Senin, 02 Februari 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAVI PADA SUB KONSEP BANGUN RUANG (KUBUS)



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar belakang
Immanuel Kant menganggap bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori, yang mana eksistensiya bergantung dari pancaindera serta nilai salah dan atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris Jujun Suriasumantri. 2003 : 206) . Oleh karena sifatnya yang abstrak pengetahuan ini sering dianggap sulit oleh mayoritas siswa serta strategi, atau pendekatan para guru, instruktur, dalam mentransformasikan pengetahuannya tentang matematika sering dijadikan barometer ketidakberhasilan siswa dalam memenuhi standar ketuntasan belajarnya.  Begitu juga dengan penilaian yang akan dilakukan untuk menentukan keberhasilan sebuah teknik pembelajaran. Pada dasarnya penilaian yang dilakukan pun tidak dapat dilepaskan dari penilaian faktor di atas.

Bagaimana sebuah pendekatan dapat dikatakan berhasil dan berdaya guna kalau unjuk kerja siswa (atau mahasiswa) yang menggunakan pendekatan tersebut tidak mencerminkan kemampuan dasar dalam ranah kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis?
Berikut ini akan dibicarakan salah satu aspek elemen dasar kegiatan pembelajaran matematika khususnya yang berhubungan dengan kegiatan yang melibatkan seluruh fungsi pancaindera, yaitu dengan menggunakan pendekatan model pembelajaran SAVI.
B.            Rumusan Masalah
1.        Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran SAVI ?
2.        Apa yang menjadi prinsip dalam model pembelajaran SAVI ?
3.        Apa unsur dari model pembelajaran SAVI ?
4.        Bagaimana karakteristik model pembelajaran SAVI ?
5.        Bagaimana strategi model pembelajaran SAVI tersebut diterapkan ?
6.        Apa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran SAVI ?
7.        Bagaimana aplikasi model pembelajaran tersebut dalam Mata Pelajaran Matematika di sekolah ?

C.           Tujuan
1.        Agar mengetahui pengertian atau maksud dari model pembelajaran SAVI.
2.        Agar mengetahui prinsip-prinsip model pembelajaran SAVI.
3.        Agar mengetahui unsur-unsur dari model pembelajaran SAVI.
4.        Agar mengetahui karakteristik model pembelajaran SAVI.
5.        Agar mengetahui penerapan strategi model pembelajaran SAVI.
6.        Agar mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran SAVI.
7.        Agar mengetahui aplikasi model pembelajaran tersebut dalam Mata Pelajaran Matematika di sekolah.


 


BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN SAVI PADA MATERI BANGUN RUANG (KUBUS)

