Sabtu, 23 Mei 2015

MODEL PEMBELAJARAN BERSIKLUS (LEARNING CYCLE)



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Matematika merupakan suatu ilmu yang sudah dipelajari mulai dari TK, SD, SMP, hingga SMA. Namun sebagian siswa masih beranggapan bahwa matematika itu sulit, padahal matematika merupakan ilmu yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Bahkan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi pemahaman dalam matematika merupakan salah satu persaratan utama. Sejalan dengan kontruktivisme plaget, pengetahuan bukan suatu yang sudah jadi, tapi suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan dan di kontruksi siswa, dan tidak dapat di transfer dengan menerima secara.

Pentingnya kemampuan berpikir kritis adalah supaya  manusia dapat memecahkan masalah yang di hadapi lebih mudah dan dengan kemampuan berpikir kritis manusia dapat bersaing dalam mengisi pasar kerja.

B.    Tujuan
Ø  Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dan prestasi belajar matematika.
Ø   Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dngan menggunakan strategi the learning cycle.
Ø   Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika dngan menggunakan strategi the learning cycle







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Model Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle)
Siklus  belajar (learning cycle) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered). Pengembangan model ini pertama kali di lakukan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974. Model di landasi oleh pandangan kontruktivisme dari Piaget yang beranggapan bahwa belajar pengetahuan itu dibangun sendri oleh anak dalam struktur kognitif melalui interaksi dengan lingkungannya.  Siklus Belajar (Learning Cycle)  merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
LC pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application) (Karplus dan Their dalam Renner et al, 1988).Dalam hal ini pembelajar diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi  dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Implementasi teori Piaget oleh Karplus dikembangkan menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Unsur-unsur teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam Siklus Belajar (abraham et al, 1986).
Siklus belajar ( learning cycle ) merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada teori Piaget dan teori pembelajaran kognitif serta aplikasi model pembelajaran konstruktivis. Model ini dikembangkan oleh Robert Karplus dan koleganya dalam rangka memperbaiki kurikulum sains SCIS  ( Science Curriculum Improvement Study) dengan tahapan-tahapannya : exploration, invention dan discovery, namun kemudian dikembangkan oleh Charles R. Barman dengan tahapan-tahapannya : exploration phase, concept introduction, dan concept application. Selanjutnya model ini kemudian dikembangkan lagi dan dewasa ini lebih dikenal dengan model siklus belajar sains 4-E ( 4-E science learning cycle ), dengan tahapan-tahapan : exploration phase, explanation phase, expansion phase, evaluation phase (Carin 1993:87)
Teori  belajar LC yakni teori yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995). Adaptasi terdiri atas asimilasi dan akomodasi. Pada proses asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon terhadap rangsangan yang diterimanya. Dalam asimilasi individu berinteraksi dengan data yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur mental individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada kondisi ini individu melakukan modifikasi dari struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki.
Implementasi LC dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu:
1.     Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.
2.     Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.
3.     Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. (Hudojo, 2001)
Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme, tetapi merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pebelajar menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh pebelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan sekolah menengah tentang implementasi LC dalam pembelajaran sain menunjukkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa (Budiasih dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004). Marek dan Methven (dalam Iskandar, 2005) menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan LC mempunyai ketrampilan menjelaskan yang lebih baik dari pada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori
Menurut Lawson (1989) dalam Bybee (1996:205) siklus belajar  sains  adalah satu cara berpikir dan bertindak yang cocok untuk siswa belajar. Penggunaan siklus belajar (learning cycle)  memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan pengetahuan sebelumnya dan kesempatan untuk menyanggah, mendebat gagasan-gagasan mereka, proses ini menghasilkan ketidakseimbangan kognitif, sehingga  mengembangkan tingkat penalaran yang lebih tinggi, dan merupakan suatu pendekatan yang baik untuk pembelajaran sains.  
Menurut  Renner dan Marek  dalam Martin (1994:202-203)  bahwa dari riset yang mereka lakukan tentang penggunaan  model siklus belajar (learning cycle)  pada pembelajaran ternyata hasilnya dapat meningkatkan prestasi  anak-anak dan meningkatkan pengembangan keterampilan prosesnya. Mereka juga mengakui bahwa siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan intelektual anak. Bagaimanapun juga mereka menyimpulkan  bahwa model siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara untuk membantu anak-anak menerapkan matematika, keterampilan ilmu kemasyarakatan, menginterpretasikan grafik, tabel, dan poster serta asimilasi data untuk memecahkan masalah, dan menentukan maksud atau arti kalimat.  Para peneliti mengungkapkan bahwa siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara alami untuk belajar dan memenuhi tujuan pendidikan utama  membantu anak-anak belajar bagaimana cara berpikir.
Pembelajaran Bersiklus (cycle learning) pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasiberarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsepdalam konteks yang berbeda. (http://media-grafika.com/model-model-pembelajaran)

