Sabtu, 15 Oktober 2016

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING



PENDAHULUAN

Pendekatan Problem Posing adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran dimana siswa diminta untuk merumuskan, membentuk dan mengajukan pertanyaan atau soal dari situasi yang disediakan. Dengan diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dalam pembelajaran matematika, diharapkan dapat menjadikan kemampuan penalaran matematika siswa lebih baik dari biasanya.
Problem Posing merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk berfikir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan interaktif yang ditungkan dalam bentuk pertanyaan (B. Suryosubroto, 2009 : 203).
Pendekatan Problem Posing diharapkan dapat memancing siswa untuk  menemukan pengetahuan yang bukan diakibatkan dari ketidaksengajaan melainkan melalui upaya mereka untuk mencari hubungan-hubungan dalam informasi yang dipelajarinya. Sebagian ahli menyatakan bahwa Problem Posing sebagai pengajuan masalah, merupakan suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan pada perumusan soal dan menyelesaikannya berdasarkan situasi yang diberikan kepada siswa. Karena soal dan penyelesaiannya dirancang sendiri oleh siswa, maka dimungkinkan bahwa Problem Posing dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematis atau menggunakan pola pikir matematis.
Salah satu strategi yang efektif dalam menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan tentunya dengan melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas. Pembelajaran dengan suasana belajar aktif dan bermakna. Salah satu pendekatan pembelajaran yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika”.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Model Pembelajaran Problem Posing
Menurut Suyitno Amin, 2004 dalam Sari. Problem posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.
Problem Posing merupakan istilah dalam Bahasa Inggris, yang mempunya beberapa padanan dalam Bahasa Indonesia. Problem Posing dalam pembelajaran mempunyai banyak arti. Diantara arti yang sepadan dalam bahasa Indonesia untuk menunjukkan pengertian Problem Posing adalah mengajukan pertanyaan, merumuskan masalah atau membuat masalah (As’ari, 2000). Pendekatan Problem Posing menuntut siswa agar bisa mengajukan masalah, membuat model-model dari masalah-masalah tersebut dan menganalisisnya sehingga ditemukan jawaban yang tepat.
Sedangkan Silver dalam Angel Rorimpandey (2010, 7) menemukan bahwa pendekatan Problem Posing memiliki tiga pengertian yang berbeda yaitu :
1.    Problem Posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2.    Problem Posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain.
3.    Problem Posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.



Disusul oleh Suryanto dalam Zahra (2007 : 6) menjelaskan bahwa :
1)    Problem Posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana sehingga soal tersebut dapat diselesaikan. Ini terjadi pada soal-soal yang rumit.
2)    Problem Posing adalah perumusan soal-soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang akan diselesaikan menekankan pada pengajuan soal yang akan diselesaikan menekankan pada pengajuan soal oleh siswa.
3)    Problem Posing adalah pengajuan soal dari informasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika atau setelah kegiatan penyelesaian.
Menurut Brown dan Walter (1990:15) informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal.
Selanjutnya Suryanto (1998:3) menyatakan bahwa soal dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku.
Stoyanova (1996) mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing menjadi situasi problem posing yang bebas, semiterstuktur, dan terstruktur. Pada situasi problem posing yang bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat  menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal (Yuhasriati, 2002:12).
Problem Posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis sehingga menuntut siswa agar bisa mengajukan masalah, membuat model-model dari masalah-masalah tersebut dan menganalisisnya sehingga ditemukan jawaban yang tepat.