A.                Pengertian
SAVI merupakan akronim dari Somatis ( bersifat Raga ), Auditori ( bersifat suara ), Visual ( bersifat gambar ), dan Intelektual ( bersifat merenungkan ). Dave Meier menyatakan bahwa apabila sebuah pembelajaran dapat melibatkan seluruh unsur SAVI ini, pembelajaran akan berlangsung efektif sekaligus atraktif. Sebagai contoh kasus apabila kita membaca sebuah buku.
Pertama, membaca secara Somatis. Ini berarti bahwa saat membaca, diperlukan melibatkan fisik kita. Membaca akan efektif apabila posisi tubuh kita dalam keadaan yang relaks, tidak tegang. Apabila selama membaca mengalami rasa jenuh, pembaca disarankan mencoba untuk menghentikan proses pembacaan sejenak dan menggerakkan seluruh tubuh. Hal ini bertujuan untuk menyegarkan kembali pikiran dan perasaan kita.
Kedua, membaca dengan cara Auditoris. Membaca auditoris dipakai ketika menemukan kalimat (yang kita baca) yang sulit sekali dicerna, atau, pada saat membaca menemukan baris-baris kalimat yang menarik, tetepi sulit untuk berkonsertrasi untuk memahaminya. Membaca secara auditoris dalam hal ini maksudnya membaca dengan keras kalimat-kalimat tersebut sehingga telinga pembaca itu sendiri mendengar secara jelas. Hal itu dimaksudkan untuk mempercepat dan lebih menambah keakuratan dalan memahami kalimat tersebut.
Ketiga, membaca secara visual. Seorang pakar pendidikan bernama Eric Jensen mengemukakan bahwa benak pembaca akan merasa fun apabila pada saat pertama kali menyerap informasi, benak kita tersebut diberi informasi dalam bentuk Gambar (ikon, symbol, atau ornamen) dan informasi itu memiliki kekayaan warna. Buku yang mampu membuat para pembacanya merasa senang, sebaiknya memang diber sentuhan visual atau –dalam bahasa lain- menggunakan bahasa rupa.
Apabila membaca buku-buku yang tanpa gambar, misalnya buku-buku fiksi, kita layak berhenti sejenak untuk membayangkan tokoh-tokoh yang dilukidkan oleh sang pengarang lewat kata-kata. Proses membayangkan ini, jelas, akan mengefektifkan pembacaan buku tersebut. Juga, kadang-kadang ada pengarang buku nonfiksi (ilmiah) yang tidak menyertakan gambar. Pembaca dapat memanfaatkan potensi visual kita untuk menggambarkan sendiri apa-apa yang diuraikan oleh sang pengarang di benak pembaca agar pemahaman pembaca lebih efektif.
Keempat, membaca secara Intelektual. Kata “Intelektual” yang digunakan di dini perlu diberi catatan khusus. Intelektual disini menunjukkan apa yang dilakukan oleh pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan pengalaman dan menciptakan hubungan, makana, rencana, dan nilai pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna.
Dalam proses membaca buku, potensi intelektual ini berkaitan erat dengan menulis. Apabila setiap kali selesai membaca sebuah buku (baik itu hanya satu halaman, satu bab, atau sekian bagian buku) kita lalu berhenti sejenak untuk memberikan catatan-catatan atau merumuskan secara tertuls apa pun yang kita peroleh dari pembacaan tersebut, tentulah kita akan memperoleh manfaat lebih besar ketimbang membiarkan saja materi yang kita baca tanpa proses penulisan. Teori dari Meier tersbut terlatar belakangi oleh belajar yang menurutnya akan selalu terhambat jika memisahkan tubuh dan pikiran.
Perumpamaan lain ia kemukakan. Mengapa banyak orang yang mengantuk atau tertidur lelap saat seseorang tengah berceramah? Lemahnya materi ceramah adalah salah satu sisi. Tapi sisi lain yang memberi sumbangan penting, kata Meier, karena peserta ceramah tidak diperbolehkan (atau tidak terbiasa) menggerakkan badan. “Banyak peserta kesulitan berkonsentrasi tanpa melakukan sesuatu secara fisik,” katanya.
“Pemisahan tubuh dan pikiran dalam kebudayaan Barat sangat keliru. Penelitian neurologis telah membongkar keyakinan kebudayaan Barat yang salah bahwa pikiran dan tubuh adalah dua entitas yang berbeda. Temuan mereka menunjukkan bahwa pikiran tersebar ke seluruh tubuh. Tubuh adalah pikiran, begitu juga sebaliknya,” ungkap Meier.
Teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan pengelaman; belajar dengan symbol. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Jadi model pembelajaran SAVI adalah sebuah model pembelajaran yang melibatkan semua fungsi alat indera untuk membantu kinerja inteleknya sebagai cara untuk memperoleh informasi dengan cepat.

B.                 Prinsip
Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu:
1)  Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
2)  Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.
3)  Kerjasama membantu proses pembelajaran
4)  Pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan
5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan   balik.
6)  Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7)  Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.