B.    Prinsip – Prinsip Model Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle)
1.     Faseeksplorasi
Siswa diberi  kesempatan untuk mengeksplorasi materi secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati, membandingkan, mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang lainnya, sehingga menemukan konsep-konsep penting sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Ada kalanya konsep yang ditemukan sudah sesuai dengan konsep siswa mereka sehingga langsung diasimilasikan kedalam struktur kognitifnya tetapi ada jug akonsep yang tidak sesuai  sehingga menimbulkan konflik kognitif. Melalui diskusi dan bertanya pada teman mau pun guru, siswa mengakomodasi konsep tersebut untuk dapat diasimilasikan.Dengan cara demikian siswa mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.
Pada fase ini aktivitas kebanyakan dilakukan oleh siswa sedang guru hanya memberikan orientasi tentang apa yang harus dilakukan siswa, mengajukan pertanyaa untuk mengarahkan kegiatan siswa, memberikan motivasi, serta mengidentifikasi dan membimbing siswa yang mengalami konflik kognitif. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan guru membimbingsiswamengumpulkan data untuk memecahkan masalah yang sedangdipelajari.Disinilah guru mempunyai banyak peluang untuk melatih keterampilan proses dan sikap para siswa sesuai dengan apa yang ditargetkan dalam rencana pembelajaran.
2.     pengenalan konsep
Peran guru lebih dominan. Dengan menggunakan metode yang sesuai, guru membantu siswa mengidentifikasi konsep, prinsip, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan pengalaman pada fase eksplorasi.
Dalam tahap ini guru berperan lebih tradisional. Guru mengumpulkan informasi dari murid-murid yang berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi. Bagian pelakaran ini merupakan waktu untuk menyusun pembendaharaan kata. Materi-materi seperti buku, alat pandang dengar dan materi tertulis lainnya diperlukan untuk penyusunan konsep.
3.      penerapan konsep.
Pada fase ini siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan berbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas.
Pada fase ini, peserta didik diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkakan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena peserta didik mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.
Dengan menggunakan pendekatan siklus/daur belajar, dapat diciptakan kesempatan untuk memberikan pengalaman fisik, interaksi sosial, danr euglasi sendiri. Dengan kata lain, dengan menggunakan pendekatan ini dapat diciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang menginkorporasikan tiga variabel yang berperanan dalam pembentukan konsep. Tahap eksplorasi memberikan murid-murid pengalaman fisik dan interaksi sosial. Pengalaman ini mendorong asimilasi atau mungkin menyebabkan murid untuk bertanya tentang pemikiran mereka mengenai konsep tertentu, menciptakan disekuilibrasi. Pengalaman fisik juga membantu murid dalam menumbuhkan image mental dari gagasan baru atau istilah-istilah baru yang disampaikan dalam tahap pengenalan konsep.
Karena gagasan-gagasan atau istilah-istilah baru disampaikan dalam pengenalan konsep, murid-murid mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan gagasan baru dan dengan guru serta dengan teman. Interaksi ini cukup untuk membantu murid mengasimilasi atau mengakomodasi gagasan tertentu.
Tahap penerapan konsep mendorong interaksi fisik dan sosial tambahan dengan memberikan kesempatan mereka untuk menggunakan agasan-gagasan dan istilah-istilah  baru ini dalam situasi yang berbeda. Pengalaman-pengalaman ini membantu menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama tahap eksplorasi dan pengenalan konsep, memberikan kesempatan tambahan untuk terjadinya regulasi sendiri.
Di samping yang telah disebutkan di atas, tahap penerapan konsep ini penting bagi beberapa murid untuk memperluas penerapan konsep baru tersebut. Tanpa adanya berbagai macam variasi penerapan konsep, makna konsep itu akan tinggal terbatas pada contoh yang dibicarakan saja. Sebagai tambahan, kegiatan penerapan konsep membantu murid-murid yang pembentukan konsepnya berjalan lambat dari pada murid-murid lainnya. Dan akhirnya, penerapan konsep memberikan kesempatan kepada murid-murid untuk menemukan penerapan konsep sendiri dalam konteks yang baru.
Dengan perhatian tetap diarahkan pada murid-murid, variabel pembentukan konsep (kematangan fisik) dapat juga diakomodasi dengansiklus belajar. Menurut para pakar teori kognitif, murid-murid hanya dapat menginternalisasi konsep bilamana mereka telah “siap mental”. Oleh karena itu, dengan pemilihan konsep-konsep/topik yang tepat dari masing-masing pelajaran, murid-murid dapat diberi pengalaman-pengalaman belajar yang cocok dengan kemampuan penalarannya.