B.    Prinsip Model Pembelajaran Problem Posing
Pembelajarn dengan pendekatan Problem Posing biasanya diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Penyampaian materi biasanya menggunakan metode ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya, pemberian contoh bagaimana membuat masalah dari masalah yang ada dan menjawabnya. Kemudian siswa diminta belajar dengan Problem Posing. Mereka diberi kesempatan belajar individu atau berkelompok. Setelah pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara mengajuka soal dan menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan.
Penerapan dan penilaian yang cukup sederhana dari pendekatan ini, yaitu dengan cara siswa diminta mengajukan soal yang sejenis atau setara dari soal yang dibahas. Dengan cara ini kita bisa melihat sejauh mana daya serap siswa terhadap materi yang baru saja disampaikan. Melalui tugas membuat soal yang setara dengan soal yang telah ada, kita mencermati bagaimana siswa mengganti variabel-variabel yang diketahui lalu mencari variabel yang ditanyakan.
Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata-rata, pendekatan ini memberikan peluang  untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan tertantang untuk membuat tambahan informasi yang tersediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawaban yang lebih kompleks. Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan kemampuannya. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dapat juga dimulai dari membaca daftar pertanyaan pada halaman soal latihan yang terdapat dalam buku ajar. Setelah itu baru membaca materinya. Cara ini berkebalikan dengan cara belajar selama ini. Tugas membaca yang diperintahkan pada siswa biasanya bermula dari materi, lalu menjawab soal pada halaman latihan. Kelebihan membaca soal terlebih dahulu baru membaca materi, terletak pada belajar fokus siswa. Ketika siswa membaca pertanyaan terlebih dahulu, maka mereka akan berusaha untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang telah mereka baca. Tapi lain masalahnya ketika dibalik, bila membaca materi terlebih dahulu, maka ketika sampai pada bagian soal latihan, ada kemungkinan siswa akan membacanya kembali atau membuka-buka bagian yang telah dibaca untuk menjawab soal yang ada. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk cara belajar membaca materi terlebih dahulu, lebih banyak dibandingkan dengan cara belajar membaca soalnya setelah itu baru membaca materinya.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

C.    Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Problem Posing
Berdasarkan karakteristik yang diketahui, tahapan penerapan pendekatan Problem Posing adalah sebagai berikut :
1.    Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
2.    Guru memberikan latihan soal secukupnya.
3.    Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
4.    Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
5.    Guru memberikan tugas rumah secara individual. (Suyitno, 2004 : 31-32).
Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a.    Pre solution posing
Pre solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut :
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1)    Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2)    Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat? 
b.    Within solution posing
Within solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut :
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a)    Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b)    Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
c.    Post solution posing
Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut :
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
a)    Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
b)    Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?

Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut :
Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa yang tidak menyukai atletik dan senam.
a.    Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik?
b.    Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam?
c.    Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?
Sedangkan menurut B. Suryosubroto (2009 : 212-214) beberapa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan pengajaran dengan pendekatan Problem Posing adalah :
1)    Tahapan Perencanaan
a)    Penyusunan rancangan kegiatan dan bahan pembelajaran.
b)    Guru mengorganisasi bahan pembelajaran dan mempersiapkannya.
c)    Guru menyusun rencana pembelajaran, termasuk diantaranya kisi-kisi hasil belajar ranah kognitif dan afektif.
2)    Tindakan
a)    Guru menjelaskan tentang pembelajaran yang akan diharapkan kepada siswa dengan harapan mereka dapat memahami tujuan serta dapat mengikuti dengan baik proses pembelajaran baik dari segi frekuensi maupun intensitas.
b)    Guru melakukan tes awal yang hasilnya digunakan untuk mengetahui tingkat daya kritis siswa. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5-6 orang.
c)    Setiap kelompok bertugas meresume beberapa buku atau materi yang berbeda antar kelompok.
d)    Masing-masing siswa dalam kelompok membentuk pertanyaan berdasarkan hasil resume yang telah dibuatnya dalam lembar Problem Posing I.
e)    Semua pertanyaan dikumpulkan lalu dilimpahkan kepada kelompok lainnya.
f)    Siswa dalam kelompoknya melakukan diskusi internal untuk menjawab pertanyaan yang mereka terima dari kelompok lain disertai dengan tugas resume yang telah dibuat mereka. Setiap jawaban ditulis dalam lembar Problem Posing II.
g)    Pertanyaan yang telah ditulis pada lembar Problem Posing I dikembalikan kepada kelompok pembuatnya sedangkan lembar Problem Posing II diberikan kepada guru.
h)    Setiap kelompok mempresentasikan rangkuman dan jawaban yang telah dibuatnya pada kelompok lain. Diharapkan ada diskusi menarik antar kelompok. Pada saat bersamaan guru memberikan format penilaian yang diisi oleh siswa sendiri. Jadi, siswa diberi kesempatan untuk menilai sendiri proses pembelajarannya masing-masing.
3)    Observasi
Observasi dilakukan bersamaan dan setelah rangkaian tindakan yang diharapkan pada siswa. Observasi dilakukan bersamaan dengan tindakan adalah pengalaman terhadap aktivitas dan produk dalam kelompoknya masing-masing dan kelompok lainnya. Produk yang dimaksud adalah sejauh mana kemampuan membentuk pertanyaan.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
a.    Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
b.    Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c.    Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.