C.                Unsur
Adapun unsur-unsur dalam pendekatan SAVI  antara lain sebagai berikut.
1.                   Belajar somatis adalah belajar dengan bergerak dan berbuat. Hal itu didasarkan atas sebuah teori yang menyatakan bahwa sebagian orang tidak bisa belajar dengan efektif ketika mereka tidak dengan bebas untuk menggerakan fisiknya, karena proses belajar yang baik adalah ketika organ fisik terlibat secara lebih, atau belajar somatis merupakan belajar dalam mengendalikan gerak tubuh, dan keterampilan dalam menangani benda, cekatan, indera perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu. (Budi Manfaat. 2010 : 52).
Adapun kegiatan yang dapat dilakukan. yaitu sebagai berikut :
a) Membuat model dalam suatu proses.
b) Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
c) Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakan dan merefleksikannya.
d) Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar)
2.                   Belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Strategi ini dapat memberikan tekanan pada suatu bahan yang sedang kita pelajari akan membantu melekatkannya pada pikiran. Dr. Win Wenger dalam (Colin Rose. 2003 : 143) menyatakan bahwa kunci belajar terletak pada apa yang disebutnya artikulasi terinci. Tindakan mendeskripsikan sesuatu yang baru akan mempertajam persepsi dan memori tentangnya. Lebih terinci menguaknya, lebih banyak perkaitan atau asosiasi yang dibentuk dan lebih mudah untuk diingat.
 Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut.
a) Membaca keras dari bahan sumber.
b) Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
c) Memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.

3.                   Belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Sesungguhnya strategi visual dapat membantu dalam berfikir tentang sesuatu subjek secara global dan memungkinkan fleksibilitas pemikiran.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut.
a) Mengamati gambar dan memaknainya.
b) Melihat benda tiga dimensi.
c) Pengamatan lapangan.
d) Dekorasi warna-warni.

4.                   Belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan masalah. Menurut Meier (2004 : 99), kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Lebih lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untk berfikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional dan unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian dirinya sendiri.
 Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut.
 a) Pemecahan masalah
b)  Menganalisis pengalaman.
c) Melahirkan gagasan kreatif.
d)  Merumuskan pertanyaan.

D.                Karakteristik
Sesuai dengan singkatan dari SAVI yaitu somatic, auditory, visual dan intelektual, maka karakteristik pendekatan SAVI ada empat bagian yaitu sebagai berikut.

1)Somatik
Somatik atau somatis berasal dari bahasa yunani yaitu soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Dengan demikan, pembelajaran somatik adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).

2)Auditori
Menurut Meier (2004 : 95), belajar Auditori merupakan cara belajar standar bagi semua orang sejak awal sejarah. Seperti kita ketahui sebelum manusia mengenal baca tulis banyak informasi yang disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan misalnya mitos, dongeng-dongeng, cerita-cerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga mendorong orang untuk belajar dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi mereka adalah “jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicaralah tanpa henti”. Beberapa siswa (terutama yang memiliki kecenderungan auditori yang kuat) belajar dari suara, fialog, membaca keras, membicarakan kepada orang lain apa yang baru mereka alami, mendengar atau pelajari.
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan oleh guru bahwa ternyata pikiran lebih kuat dari yang dipikirkan, telinga akan terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa disadari. Ketika berbicara maka beberapa bagian penting di otak akan menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan bahwa di dalam pembelajaran, siswa hendaknya diajak untuk membicarakan apa yang sedang mereka pelajari dan menerjemahkan pengalamannya dengan suara.
 