4.     Exploration (penyelidikan)
Pada fase ini para siswa belajar melalui keterlibatan dan tindakan-tindakan, gagasan-gagasan mereka dan hubungan-hubungan dengan materi baru diperkenalkan dengan bimbingan guru yang minimal agar memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan sebelumnya, mengembangkan minat, menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu terhadap materi itu. Materi perlu disusun secara cermat sehingga sasaran belajar itu menggunakan konsep dan gagasan yang mendasar. Selama fase ini guru menilai pemahaman para siswa terhadap sasaran pelajaran. Menurut Bybee bahwa, tugas guru disini tidak boleh memberitahukan atau menerangkan konsep. Pada fase ini bekerja sama dalam kelompok kelompok kecil, menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide, seperti
• Demonstrasi
• Praktikum
• Mengerjakan LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
5.     Explanation (Pengenalan)
Pada fase ini para siswa kurang terpusat dan ditunjukkan untuk mengembangkan mental. Tujuan dari fase ini guru membantu para siswa memperkenalkan konsep sederhana, jelas dan langsung yang berkaitan dengan fase sebelumnya, dengan berbagai strategi para siswa disini harus terfokus pada pokok penemuan konsep-konsep yang mendasar secara kooeperatif dibawah bimbingan guru (guru sebagai fasilitator) mengajukan konsep-konsep itu secara sederhana, jelas dan langsung.
Pada fase ini juga  siswa menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, guru meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka dan mengarahkan kegiatan diskusi, pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari, seperti:
• Mengkaji literatur
• Diskusi Kelas


6.     Expansion (Perluasan)
Pada fase ini para siswa  mengembangkan konsep-konsep yang baru dipelajari untuk diterapkan pada contoh-contoh lain, dipakai sebagai ilustrasi konsep intinya dapat membantu para siswa mengembangkan  gagasan-gagasan mereka dalam kehidupannya.
7.     Evaluation (Evaluasi)
Pada fase ini ingin mengetahui penjelasan para siswa terhadap siklus pembelajaran ini. Evaluasi dapat berlangsung setiap fase pembelajaran, untuk menggiring pemahaman konsep juga perkembangan keterampilan proses. Evaluasi bukan hanya pada akhir bab. Dari fase-fase yang disebutkan di atas menurut  Carin dan Martin tujuan pedagoginya adalah sama.
Mengevaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya ; evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut, seperti:
• Refleksi pelaksanaan pembelajaran
• Tes tulis
• Problem solving
8.     Engagement
Pada fase ini para siswa menyiapkan (mengkondisikan) diri pebelajar, mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi, membangkitkan minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar, seperti:
• Demonstrasi oleh guru atau siswa
• Tanya jawab dalam rangka mengeksplorasi pengetahuan awal, pengalaman, dan ide-ide pebelajar
• Pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.