D.    Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Posing
Dalam setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun keunggulan dan kekuruangan atau kelemahan. Begitu juga didalam pembelajaran melalui pendekatan problem posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan  menurut Rahayuningsih, 2002:18 dalam Sutisna, diantaranya adalah:
1.    Kelebihan Problem Posing
a.    Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
b.    Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
c.    Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
d.    Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
e.    Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.
2.    Kekurangan Problem Posing
a.    Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan
b.    Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

E.    Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Posing
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Syarifulfahmi adalah sebagai berikut :
1.    Membuka kegiatan pembelajaran.
2.    Menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.    Menjelaskan materi pelajaran.
4.    Memberikan contoh soal.
5.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
6.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya
7.    Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
8.    Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.
9.    Menutup kegiatan pembelajaran.
Menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi, batasan mengenai pembentukan soal adalah sebagai berikut:
1.    Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2.    Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.
3.    Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.
Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1.    Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
2.    Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3.    Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.
Menurut Terry Dash dalam Syarifulfahmi, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.    Change the numbers
Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan.
2.    Change the operations
Cara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya.
Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan beberapa contoh seperti berikut:
1.    Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada.
2.    Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik).
3.    Memberikan soal terbuka.
4.    Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi.
Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan adalah:
1.    Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.
2.    Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.
3.    Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.
Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif pemecahannya.
Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru.
Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
1.    Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika harus bermakna).
2.    Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana mengalami kemacetan, harus dapat menggunakan apa yang telah  diketahui untuk keluar dari kemacetan).
3.    Menemukan kekeliruan yang ada (harus dapat menemukan kekeliruan yang ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir).
4.    Meminimumkan pembilangan (jika melakukan hitungan, harus sedikit mungkin menggunakan pembilangan).
5.    Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan.
6.    Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika  menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi lain, jangan mudah putus asa).
7.    Membentuk soal atau masalah (harus mampu memperluas masalah dengan membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).
Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:
1.    Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal,
2.    Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan maka semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan menguasai ilmu yang diserapnya.



BAB III
PENUTUP

Problem Posing merupakan istilah dalam Bahasa Inggris, yang mempunya beberapa padanan dalam Bahasa Indonesia. Problem Posing dalam pembelajaran mempunyai banyak arti. Diantara arti yang sepadan dalam bahasa Indonesia untuk menunjukkan pengertian Problem Posing adalah mengajukan pertanyaan, merumuskan masalah atau membuat masalah (As’ari, 2000). Pendekatan Problem Posing menuntut siswa agar bisa mengajukan masalah, membuat model-model dari masalah-masalah tersebut dan menganalisisnya sehingga ditemukan jawaban yang tepat.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut :
1.    Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
2.    Guru memberikan latihan soal secukupnya.
3.    Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
4.    Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
5.    Guru memberikan tugas rumah secara individual.


Daftar Pustaka

As’ari, A. R. 2000. Problem Posing untuk Peningkatan Profesional Guru Matematika. Jurnal Matematika. Tahun V, Nomor 1, April 2000.
B. Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Brown, S. & Walter, R.. (Ed). 1993. Problem Posing : Reflections and Aplications. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Rorimpandey, Angel. 2010. Penggunaan Problem Posing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Kesebangunan. Skripsi Universitas Negeri Menado. Tidak diterbitkan.
Silver, E.A. & Cai, S. 1996. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Student, Journal for Research in Mathematics Education.
Stoyanova, E. 1996. Developing a Framework  for Reseach into Students’ Problem Posing in School Mahtematics, (online), crsma@ccnewcastel.edu.au, diakses 1 Desember 2012.
Suryanto, 1998. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional : Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Era Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April. Diunduh 1 Desember 2012.
Sutiarso, S. 1999. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.
Yuhasriati, 2002. Pembelajaran Persamaan Garis Lurus yang Memuat Problem Posing di SLTP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.

0 komentar:

Posting Komentar