3)Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Oleh sebab itu, siswa akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dipelajarinya, misalnya kepada guru atau sebuah buku serta melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya. Atau dalam bahasa Yatim Riyanto modalitas visual berarti belajar dengan mengakses citra visual yang diciptakan maupun yang diingat baik dari warna,potret, ataupun hubungan ruang dan sebagainya
4)Intelektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Seorang pembelajar intelektual akan melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal dengan menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah. (http://dewiyaniani.blogspot.com/2012/01/pendekatan-pembelajaran-savi.html).
Dalam  fase ini fungsi-fungsi imajinasi dan pikiran pada anak mulai berkembang, anak sudah mampu untuk mengenali sesuatu secara objektif dan berfikir kritis. Fase ini dialami oleh anak-anak di usia mulai 7-12 tahunan. Karena di usia tersebutlah mereka dianggap sudah mampu untuk mengendalikan diri, konsekuensi dan berkesadaran tinggi (Yatm Riyanto, 2010 : 113). Karena keterampilan intelektual ini menurut gagne lebih berorientasi pada hasil yang terjadi karena ada interaksi antara individu dengan lingkungannya, seperti angka-angka, bahasa, simbol, rumus, prinsip, prosedur dan sebagainya yang dihasilkan dari proses kerja intelektual. Kemudian kecerdasan inilah yang dijadikan salah satu strategi dalam model pembelajaran SAVI mengingat pendekatan belajar yang menekankan perkembangan proses dan keterampilan berpikir sebagai alat untuk meningkatkan pembelajaran yang bertujuan agar seluruh pembelajar menjadi lebih strategis, percaya diri, fleksibel, dan produktif dalam usaha belajarnya, sehingga strategi ini sering dikatakan sebagai operator kognitif yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan tugas-tugas dan masalah belajar. (Eti Nurhayati. 2010 : 26).

E.                Strategi Model Pembelajaran SAVI
Meier telah menyajikan model pembelajaran SAVI  sebagai suatu sistem yang lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar secara alami yang strategi pendekatannya dilaksanakandalam siklus pembelajaran secara bertahap ( Rusman, 2011 : 373). Adapun tahapannya antara lain:
a.       Persiapan, bertujuan menimbulkan minat para pembelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan diperoleh di masa mendatang dan menempatkan mereka dalam situasi yang optimal. Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
Secara spesifik meliputi hal:
a) memberikan sugesi positif
b) memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa
c) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
d) membangkitkan rasa ingin tahu
e) menciptakan lingkungan fisik yang positif.
f) menciptakan lingkungan emosional yang positif
g) menciptakan lingkungan sosial yang positif
h) menenangkan rasa takut
i) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
j) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah
k) merangsang rasa ingin tahu siswa
l) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.

b.      Penyampaian, untuk membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menari, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
 Hal- hal yang dapat dilakukan guru:
a) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan
b) pengamatan fenomena dunia nyata
c) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh
d) presentasi interaktif
e) grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni
f) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
g) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
h) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)
i) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
j) pelatihan memecahkan masalah
c.       Pelatihan, berperan sebagai sarana dalam membantu pembelajar untuk mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara.
 Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:
a) aktivitas pemrosesan siswa
b) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali
c) simulasi dunia-nyata
d) permainan dalam belajar
e) pelatihan aksi pembelajaran
f) aktivitas pemecahan masalah
g) refleksi dan artikulasi individu
h) dialog berpasangan atau berkelompok
i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif
j) aktivitas praktis membangun keterampilan
k) mengajar balik

