Kamis, 17 November 2016

Metode Pembelajaran Think Pair Share



Pendahuluan

Think pair share merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggungjawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktifis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa bekerja secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalai mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar (Trianto, 2011).
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah.
Strategi think pair share atau berfikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland, menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana diskusi kelas (Trianto, 2010:81). 
Sering kali, seorang guru menstimulasi diskusi kelas namun dihadapkan pada kebungkaman yang tidak menyenangkan karena siswa tidak tahu siapa yang berani bicara duluan. Memulai sebuah diskusi tidak jauh berbeda dengan memulai berbasis ceramah atau penyajian secara lisan. Anda harus terlebih dahulu membangkitkan minat siswa supaya setiap siswa bisa terlibat (Melvin L. Silberman, 2011:140).
Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think pair share  untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
Pada metode think pair share ini, guru menggunakan langkah-langkah (fase) berikut:

Langkah pertama: Berfikir (Thinking)
Langkah kedua:  Berpasangan (Pairing)
Langkah ketiga: Berbagi (Sharing)

    Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran kooperatif learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok yang dikemukakan oleh Johnson & Johnson (dalam http://www.WordPress.com/2012/12), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Sedangkan Lie (2005) menyebutkan model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Peran guru dalam pembelajaran kooperatif sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas.
Pembejaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan Herbert Thelan yang menyatakan, pendidikan dalam masyarakat yanag demokratis seyogiannya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah laku kooperatif dipandang oleh Dewey dan Thelan sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Proses demokrasi dan peran aktif merupakan ciri yang khas dari lingkungan pembelajaran kooperatif. Dalam pembentukan kelompok, guru menerapkan struktur tingkat tinggi, dan guru juga mendefinisikan sama prosedur. Meskipun demikian, guru tidak dibenarkan mengelola tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat, dan siswa memiliki ruang serta peluang untuk secara bebas mengendalikan aktivitas-aktivitas didalam kelompoknya. Selain itu, pembelajaran kooperatif menjadi sangat efektif jika materi pembelajaran tersedia lengkap di kelas, ruang guru, perpustakaan ataupun di pusat media (Trianto, 2011:63).
Menurut (Melvin L. Silberman, 2011:13) dalam proses pembelajaran kooperatif, siswa dituntut aktif di kelas baik mengemukakan pendapat ataupun bertanya. Adapun cara-cara supaya siswa aktif sejak awal, diantaranya adalah:
    Pembentukan tim, membantu siswa menjadi lebih mengenal satu sama lain atau menciptakan semangat kerjasama dan kesalingtergantungan.
    Penilain serentak, mempelajari tentang sikap, pengetahuan, dan pengalaman siswa.
    Pelibatan belajar secara langsung, menciptakan minat awal terhadap pelajaran.
Adapun tehnik-tehnik yang dirancang untuk membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap  secara aktif.
    Proses belajar satu kelas penuh, pengajaran yang dipimpin oleh guru yang menstimulasi seluruh siswa.
    Diskusi kelas, dialog dan debat tentang persoalan-persoalan utama.
    Pengajuan pertanyaan, siswa meminta penjelasan.
    Kegiatan belajar kolaboratif, tugas dikerjakan secara bersama dalam kelompok kecil.
    Pengajaran oleh teman sekelas, pengajaran oleh siswa sendiri.
    Kegiatan belajar mandiri, kegiatan belajar yang dilakukan perseorangan.
    Kegiatan belajar aktif, kegiatan yang membantu siswa memahami peranan, perasaan, nilai-nilai, dan sikap mereka.
    Pengembangan keterampilan, mempelajari dan mempraktikkan keterampilan, baik teknis maupun non-teknis (Melvin, 2011:14).
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
(a)  siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis,
(b)  anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah,        sedang, dan tinggi,
(c)  jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin,
(d)  sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu. (http://www.idonbiu.com/2012/12/pembelajaran-cooperative-learning.htm).

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Sharan (dalam Isjoni, 2010:23) menyebutkan bahwa siswa yang belajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Jadi, siswa tidak lagi memperoleh pengetaghuan itu hanya dari guru, dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman lainnya untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara mengharagi pendapat orang saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan satu sama lainnya.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan terlatih untuk mendengar pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat-pendapat tersebut dalam bentuk tulisan. Tugas–tugas orang lain akan memacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimiliki.
 Ada tiga tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
a.  Prestasi akademik
Pembelajaran kooperatif sangat menguntungkan baik bagi siswa berkemampuan tinggi maupun rendah. Khususnya bagi siswa berkemampuan tinggi, secara akademik akan mendapat keuntungan karena pengetahuan semakin mendalam.
b.  Penerimaan terhadap keanekaragaman
Heterogen yang ditonjolkan dalam pemilihan anggota kelompok akan mengarahkan siswa untuk mengakui dan menerima perbedaan yang ada antara dirinya dan orang lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan mengarahkan kepada keterampilan-keterampilan kerjasama sebagai suatu tim. Keterampilan ini kelak akan sangat bermanfaat bagi siswa ketika mereka terjun di masyarakat.

Keuntungan guru menggunakan pembelajaran kooperatif  ialah dapat menimbulkan suasana yang baru dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan sebelumnya hanya dilaksanakan model pembelajaran secara konvensional yaitu camah dan tanya jawab. Metode tersebut ternyata kurang memberi motivasi dan semangat kepada siswa untuk belajar. Dengan digunakannva model cooperative learning, maka tampak suasana kelas menjadi lebih hidup dan lebih bermakna. Selain itu, pembelajaran kooperatif  mampu mengembangkan kesadaran pada diri siswa terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dengan bekerja kelompok maka timbul adanya perasaan ingin membantu siswa lain yang mengalami kesulitan sehingga mampu mengembangkan sosial skill siswa.