9.     Elaboration (extention)
siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru.
• Demontrasi lanjutan
• Praktikum lanjutan
• Problem solving

C.    Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle)
Ø  Kelebihan
1.     Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2.     Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.
3.     Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
4.     Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
5.      Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar.
6.      Pembelajaran menjadi lebih bermakna
Ø  Kekurangan
*     Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
*     Menurut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
*     Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan  terorganisasi.
*     efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
*     Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
*     Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
*     Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
*     Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran

D.    Langkah – Langkah Model Pembelajaran bersiklus (learning cycle)
v Engage:
Siswa mencari tau tentang semua yang berkaitan dengan logika matemaika
v Explore
Siswa secara berkelompok membahas konsep materi logika matematia.
v Explain :
Siswa menjelaskan solusi yang masuk akal.Extend
Masing–masing kelompok memaparkan hasil diskusi di dpan kelas dan kelompok lain menanggapi hasil dari kelompok yang presentasi.
v Evaluate
Guru menarik kesimpulan bersama-sama dengan siswa tentang apa pengertian logika himpunan,operasi dan juga sifat-sifatnya. (Agung, Rama. 2009)
Sedangkan Lawson (1995) mengemukakantigatipe learning cycle yaitu:
1.     Deskriptif;
 Para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, dan ini merupakan fase eksplorasi. Guru memberi nama pada pola tersebut, dimana kegiatan ini termasuk fase pengenalan konsep. Selanjutnya, pola tersebut\ ditentukan dalam konteks-konteks lain yang merupakan fase aplikasi konsep. Bentuk siklus belajar deskriptif hanya memberikan sebatas apa yang diamati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatannya.
2.     Empiris-induksi
Para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, yang merupakan fase eksplorasi. Selanjutnya, para siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya pola tersebut, sehingga diperlukan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Dengan bimbingan guru, para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk mengetahui apakah sebab-sebab yang dihipotesiskan sesuai dengan data dan fenomena lain yang dikenal, dan ini merupakan fase aplikasi konsep. Dengan demikian dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa melakukan pengamatan secara deskriptif, mengemukakan sebab dan menguji sebab-sebab tersebut
3.     Hipotesis deduktif;
pembelajaran dimulai dengan suatu pertanyaan sebab,
kemudian para siswa merumuskan jawaban-jawaban atau hipotesis-hipotesis yang
mungkin. Selanjutnya, para siswa menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis tersebut dan merencanakan dan melakukan eksperimen eksperimen untuk menguji hoptesis, dimana kegiatan ini termasuk fase eksplorasi. Analisis hasil eksperimen menyebabkan hipotesis ditolak atau diterima sehingga konsep konsep dapat diperkenalkan, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Akhirnya, dilakukan penerapan konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan pada situasi-situasi lain, dimana kegiatan ini termasuk fase aplikasi konsep.

E.     Penerapan Model Pembelajaran Bersiklus (Learning Cycle)
Matematika wajib dipelajari oleh siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas dan bahkan sampai perguruan tinggi. Namun, masalah yang biasanya muncul dalam dunia pendidikan matematika yaitu masih banyaknya siswa yang kurang memahami pelajaran matematika, bahkan diantara mereka ada yang kurang tertarik belajar matematika. Selain itu, sebagian siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang sulit dipahami atau dimengerti.
Salah satunya logika matematika logika adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji penurunan penurunan kesimpulan yang sahih (valid,correct) dan yang tidak sahih (tidak valid,incorrect). Disjungsi, konjungsi, implikasi, biimplikasi dan negasinya
Negasi : Jika p adalah “Surabaya ibu kota Jawa Timur.”, maka negasi atau ingkaran dari pernyataan p tersebut adalah ~p yaitu: “Surabaya bukan ibu kota Jawa Timur. “Atau” Tidak benar bahwa Surabaya ibukota Jawa Timur.”. Dari contoh diatas Nampak jelas bahwa p merupakan pernyataan yang bernilai benar karena Surabaya pada kenyataannya memang ibu kota Jawa Timur, sehingga ~p akan bernilai salah. Namun jika p bernilai  salah maka ~p akan bernilai benar seperti ditunjukkan oleh tabel berikut :
P
~p
B
S
S
B

Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan perakit “dan”. Contohnya, pernyataan Adi berikut :”Fahmi makan nasi dan minum kopi.”Dapatlah disimpulkan bahwa suatu konjungsi pq akan bernilai benar hanya jika komponen-komponennya,yaitu baik p maupun q keduanya bernilai benar, sedangkan nilai kebenaran yang selain itu akan bernilai salah sebagaimana ditunjukkan pada table:
P
Q
pq
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
S
S

Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit “atau”.Contohnya,pernyataan Adi berikut:”Fahmi makan nasi atau minum kopi.” Suatu disjungsi pq akan bernilai salah hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya bernilai salah, yang selain itu akan bernilai benar sebagaimana ditunjukkan pada table, yaitu:
P
Q
pq
B
B
S
S
B
S
B
S
S
B
B
B

Implikasi :Misalkan ada dua pernyataan p dan q. bahwa implikasi pq hanya akan bernilai salah untuk kasus kedua di mana p bernilai benar namun q-nya bernilai salah, pq akan bernilai benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran berikut ini:
P
Q
pq
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
B
B

Biimplikasi atau bikondisional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p dan q yang dinotasikan dengan pq yang bernilai sama dengan (pq) (qp) sehingga dapat dibaca: “p jika dan hanya jika q “atau” p bila dan hanya bila q.
“Tabel kebenaran dari pq adalah:
P
Q
pq
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
S
B

Konvers,Invers,Kontraposisi suatu Implikasi Serta Negasinya
Perhatikan pernyataan ini: “Jika suatu bendera adalah bendera RI maka ada warna merah pada bendera tersebut.”
Bentuk umum implikasi diatas adalah: ‘pq’ dengan p: Bendera RI, dan q: Bendera yang ada warna merahnya. Dari implikasi pq di atas, dapat dibentuk tiga implikasi lainnya, yaitu: (1) konversnya, yaitu qp; (2) inversnya, yaitu ~p~q; dan (3) kontraposisinya, yaitu ~q~p


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penerapan model pembelajaran siklus belajar ini pada dasarnya tidak hanya dapat diterapkan dalam pembelajaran ilmu – ilmu yang bersifat kealaman seperti kimia, fisika, tetap juga dapat diterapkan dalam pembelajaran ilmu –ilmu sosial dan humaniora.
Pada prinsipnya belajar siklus (learning cycle) patut dikedepankan karena sesuai dengan teori belajar plaget dan teori belajar yang berbasis kontraksivisme.
Seperti yang diketahui pada penerapan kurikulum berbasis kompetensi yang disempurnakan pada KTSP menuntut penerapan model pembelajaran berbasis kontruksivisme. Demikian penerapan model pembelajaran siklus belajar ini harus tetap mempertimbangkan karakteristik kompetensi yang akan dicapai.Model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran adalah model pembelajaran yang paling efektif, efisien, dan berdaya tarik serta menyenangkan.
Siklus belajar merupakan salah satu metode perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan . Metode ini merupakan metode yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar pada setiap siswa . Salah satu model belajar mengajar yang menerapkan konstruktivisme adalah penggunaan model siklus belajar atau sering disebut Learning Cycle.











DAFTAR PUSTAKA

Ø  Soebagio dkk. 2000. Penggunaan Siklus belajar dan Peta Konsep untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran.
Ø  Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan
Ø  Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: Airlangga University Press.
Ø  Abraham, M.R., Renner J.W.. 1986.The Sequence of Learning Cycle Activity in High School Chemistry. J. of Research in Science Teaching.
Ø  Renner, J.W., Abraham M.R.,Birnie, H.H. 1988. The Necessity of Each Phase of The Learning Cycle ini Teaching High School Physics. J. of Research in Science Teaching.
Ø  Martin, Ralph.E. 1994. Teaching Science For All Children. Boston :Allyn and Bacon.
Ø  Bybee, W.R , Trowbridge L.W. 1996. Teaching Secondary School Science : Strategies for Develoving Scientific Literacy . New Jersey :Merrill Publishing.
Ø  http://media-grafika.com/model-model-pembelajaran
Ø  Agung, Rama. 2009. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” Berbantuan Lks Terstruktur Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa


0 komentar:

Posting Komentar