d.      Penampilan hasil, tahap ini bertujuan untuk membantu pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat. Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat.
 Hal –hal yang dapat dilakukan adalah:
a) Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera
b) Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
c) Aktivitas penguatan penerapan
d) Materi penguatan prsesi
e) Pelatihan terus menerus
f) Umpan balik dan evaluasi kinerja
g) Aktivitas dukungan kawan
h) Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
e.       Strategi pembelajaran lain yang mampu menciptakan kemandirian belajar.
Adapun strategi/pendekatan yang dipilih dari beberapa strategi seperti yang dikutip dalam (http://abaskecil.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran.html).
- Belajar akan efektif dalam keadaan “fun” (menyenangkan).
-   Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Sudah bukan zamannya lagi
anak disuapi, tetapi ia harus menciptakan sendiri. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru. Oleh karena itu, pada saat merancang pembelajaran, guru harus memikirkan apa yang akan dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru. Apabila guru masih mempertahakan pembelajaran konsumtif dengan metode unggulannya ceramah, maka kemampuan siswa menurut Winarno Surakhmad (Fasilitator, Edisi I Tahun 2003), akan sedikit lebih tinggi dari kemampuan seekor monyet yang pandai.
-      Belajar yang baik itu bersifat sosial.
-   Belajar yang baik juga bersifat multi inderawi. Siswa belajar dengan gayanya masing-masing. Kita tidak dapat memaksanakan suatu gaya visual, gaya auditorial dan gaya kinestik. Dengan melibatkan seluruh indera dalam pembelajaran, semua gaya belajar itu akan terlayani. Kalau semua siswa terlayani, belajar akan berjalan efektif.
-   Belajar terbaik dalam keadaan alfa. Sebagaimana stasiun pemancar radio atau televisi, otak manusia juga bekerja pada gelombang atau frekuensi tertentu. Ketika kita dalam keadaan terjaga atau sadar penuh, otak bekerja pada gelombang Beta. Manakala kita sedang waspada relaks, otak bekerja pada gelombang Alfa. Otak kita akan bekerja pada gelombang Theta jika kita mengangguk atau hampir tertidur. Dan pada saat tertidur pulas, otak kita bekerja pada frekuensi Delta. Mengapa belajar terbaik itu pada frekuensi Alfa? Karena sebagian besar memori kita disimpan di pikiran bawah sadar. Dan yang dapat menghantarkan memori ke pikiran bawah sadar adalah gelombang Alfa. Lalu bagaimana mencapai kondisi Alfa? Dengan meditasi atau dengan mendengarkan musik.
(Suyipno, Guru SD Negeri Sumberanyar II Kecamatan Paiton)
F.      Kelebihan dan Kekurangan
1.   Kelebihan
a. Siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri           pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan    sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
c.  Memupuk kerjasmaa karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai.
d.   Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik.
e.  Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya.
2. Kekurangan.
a.  Karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa
  kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri.
b.  Membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah.
c. Membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
d. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai.






G.                Aplikasi Model Pembelajarn SAVI pada Mapel Matematika
Langkah-langkah pelaksanaan pendekatan SAVI adalah sebagai berikut :
1.       Belajar Somatis
Pembelajaran yang dapat merangsang hubungan pikiran tubuh, suasana belajar harus dapat membuat siswa bangkit dan berdiri dari tempat duduknya dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu secara berkala. Misalnya dengan meminta siswa untuk melakukan kegiatan sebagai berikut :
a.       Mendapatkan pengalaman lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
b.      Menjalankan pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan  belajar
c. Melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju kedepan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap.
d. Melakukan tinjauan lapangan lalu ditulis, gambar dan membicarakan tentang apa yang mereka pelajari.
2. Belajar Auditori
Guru menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri siswa yaitu dengan mencarikan cara mengajak siswa membicarakan apa yang sedang dipelajari diantaranya yaitu :
a.        Menyampaikan materi dengan suara yang keras dan jelas sehingga siswa dapat mendengar dengan baik
b.         Meminta siswa untuk membaca keras-keras materi yang sedang dipelajari dari buku pelajaran atau papan tulis.
c.         Mengajak siswa membaca satu paragraf atau kalimat matematika lalu meminta siswa menguraikan dengan kata-kata sendiri setiap paragraf atau kalimat matematika yang mereka baca dengan suara yang keras.
d.        Menceritakan kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung di dalam buku yang dibaca siswa.
e.         Meminta siswa untuk mengulangi jawaban atau pernyataan yang telah disampaikan.
f.         Mengajak siswa berbicara saat mereka memecahkan masalah, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan, dan sebagainya.

3.       Belajar Visual
Dekorasi warna-warni menciptakan suasana pembelajaran lebih Visual guru dapat menerapkan kegiatan seperti berikut :
-Menyampaikan materi dengan bahasa tubuh yang dramatis.
-Dalam memberikan contoh disampaikan dengan cerita yang hidup.
-Meminta siswa untuk mengamati contoh-contoh yang disampaikan.

