
Jika kereta segitiga memiliki keliling 50 cm, berapa panjang? Cobalah terapkan persamaan linier untuk memecahkan masalah ini.
*     Extended Abstrak: Dapatkah anda mencoba untuk menunjukkan pola baru kereta dan membentuk persamaan linier jka diketahui keliling r dan panjang panjang untuk setiap kereta adalah s.

Tes superitem dapat diterapkan pada materi apapun. Berikut diambil salah satu materi untuk dijadikan tes superitem.Berikut ini tiga contoh butir tes bentuk superitem dengan tingkat kesulitan yang berbeda.  Soal disusun sedemikian rupa sehingga setiap butir tes memuat serangkaian informasi dan kemudian diikuti oleh empat pertanyaan  yang  sesuai  dengan  taksonomi  SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome).

*     Contoh pertama dari Collis, Romberg dan Jurdak (dalam Sumarmo 1993) berikut:



http://madfirdaus.files.wordpress.com/2009/11/super-1.jpg?w=150&h=128
 
 






Mesin di samping ini akan mengubah tiap bilangan yang masuk menjadi tiga kali lipat ditambah 2. Jadi bila dimasukkan bilangan 4 akan keluar bilangan 14.

P
ertanyaan :
a. Jika keluar bilangan 14, bilangan berapa yang masuk?
b. Jika dimasukkan bilangan 5, bilangan berapa yang akan keluar?
c. Jika keluar bilangan 41, bilangan berapa yang masuk?
d. Jika x adalah bilangan yang keluar dan y adalah bilangan yang masuk,  nyatakan y dalam x.
*     Superitem yang kedua dikemukakan oleh Sumarmo (2002)
http://madfirdaus.files.wordpress.com/2009/11/utari-1.jpg?w=172&h=81
 
Perhatikan gambar berikut:



Sebuah ruangan mempunyai satu sekat dengan dua buah pintu. Seorang siswa harus pergi menuju sasaran dengan melalui pintu.
Pertanyaan:
a.   Berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
b. Jika ada sekat kedua dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
c. Jika ada empat sekat asaran? Bagaimana  caranya?
d. Jika ada n sekat masing-masing dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?

*     Soal superitem kedua, dicontohkan oleh Wilson dan  Chavarria (1993).














 




Jika gambar di atas dapat dilipat sehingga menjadi dua bagian yang sama dan  tepat dipisahkan suatu garis lipatan, garis lipatan tersebut adalah garis simetri.


 







Gambar di atas  mempunyai garis simetri yang lebih dari satu.

a.      Manakah gambar di bawah yang mempunyai garis simetri?








 



(a)                                                           (b)

b.     Gambarlah semua garis simetri pada persegi di bawah?



c.      Manakah dari delapan huruf kapital pertama dalam alphabet mempunyai tepat dua garis simetri?
d.     John berkata, “Saya tahu sebuah aturan untuk dapat memberitahukan, ketika sebuah gambar yang terdiri dari empat sisi mempunyai garis simetri. Jika sebuah segitiga pada masing-masing sisinya sama ukuran dan bentuknya, maka segitiga itu mempunyai garis simetri”. Jelaskan mengapa anda setuju atau tidak setuju dengan pendapat John?

Pada contoh soal ke-3 di atas, item a menggunakan hanya satu bagian dari informasi yang didapat secara langsung dari stem (definisi garis simetri). Pada item b, yang merupakan representasi dari level 2, siswa memerlukan penggunaan definisi dari garis simetri dan fakta gambar yang mempunyai lebih dari satu garis simetri. Sementara itu pada item c, menggunakan bagian informasi yang sama dari item b, tetapi  memerlukan kemampuan siswa dalam mengintegrasikan informasi yang menghasilkan diagram dan menggunakan definisi pada berbagai variasi dari kurva. Siswa dapat menyelesaikan soal item d, jika siswa dapat berfikir kritis tentang sebuah hipotesis yang diturunkan dari stem. Pada Taksonomi SOLO, item ini termasuk ke dalam level 4.
Berdasarkan contoh superitem di atas, dikandung maksud agar siswa memahami hubungan antar konsep secara bertahap dari yang sederhana sampai meningkat kepada yang lebih kompleks. Selain dari pada itu guru melakukan kegiatan diagnostik terhadap respon siswa, sehingga dapat dengan segera menentukan langkah-langkah yang diperlukan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Kelebihan pembelajaran matematika dengan menggunakan tugas bentuk superitem diantaranya, dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami persoalan matematika secara bertahap sesuai kesiapannya, dan guru dapat memberikan bantuan yang tepat kepada siswa berdasarkan respon dari siswa. Pada sisi lain pembelajaran ini akan memberi kesulitan kepada guru dalam membuat atau menyusun butir-butir soal  bentuk superitem. Kemudian dimungkinkan terdapat respon siswa yang beragam.  Hal itu akan menuntut kesiapan guru dalam mengantisipasinya.

Wilson dan Chavarria (1993) memberikan pengalamannya dalam mengkonstruksi bentuk soal superitem yaitu,
Ø  Mengkonstruksi sebuah superitem akan dimulai dengan menentukan terlebih dahulu prinsip umum apa yang akan menjadi fokus pada item level empat. Prinsip tersebut akan dibangun oleh tiga item sebelumnya. Setiap item akan membantu siswa dalam menggali situasi dari masalah.
Ø  Stem akan menyajikan sebuah masalah yang relevan dan diperlukan siswa.
Ø  Respon dari setiap item di dalam sebuah superitem tidak bergantung pada respon yang benar dari item sebelumnya.







BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pembelajaran Super Item yaitu suatu pembelajaran  dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat atau bertahap dari simpel ke kompleks. Pembelajaran Superitem pada pelajaran matematika mempunyai tes yang dikembangkan berdasarkan taksonomi SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome) yang digunakan sebagai alat penilaian alternatif untuk memantau perkembangan kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika.
Sebuah super item terdiri dari sebuah stem yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat kekompleksannya. Biasanya setiap super item terdiri dari empat item pada masing-masing stem. Setiap item menggambarkan dari empat level penalaran berdasarkan Taksonomi SOLO (Structure of the ObservedLearning Outcome). Keempat level tersebut ialah:
§  Level 1 diperlukan penggunaan satu bagian informasi  dari  stem.
§  Level 2  diperlukan dua atau lebih bagian informasi dari stem.
§  level 3 siswa harus mengintegrasikan dua atau lebih bagian dari informasi yang tidak secara  langsung  berhubungan  dengan  stem.
§  Level 4 siswa telah dapat mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem.
Kelebihan metode pemberian tugas  diantaranya adalah metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut juga azas aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang siswa agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari.




DAFTAR PUSTAKA

  • Sumarmo,U (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi . Bandung
  • Djamarah, S.B (2000). Pembelajaran Efektif. Jakarta
  • Wilson dan Chavarria (1993). Superitem Test as a Classroom Assessment Toll. NCTM: Reston Virgini
  • Roestiyah (1996). Didaktik Metodik. Jakarta
  • Roestiyah (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
  • http://ikhsanyulianto.blog.com/

0 komentar:

Posting Komentar