    Model Pembelajaran Think Pair Share
Model pembelajaran think pair share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini berbasis pembelajaran diskusi kelas.  Think Pair Share dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekan-rekannya dari Universitas Maryland. Think Pair Share memiliki prosedur yang secara ekplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara koooperatif. (http://www.WordPress.com/2012/12)
Pembelajaran dengan think pare ini akan memberikan variasi tersendiri dalam lingkungan belajar siswa. Silberman (2009: 151) mengemukakan bahwa salah satu cara terbaik untuk mengembangkan belajar yang aktif adalah memberikan tugas belajar yang diselesaikan dalam kelompok kecil siswa. Dengan Think Pair Share siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam kelompoknya.  Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru, tidak seperti biasanya hanya siswa siswa tertentu saja yang menjawab.
Think Pair Share membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan berfikirnya yang melantur dan tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan hasil pemikirannya ke mitranya. Think Pair Share meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yamg diingat siswa. Dengan Think Pair Share siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih besar. Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru, tidak seperti biasanya hanya siswa siswa tertentu saja yang menjawab.
Model pembelajaran think pair share ini merupakan model pembelajaran yang dilakukan untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan mendorong kepentingan dan keuntungan sinergi itu. Oleh karena hal itu, Silberman (2009: 161) menyebutkan istilah ”dua kepala tentu lebih baik daripada satu”.
Langkah- langkah dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share sebagai berikut:
    Langkah pertama: Berfikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah (Trianto, 2010:81). Atau menurut (LAPIS-PGMI, 2008:16) bahwa think adalah ketika guru mengajukan suatu permasalahan kepada para siswa yang diberikan kesempatan 2-5 menit untuk berfikir sendiri.
     Pada langkah pertama ini, siswa diharapkan aktif dalam belajar (berfikir). Belajar adalah perbuatan yang sangat kompleks, proses yang berlangsung dalam otak manusia. Proses berfikir pada langkah ini sangat diperlukan sekali, sebab pada langkah ini siswa dituntut untuk berfikir logis dan kritis.
  
    Langkah kedua:  Berpasangan (Pairing)
Dalam langkah ini, selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi waktu selama yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan (Trianto, 2011:82)
       
    Langkah ketiga: Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir ini, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan dan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan atau mempresentasikan hasil diskusinya. (Trianto, 2011:82)
Pada implementasinya, masing- masing model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Lie (2005: 46) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang teridiri dari 2 orang siswa) adalah:
1)  akan meningkatkan pasrtisipasi siswa,
2)  cocok untuk tugas sederhana,
3)  lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok,
 4) interaksi lebih mudah, dan
 5) lebih mudah dan cepat membentuk kelompok.
Selain itu, menurut Lie, keuntungan lain dari teknik ini adalah teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah:
 1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor,
 2) lebih sedikit ide yang muncul, dan
3) tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
Para ahli berpendapat bahwa ada beberapa manfaat pentingnya menggunakan TPS sebagai berikut:
Jones (2002) menyatakan bahwa TPS membantu mengkonsturkan diskusi, dalam TPS siswa mengikuti proses yang telah ditentukan sehingga membantu siswa salam memfokuskan pikiran dan perilaku pada masalah yang sedang didiskusikan. Gunter, dkk (1999) berpendapat bahwa TPS dapat meningkatkan pastisipasi dan meningkatkan banyaknnya informasi yang dapat diingat siswa. Melalui TPS siswa saling belajar dan berupaya bertukar pikiran dan rasa percaya diri sebelum mengemukakan idenya ke kelaompok yang lebih besar. Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena mereka sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru.
Susilo (2005: 117) mengatakan bahwa TPS meningkatkan lamanya “time on task” dalam kelas dan kualitas kontribusi siswa dalam diskusi. Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Melalui TPS siswa dapat merasakan saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari satu sama lain. Mampu menjunjung akuntabilitas individu karena mereka saling berbagi ide dalam kelompok maupun antar kelompok atau seluruh kelas. Mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan seyogyanya idak ada siswa yang mendominasi. Interaksi antar siswa cukup tinggi karena akan terlibat secara aktif dan sengaja berbicara atau mendengarkan.


Kesimpulan

Penerapan model pembelajaran think pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam pelaksanaan model pembelajaran think pair share pada setiap pertemuan mengalami perubahan materi pokok dan variasi kegiatan, maksudnya adalah adanya variasi media pembelajaran yang digunakan dan adanya permainan – permainan untuk menunjang pembelajaran think pair share. 
Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran think pair share dan nilai akhir yang berasal dari gabungan nilai individu dan kelompok.

Saran
Adapun saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut. Bagi siswa sebaiknya siswa meningkatkan aktivitas membaca, sehingga mempermudah dalam menghafal dan memahami materi Matematika. Tingkatkan pula rasa percaya diri, agar selalu aktif mengikuti pembelajaran. Sedangkan saran bagi guru adalah  hendaknya guru bisa menerapkan  model pembelajaran think pair share. Agar siswa lebih aktif dan mampu mengidentifikasi masalah sosial  dan pemecahannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.WordPress.com
http://www.idonbiu.com/2012/12/pembelajaran-cooperative-learning.htm).
Isjoni. 2010. Cooperative Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Saukah, Ali dkk. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.
Tim penyusun. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Dasar. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Silberman, Melvin L. 2OO9. Active Learning. Bandung: Nuansa.
Sukino dan Wilson Simangunsong. 2007. Matematika untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Penerbit Erlangga.


0 komentar:

Posting Komentar