4.    Belajar Intelektual
Untuk menciptakan belajar intelektual dalam pembelajaran maka diperlukan suatu kegiatan yang dapat merangsang kemampuan intelektual dalam belajar akan terlatih jika siswa diajak untuk terlihat dalam aktivitas seperti berikut.
a. Memcahkan masalah.
b. Menganalisa pengalaman.
c. Mengerjakan perencanaan strategi.
d. Melahirkan gagasan kreatif.
e. Mencari dan menyaring informasi.
f. Merumuskan pertanyaan.
g. Menerapkan gagasan baru dalam pekerjaan.
h. Menciptakan makna pribadi.
i.  Meramlkan implikasi dari suatu gagasan.

H.    Konsep Kajian Matematika (Bangun Ruang KUBUS)
1.        Pengertian.
Kubus adalah  bangun ruang yang dibatasi oleh 6 buah persegi yang sama dan sebangun (kongruen). Kubus memiliki rusuk sama panjang, semua bidang permukaannya berbentuk persegi yang kongruen, jadi  memiliki luas yang sama pada setiap sisinya.
2.        Jaring-jaring Kubus.
Kubus dibatasi oleh enam sisi persegi yang kongruen. Jaring-jaring kubus yang lain yang dapat dibuat adalah sebagai berikut:


Dari jaring-jaring kubus diatas, dapat kita tentukan Luas Permukaan Kubus-nya yaitu:
Luas ABCD =  s x  s
Luas EFGH =  s x  s
Luas BCFG =  s x  s
Luas ADHE =  s x  s
Luas ABFE =  s x  s 
Luas DCGH =  s x  s
Maka,  luas permukaan kubus :
=  L ABCD + L EFGH + L BCFG + L ADHE+ L ABFE + L DCGH
  = 6 x ( s x s )
Luas Permukaan Kubus = 6 x s²
3.        Volume kubus
          Setiap kubus memiliki sisi sama panjang, maka Volume Kubus yaitu:
Volume  = panjang x lebar x tinggi
              = sisi x sisi x sisi
              = s x s x s
              = s3





















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pendekatan SAVI merupakan pendekatan pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dalam belajar. Pendekatan SAVI memiliki empat unsur diantaranya : belajar somatik, belajar auditori, belajar visual dan belajar intelektual. Dan pendekatan SAVI memiliki langkah-langkah yaitu langkah yang pertama belajar visual, yang kedua belajar auditori, langkah ketiga belajar somatis dan yang keempat belajar intelektual. Disamping memiliki unsur dan langkah-langkah, pendekatan SAVI ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pendekatan pembelajaran SAVI diantaranya : siswa tidak mudah lup karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika, memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik, melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya. Sedangkan kelemahan dari pendekatan pembelajaran SAVI adalah karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah, membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, dan belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi.

B.                  Rekomendasi
Mengingat keabstrakan matematika yang tidak mudah dikuasai, serta matematika merupaka ilmu pengetahuan yang membutuhkan pola berpikir yang sangat sistematis serta ketelitian dan keakuratan akan hasil oleh karenanya model pembelajaran SAVI ini sangat anjurkan untuk diaplikasikan demi meningkatnya hasil belajar siswa di sekolah-sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Meier, D. 2004. The Accelerated Learning Hand Book. Bandung : Kaifa
Colin Rose dan Malcom j. Nichol. 2003. Accelerted Learning (for the 21st Century). Bandung : Nuansa
Jujun Suriasumantri. 2003. Filsafat Ilmu. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
                        Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Kencana
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta : Rajawali Pers
Wilis Dahar, Ratna. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Eti Nurhayati. 2010. Bimbingan Keterampilan & Kemandirian Belajar. Bandung : Batic Press
Budi Manfaat. 2010. Membumikan Matematika Dari Kampus Ke Kampung. Cirebon : Eduvision
                        (http://abaskecil.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran.html)




0 komentar:

Posting Komentar